"Kita harus rela membuang kehidupan yang telah kita rencanakan, demi memiliki kehidupan yang menanti kita."
Berat memang rasanya. Tapi tidak bisa dipungkiri, jika memang itu kenyataanya, mungkin kurang lebih kalimat tersebut diinterpretasikan seperti itu. Merasa tak berdaya, tak berguna. Apalah arti semua rencana dan persiapan kalau lah itu semua pada akhirnya tidak berguna.
Kutipan yang menarik nan menyadarkan ini terdapat pada halaman awal dalam novel Origin karangan Dan Brown. Unik memang, karena jika ditelaah lebih dalam, novel ini berisikan tentang kehebatan kecerdasan buatan atau AI yang makin diluar dugaan manusia. Mungkin inikah yang dimaksud dengan kehidupan yang menanti kita? Bisa jadi. Tulisan Dan Brown memang sebenarnya tidak selalu kalah unik dan menarik, alur ceritanya yang selalu memberikan kejutan dibalut dengan detail-detail dari sejarah, seni, simbol yang juga berbobot. Tapi itu bukan pembahasan tulisan kali ini.
Kalimat bijak tersebut bukanlah ditulis atau disebutkan oleh Dan Brown sendiri, melainkan oleh Joseph Campbell, yang juga merupakan seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat. Terlepas dari apa tujuan Joseph mengungkapkan kalimat yang demikian, diri ini mencoba meratapi dan menginterpretasikan kalimat tersebut sendiri. Bukan karena ingin sok tahu dan menggurui namun, kalimat tersebut terasa mengenyuhkan pikiran diri ini.
Bagaimana tidak, terkadang dalam menjalani kehidupan diri ini selalu saja terlena pada membuat rencana. Rencana A, B, C, dan seterusnya, bagaimana jika terjadi ini, itu, dan merencanakan kemungkinan yang terburuk, yang pada intinya hanya berusaha untuk menenangkan diri. Tapi memang benar kita harus rela membuang kehidupan yang telah kita rencanakan. Karena tak semuanya selalu seiras sepenuhnya dengan keinginan, rencana, plan, dan bayangan kita, semuanya terjadi secara mendadak, spontan, dan diluar dugaan. Begitulah kiranya kehidupan.
Demi memiliki kehidupan yang menanti kita. Takdir? Mungkin kata yang sedikit religius, tapi masuk akal juga. Memang tidak selalu mudah untuk merelakan kehidupan yang telah kita rencanakan, tapi seringkali diri ini menutup pemikiran dan terpaku pada rencana dan keinginan sehingga melupakan indahnya kehidupan yang menanti kita, memang naif diri ini. Tapi, begitulah kiranya kehidupan.Â
Membuat rencana sebaik yang diri ini bisa upayakan, dan tentu berusaha untuk menerima dan terbuka jika semua yang diingikan tidak selamanya selalu bisa tercapai. Tapi, ini bukan tentang kegagalan, namun sebuah usaha untuk memahami jika mungkin semua rencana yang diri ini usahakan tak semuanya yang terbaik untuk kehidupan yang dijalani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H