Target mereka siapa? Orang- orang yang sedang dicurigai sedang didakwahi, para pencari kebenaran atau apalah. Sehingga dulu tidak sedikit yang keluar dari rohis, dan malah pacaran (mengenai metode peng'isu'an ini akan dibahas di lain kesempatan).
Sementara penulis pada saat itu masih bertanya- tanya, apakah orang munafik pada zaman Rasulullah SAW mengucapkan “Laailaaha illallah”.
Mengkafirkan, atau Mensalahkan(?)
Oke kita memang harus mengkafirkan Yahudi dan Nasrani seperti pada Al Maidah: 17. Dan konsekuensi terhadap mengkafirkan yakni kewajiban mendakwahinya (meskipun mungkin terkendala masalah prioritas), salahsatunya tertuang dalam ayat berikut ini:
“Serulah manusia ke jalan Rabb-mu (Allah) dengan jalan hikmah (hujjah) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (an-Nahl 125)
Lalu bagaimana dengan orang yang STMJ (shalat terus maksiat jalan)? Oke mungkin mengkafirkan terlalu kasar, mari kita rubah dengan mensalahkan, atau memvonis seseorang masih salah hidupnya. Hal ini bertujuan agar kita tidak lupa kewajiban dakwah kepada mereka. Kita mensalahkan mereka dengan cara mengenal mereka, mengetahui apa yang mereka yakini, dan membenarkan apa yang salah pada diri mereka.
“Dan tidaklah aku utus engkau kecuali kepada seluruh umat manusia, (dengan) membawa kabar kembira dan peringatan” (Saba 28)
Penutup:
Apa yang manusia nyatakan, bisa jadi berbeda dengan apa yang dilakukan. Semoga kita tidak termasuk orang- orang yang tertipu.. Aamiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H