Mohon tunggu...
Christian Jati
Christian Jati Mohon Tunggu... Jurnalis - Humas Yayasan Tarakanita Surabaya

Humas Yayasan Tarakanita Surabaya | FB: Yayasan Tarakanita Wilayah Surabaya | Youtube: Humas Tarakanita Surabaya | Email: humastarakanitasby21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Belajar Menjadi Entrepreneur

16 Desember 2020   10:04 Diperbarui: 16 Desember 2020   10:11 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gabriela (kelas IXD)/dokpri

Surabaya -- Kesuksesan tidak menunggu saat dewasa. Kesuksesan bisa kita siapkan sejak dini. Untuk itulah SMP Santo Carolus Tarakanita Surabaya mengadakan kegiatan Alumni Mengajar dengan topik "Belajar Menjadi Entrepreneur".

Kegiatan ini berlangsung pada Selasa, 15 Desember 2020, dan dihadiri oleh siswa/i SMP Santo Carolus melalui telekonferensi Zoom. Acara ini juga disiarkan secara live di kanal youtube SMP SANTO CAROLUS TARAKANITA SBY.

Alumni yang hadir sebagai nara sumber ialah Felycia Eri Putri S (Alumni SD dan SMP Santo Carolus Tarakanita Surabaya). Jery Krismanto, S.Pd. (Guru SMP Santo Carolus) berkesempatan mengatur jalannya kegiatan ini.

Eri adalah Co-Owner PT. Sabar Indah Mulia Perkasa, perusahaan transportasi bus yang melayani perjalanan Surabaya-Probolinggo-Jember-Banyuwangi. Eri juga aktif sebagai Dosen Jurusan Akuntansi di Universitas Kristen Petra dan Universitas Ciputra.

"Entrepreneur itu apa menurut teman-teman?," tanya Eri memancing antusiasme para siswa.

Steven dari kelas VIIIB menjawab, "Entrepreneur itu pengusaha. Usaha sendiri. Misalnya usaha kue."

"Kita punya ide sendiri, melakukan sendiri. Segala sesuatu dimulai dari diri sendiri, baru kemudian setelah perusahaan besar ada bantuan dari karyawan. Intinya kita yang mengatur sistem perusahaan kita sendiri. Kita memutuskan sendiri mau jualan apa, strateginya seperti apa sendiri, mau dipasarkan ke mana sendiri, resikonya kalau gagal ditanggung sendiri, untungnya kalau bahagia juga dinikmati sendiri. Semuanya adalah usaha sendiri," tambah Eri.

Para siswa/i peserta kegiatan Alumni Mengajar/dokpri
Para siswa/i peserta kegiatan Alumni Mengajar/dokpri

Apa yang kita persiapkan untuk dunia kerja saat kita masih sekolah?

Menurut Eri, dunia non-akademis juga penting di samping akademis. Di bangku sekolah kita mengenal OSIS. Sementara saat kuliah kita mengenal HIMA (Himpunan Mahasiswa). Eri selalu aktif di organisasi, mempersiapkan berbagai event, dan juga menjadi asisten dosen. Dari pengalaman itu Eri merasa bahwa "Waktu itu sangat berharga". Bekal kita untuk menjadi entrepreneur itu tidak hanya akademis, tetapi juga non-akademis.

Selanjutya Eri menjelaskan yang harus dipersiapkan untuk menjadi entrepreneur adalah soft skill, di samping kita memiliki hard skill. Soft skill itu lebih berat daripada hard skill, lebih dibutuhkan untuk meraih kesuksesan.

Menurut Eri, ada 7 poin yang bisa dipersiapkan untuk menjadi entrepreneur sejak kita masih bersekolah di bangku SMP. 

7 poin tersebut adalah adaptation, team work, time management, communication relationship, persistence, creativity, dan yang paling penting confidence.

Untuk menjadi confidence (percaya diri), Eri menyarankan untuk mencari hal yang disukai. Kalau melakukan hal yang disukai, kita akan lebih cepat percaya diri dalam melakukannya. Eri memberi contoh adiknya yang menyukai mobil. Karena menyukai mobil, maka si adik kuliah mengambil jurusan otomotif. Usahanya pun berhubungan dengan otomotif.

Sama halnya dengan dirinya sendiri. Eri menyukai hitungan akuntansi. Maka di perusahaannya ia bertugas untuk mengelola keuangan perusahaan. "Saat menekuni sesuatu yang kita senangi, maka lelah pun tidak akan terasa," tegas Eri.

"Build your biggest dream. When dream become reality, it's called destiny. Intinya mulai sekarang, kenali bakat kalian, kenali anugerah dari Tuhan untuk kita. Itu pasti ada. Kembangkan hard skill dan soft skill. Hingga akhirnya teman-teman bisa meraih mimpi yang dicita-citakan," pesan Eri saat menutup sharingnya.

Gabriela dari kelas IXD bertanya tentang bagaimana sikap kita menghadapi karyawan kita dengan berbagai macam sikapnya agar tidak menimbulkan miskomunikasi?

Gabriela (kelas IXD)/dokpri
Gabriela (kelas IXD)/dokpri

Eri menjelaskan bahwa dirinyalah yang menyesuaikan dengan karyawannya. Eri-lah yang berbicara bahasa Jawa menyesuaikan dengan bahasa para karyawannya. Namun seiring berkembangnya zaman, karyawan juga pasti berkembang. Ketika kita sudah menyesuaikan bahasa kita dengan karyawan, kita bisa mengkonversi komunikasi dengan bahasa kita. Ketika kita berbicara bahasa Indonesia, para karyawan akan ikut berbahasa Indonesia. Demikianlah cara Eri 'mengambil hati' para karyawannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun