Mohon tunggu...
Christian Jati
Christian Jati Mohon Tunggu... Jurnalis - Humas Yayasan Tarakanita Surabaya

Humas Yayasan Tarakanita Surabaya | FB: Yayasan Tarakanita Wilayah Surabaya | Youtube: Humas Tarakanita Surabaya | Email: humastarakanitasby21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Belajar Menjadi Entrepreneur

16 Desember 2020   10:04 Diperbarui: 16 Desember 2020   10:11 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gabriela (kelas IXD)/dokpri

Selanjutya Eri menjelaskan yang harus dipersiapkan untuk menjadi entrepreneur adalah soft skill, di samping kita memiliki hard skill. Soft skill itu lebih berat daripada hard skill, lebih dibutuhkan untuk meraih kesuksesan.

Menurut Eri, ada 7 poin yang bisa dipersiapkan untuk menjadi entrepreneur sejak kita masih bersekolah di bangku SMP. 

7 poin tersebut adalah adaptation, team work, time management, communication relationship, persistence, creativity, dan yang paling penting confidence.

Untuk menjadi confidence (percaya diri), Eri menyarankan untuk mencari hal yang disukai. Kalau melakukan hal yang disukai, kita akan lebih cepat percaya diri dalam melakukannya. Eri memberi contoh adiknya yang menyukai mobil. Karena menyukai mobil, maka si adik kuliah mengambil jurusan otomotif. Usahanya pun berhubungan dengan otomotif.

Sama halnya dengan dirinya sendiri. Eri menyukai hitungan akuntansi. Maka di perusahaannya ia bertugas untuk mengelola keuangan perusahaan. "Saat menekuni sesuatu yang kita senangi, maka lelah pun tidak akan terasa," tegas Eri.

"Build your biggest dream. When dream become reality, it's called destiny. Intinya mulai sekarang, kenali bakat kalian, kenali anugerah dari Tuhan untuk kita. Itu pasti ada. Kembangkan hard skill dan soft skill. Hingga akhirnya teman-teman bisa meraih mimpi yang dicita-citakan," pesan Eri saat menutup sharingnya.

Gabriela dari kelas IXD bertanya tentang bagaimana sikap kita menghadapi karyawan kita dengan berbagai macam sikapnya agar tidak menimbulkan miskomunikasi?

Gabriela (kelas IXD)/dokpri
Gabriela (kelas IXD)/dokpri

Eri menjelaskan bahwa dirinyalah yang menyesuaikan dengan karyawannya. Eri-lah yang berbicara bahasa Jawa menyesuaikan dengan bahasa para karyawannya. Namun seiring berkembangnya zaman, karyawan juga pasti berkembang. Ketika kita sudah menyesuaikan bahasa kita dengan karyawan, kita bisa mengkonversi komunikasi dengan bahasa kita. Ketika kita berbicara bahasa Indonesia, para karyawan akan ikut berbahasa Indonesia. Demikianlah cara Eri 'mengambil hati' para karyawannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun