SEMARANG- Memberikan Kuliah Umum di Universitas Negeri Semarang, Wakil Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan urgensi dan latar belakang lahirnya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini sudah masuk tahap akhir pembahasan, Jum'at (5/08).Di bagian awal, Prof Eddy sapaan akrabnya memberikan gambaran umum mengenai konsep dasar hukum pidana
"Berbicara hukum pidana, berarti kita berbicara mengenai draft Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana," ujarnya lugas
"Kalau kita bicara hukum pidana berarti kita bicara tentang asas-asas hukum. Kalau kita bicara mengenai asas-asas hukum pidana itu, biasanya kita bicara mengenai apa yang terdapat pada buku 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbicara mengenai ketentuan-ketentuan umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang di dalam RKUHP dia juga masuk dalam buku 1".
"Dan ketentuan hukum umum pidana yang ada di dalam RKUHP tidak hanya memperbaharui yang ada di dalam buku 1 KUHP sekarang yang berlaku tetapi juga menyesuaikan dengan perkembangan ilmu hukum pidana," jelasnya Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada itu.
Berikutnya, Prof Eddy menerangkan bahwa Dunia Internasional sejak tahun 1990, sejak 30 tahun yang lalu mengalami perubahan paradigma dalam hukum pidana.
"Dari paradigma hukum pidana yang berdasarkan keadilan retributif, di mana hukum pidana digunakan sebagai Lex Talionis atau hukum balas dendam, sudah berubah ke dalam paradigma hukum pidana modern yang bersifat universal, yang tidak lagi berbicara mengenai keadilan retributif tetapi berbicara mengenai keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif," paparnya.
Lebih rinci, pria yang mendapatkan gelar Profesor di usia 37 itu menjelaskan makna dari masing-masing keadilan tersebut. Dimana hal itulah yang menjadi salah satu latar belakang munculnya rencana perubahan terhadap KUHP yang saat ini berlaku.
"Keadilan korektif ini adalah punyanya pelaku kejahatan. Artinya ada sanksi yang yang tegas, kalau dia melanggar sanksi itu akan dijatuhi pidana," urai Prof Eddy.
"Tetapi di sisi lain, ada juga keadilan restoratif. Kalau keadilan kolektif itu punya pelaku, maka keadilan restoratif itu miliknya korban. Artinya bahwa di dalam konsep keadilan restoratif itu bukan pembalasan tapi pemulihan," sambungnya.
Meneruskan penjelasannya, suksesor Denny Indrayana tersebut mengatakan keadilan rehabilitatif adalah milik kedua belah pihak, pelaku dan korban.
"Jadi kalau keadilan korektif itu punyanya pelaku, keadilan restoratif itu punyanya korban, maka keadilan rehabilitatif itu punya pelaku dan punya korban," terangnya.