Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang tengah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dalam Program GIAT 9 telah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Desa Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, untuk mengembangkan desa tersebut menjadi desa wisata berbasis Eco-Culture Tourism.
Kerja sama ini didorong oleh kesamaan visi dan misi antara tim GIAT UNNES 9 dengan Pemerintah Desa Cokro, dan akan berlangsung dari 24 Juni hingga 17 Agustus 2024. Salah satu inisiatif penting dalam program ini adalah penyelenggaraan Forum Group Discussion (FGD) pada 11 Juli 2024 yang bertujuan untuk menyatukan persepsi dalam rangka pengembangan Desa Cokro.
Kegiatan FGD ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, antara lain perwakilan dari Kecamatan Tulung, Babinsa, Bhabinkamtibmas, perangkat Desa Cokro, tokoh masyarakat, serta pelaku usaha UMKM setempat. Melalui FGD ini, mahasiswa UNNES GIAT 9 memaparkan rencana pengembangan Desa Cokro sebagai desa wisata berbasis Eco-Culture Tourism yang akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Sebagai bagian dari program kerja, pembuatan Peta Desain Kawasan Wisata Desa Cokro menjadi salah satu langkah penting dalam menunjang visi tersebut.
Peta desain ini merupakan hasil kolaborasi antara tim UNNES GIAT 9 dan Pemerintah Desa Cokro, yang dipimpin oleh mahasiswa Luxiant Rizqika Putri M. Peta ini dirancang untuk mempermudah pemahaman masyarakat dan pemerintah setempat terkait potensi wisata yang ada di Desa Cokro. Dengan adanya peta ini, diharapkan dapat mendukung promosi pariwisata dengan menampilkan keunikan serta fasilitas yang tersedia di desa, yang meliputi berbagai destinasi wisata berbasis lingkungan dan budaya.
Proses pembuatan peta ini dimulai pada 23 Juli hingga 17 Agustus 2024. Pembuatan peta dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak seperti ArcGIS 10.8, Google Earth Pro, dan Canva, dengan Peta Administrasi Desa Cokro sebagai dasar desain. Peta ini memuat informasi tentang lokasi wisata yang terbagi dalam beberapa paket, seperti wisata peternakan, pertanian, lingkungan, industri rumah tangga, hingga budaya. Selain itu, peta ini juga mencakup fasilitas umum seperti kantor kepala desa dan lokasi masjid yang tersebar di desa.
Namun, dalam proses pembuatan peta, tim menghadapi beberapa kendala teknis. Salah satu masalah utama adalah perbedaan bentuk, batas, dan luas wilayah Desa Cokro antara data pribadi, Peta RTR dari Pemerintah Kabupaten Klaten, dan arsip yang dimiliki desa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pembaruan data secara berkala dan komunikasi yang kurang efektif antar pihak terkait. Kendala lainnya muncul saat pengambilan titik koordinat lokasi wisata yang saling berdekatan, sehingga menyebabkan dislokasi pada titik yang teridentifikasi.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, tim GIAT 9 bekerja sama dengan Aris Sentyono, Kaur Umum dan Perencanaan Desa Cokro, serta Heru Budi Santoso, Kepala Desa Cokro, untuk melakukan konfirmasi dan observasi lebih mendalam. Hasilnya, Peta Administrasi Desa Cokro akhirnya diperbaiki dan disesuaikan dengan arsip peta yang dimiliki desa. Sementara itu, untuk memastikan ketepatan titik koordinat, penggunaan Google Earth Pro terbukti sangat membantu dalam memperoleh data yang lebih akurat.
Hasil akhir dari program ini adalah dua peta desain kawasan wisata yang akan menjadi referensi penting dalam pengembangan Desa Cokro sebagai destinasi wisata. Peta tersebut berisi berbagai informasi penting seperti lokasi wisata, fasilitas umum, dan titik-titik strategis lainnya yang akan mendukung promosi desa. Diharapkan, dengan adanya peta ini, Desa Cokro dapat menjadi contoh sukses dalam pengembangan desa wisata berbasis Eco-Culture Tourism, yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga melestarikan budaya lokal.