Mohon tunggu...
sang petuah
sang petuah Mohon Tunggu... Aktor - seorang pelajar

pelajar dan pencari makna akan sebuah kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

kenapa masyarakat indonesia masih suka buang sampah sembarangan?

16 Januari 2025   13:58 Diperbarui: 16 Januari 2025   14:13 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

semenjak saya kecil dan kebetulan masa kecil saya berada di daerah pedesaan yang cukup asri di daerah pinggiran kota sleman. saya banyak diajari oleh orang tua saya terutama bapak saya untuk selalu membuang sampah padda tempatnya, dimanapun itu ketika kamu berada utamakan untuk membuang sampah pada tempatnya dan jangan membuang di sembarang tempat. bapak saya juga sering mengatakan bahwa sakumu adalah tempat sampah alternatif yang nantinya digunakan sebagai transit untuk kemudian dibuang di tempat sampah yang sesungguhnya. maka tidak heran jika dulu saya sering diomelin oleh ibu saya karena ketika ibu saya mencuci baju beliau menemukan banyak sampah berserakan di saku saya, hehe....saya lupa untuk membuangnya.

berlanjut ke jenjang SMP, ayah saya memutuskan untuk menyekolahkan saya di pondok tahfidz di daerah magelang, pikiran saya pada waktu itu sekolah pondok sangat menyenangkan, namun terkadang pikiran juga bisa menjadi penipu besar kerana tidak ada pikiran yang bisa memprediksi realitas. saya pikir islam sudah sangat digembleng di pondok karena pondok adalah tempatg paling jadul untuk mencari ilmu pengetahuan terkait islam. banyak aspek aspek dari agama islam yang mengajarka kita untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, tidak mengotori tempat ibadah, rajin rajin membersihkan diri, sering seringlah memakai wewangian, jauhilah tempat tempat yang kotor karena itu adalah sarang syaitan dan asas dari semua ini adalah karena kebersihan adalah sebagian dari iman.

namun sayang nya dalam realisasinya banyak dilupakan. sepanjang saya hidup dipesantren saya banyak sekali menemukan sampah sampah berserakan di berbagai tempat, baik di lorong lorong gedung, lapangan, dapur, dan bahkan di kamar mandi. memang satu sisi ini bukan sepenuhnya salah santri untuk membuang sampah sembarangan karena minimnya tempat sampah yang disediakan untuk pihak pondok, sebenarnya pun bisa juga ada namun tersentralisasi dan tidak disebar di berbagai tempat, akhirnyapun banyak santri yang malas dan berujung untuk membuang sampah sembarangan. 

saya ketika masih awal awal masih suka menerapkan prinsip bapak saya untuk menjadikan kantong sebagai tempat sampah alternatif yang nantinya ketika sudah terkumpul alan dibuang di tempat sampah utama, namun lama kelamaan saya bosan sendiri karena banyak teman saya yang acuh terhadap sampah, berpikir bahwa sebanyak apapun dan sesering apapun saya melakukan ini, kalau tidak ada perubhan yang radikal pada diri santri permasalah ini pasti akan terus berlanjut dan kebiasaan saya hanya akan memberikan dampak kecil terhadap lingkungan. semenjak itu saya menjadi jarang membuang sampah pada tempatnya, bukan berarti saya membuang sembarangan, cuman meminimalisir sampah yang dihasilkan dari jajanan.

problematika ini juga pada akhirnya menimbulkan efek domino, dimana banyak sampah terkhusus sampah makanan yang dibuang di sembarang tempat mulai memunculkan bakteri hingga tersebar di kamar kamar santri akbitnya muncul penyakit yang sebagian besar santri pasti pernah mengalaminya, namanya adalah gudik atau bahasa medisnya adalah scabies. perlu diketahui bahwa dipondok saya satu kamar dihuni oleh minimal 20 orang, dan anda akan bisa membayangkan betapa cepat virus gudik ini menyebar di kalangan santri. awalnya hanya satu orang kemudian bertambah lagi, lagi dan lagi hingga pada waktu tertentu virus ini menjangkiti seluruh penduduk kamar. ada yang hanya diobati obat scabimet, ada yang sampai dibawa ke uks pondok, dan bahkan ada yang pulang karena saking parahnya gudik itu menciderai tubuhnya. hal ini terus berlanjuit hingga saya lulus dari pondok.

lanjut ke masa perkuliahan saya, untuk fase kehidupan yang ini saya ngekos, karena kebetulan saya diterima di universitas yang jauh dari rumah saya, tepatnya di semarang ibu kota, provinsi jawa tengah. karena keseharianya saya ngekos jadi saya lebih leluasa untuk mengatur sampah saya dan membuang sampah saya pada tempatnya agar tidak menimbulkan problem sampah. namun dibeberapa waktu saya pernah diajak oleh teman saya untuk menghadiri beberapa kajian ulama terkenal di daerah semarang, awalnya saya biasa saja, tidak terlalu banyak memikirkan sesuatu namun ketika acara sudah hampir selesai dan orang orang berenjak untuk pulang saya sangat terpelongo dan melihat nya sebagai bentuk kemirisan dan bukti bahwa masyarakat belum bisa menjaga lingkungan dengan baik. sebabnya cuman satu, saya banyak sekali menemukan sampah berserakan bak gulungan ombak di sepanjang pinggiran dan pertengahan lapangan, mulai dari sampah minuman, sampah makanan, sampah jajanan, dan bahkan sampah alas bekas duduk menjadi satu disitu. uniknya masyarakat yang masih asyik menonton ceramah seperti seakan tidak risih sama sekali, saya seakan ingin berteriak "woi...ini sampah didepanmu ki diambilo...kamu dengerin ceramah tentang iman namun aspek terkecil dari iman saja kamu tidak dapat mempraktekannya...." . miris memang namun begitulah faktanya. 

yang kedua ya mungkin berjarak 2 bulanan dari kajian pertama, saya kembali mengikuti kajian akbar yang dihadiri oleh ribuan jamaah dan juga masih berada di daerah semarang. awalnya saya masih berpikiran bahwa kajian ini akan lebih tertata dan lebih bersih dikarnakan diadakan oleh pihak universitas. asumsi saya menjadi lebih mantap manakala disuguhkan dengan menejemen yang rapi dan tidak bertele tele yang semua sudah diseting dan diformat dengan baik oleh paniatia acara, saya melihat jamaah yang hadir pun juga sepertinya berasal dari golongan menengah kebawah, sayapun bersyukur akan hal itu. namun lagi lagi saya berkata bahwa pikiran terkadang merupakan musuh terbesar kita. ketika selesai acara dan saya akan berdiri, saya begitu kaget karena masih banyak orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya, sembarangan dan karakteristik sampahnya pun mirip dengan yang berada di kajian pertama, untuk kali ini saya tidak bisa membiarkan ini terjadi, saya bersama teman sayapun akhirnya membantu panitia untuk memunguti sampah dan dibuang di tempatnya. sampai selesai acara saya masih heran padahal sebelumnya sudah diperingati untuk membuang sampah pada tempatnya, malah tidak diperhatikan seakan akan menyalahi peraturan. apa kira kira penyebab semua ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun