Dikotomi antara idealita dengan realita di atas perlu disikapi dengan baik dan bijak. Adagium Jawa yang merupakan gambaran idealita konstruksi keperibadian seseorang perlu dikontekskan jangan dimaknai secara letter-lijk. Disatu sisi seyogyanya atau seharusnya menjadi suatu kewajiaban bagi para pengguna ’baju rapi’ untuk berperilaku layaknya apa yang menurut etika baik, jangan menjadikan ’rapi’ sebagai defence dari perbuatan buruk atau bahkan kriminal. Pada gilirannya perlu pemaknaan yang lebih substantif melihat dikotomi ini, agar tidak salah persepsi menilai orang. Semoga []