Beberapa waktu yang lalu ekonomi global diramaikan dengan peristiwa brexit. Sejak krisis ekonomi terakhir, beberapa negara yang menjadi bagian dari uni eropa seperti inggris, itali, yunani dan Portugal merasa tidak diuntungkan akibat dominasi lebih sebuah negara atas negara lain, mengingat defisitnya neraca perdagangan mereka ditengah membesarnya surplus negara Jerman. Hal ini terlihat sebagai salah satu sebab atas keluarnya britania raya dari uni eropa, walaupun ada faktor lain inggris untuk keluar dari uni eropa seperti salah satunya yaitu faktor imigran, dimana kelompok tua inggris yang tidak rela negaranya dibanjiri para pendatang. Dan akhirnya dinamika-dinamika inilah yang melahirkan keresahan ditubuh inggris sendiri, yang menyebabkan PM Inggris berjanji untuk membuat referendum atas uni eropa.
Integrasi menyeluruh seperti yang uni eropa lakukan ini, dirasa sudah tidak relevan karena integrasi seperti ini tidak lagi menguntungkan seluruh pihak yang berada didalamnya, hal ini terlihat dari peristiwa brexit ini dan mulai munculnya wacana frexit. Momentum ini menjadi sejarah yang bisa kita telusuri dan hal ini membuat pelajaran bagi negara ASEAN, khususnya Indonesia. Bahwa, semakin sulitnya melakukan integrasi yang menyeluruh di negara ASEAN, mengingat kebijakan redenominasi yang diniatkan kehilangan relevansinya dan pasar di ASEAN tidak di dominasi oleh produk Indonesia.
Namun peristiwa brexit bagi Indonesia bisa menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Disektor keuangan, kita memiliki peluang mendapatkan keuntungan. Fenomena brexit menggambarkan ketidakamanan investasi di negara maju, hal ini membuat peluang investor menanamkan modalnya di negara berkembang lebih besar, mengingat suku bunga pun berbeda, dan bisa jadi likuiditas akan mengalir di pasar keuangan kita.
Dan dalam jalur perdagangan, Indonesia juga bisa mendapatkan dampak positif. Penolakan uni eropa atas ekspor minyak kelapa sawit yang kita miliki, dan inggris bisa menjadi salah satu objek atas ekspor kelapa sawit kita saat ini, melihat inggris sedang menggali lubang maka kita harus menyiapkan tutupan lubang itu. Mengingat perkebunan kita didominasi 70% oleh kelapa sawit dan Indonesia merupakan negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Ini bisa menjadi momentum yang nantinya mampu meningkatkan nilai tukar rupiah kedepannya, dengan catatan regulasi impor di inggris tidak sama seperti yang diterapkan di negara-negara uni eropa, di jalur perdagangan ini lebih besar peluangnya mengingat “inggris sedang menyiapkan tutupan lubang atas galian lubang dalam beberapa waktu kedepan”.
Dua hal diataslah yang menjadi catatan penting yang menjadi peluang Indonesia, mengingat momentum ini tidak datang kapan saja. Inilah saatnya pemerintah mengambil tindakan cepat atas momentum ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H