BANDUNG – Keluarnya UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) membawa perubahan yang cukup radikal dalam manajemen kepegawaian di Indonesia.
Kepala LAN RI, Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA, mengatakan, perubahan itu menyangkut upaya mewujudkan profil aparatur pemerintah yang profesional dan bebas dari kooptasi kepentingan politik.
“Dalam banyak praktek sudah bukan rahasia lagi jika terjadi banyak persoalan, seperti nepotisme dalam perekrutan, faktor politik dalam promosi jabatan, fragmentasi birokrasi dan juga politisasi birokrasi menjelang Pilkada,” kata dia dalam Seminar “Pembangunan Sumber Daya Aparatur Pemprov Jabar 2014 – 2025,” yang diselenggarakan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat,” Selasa (11/2).
Agus memaparkan, setidaknya ada tiga poin yang cukup mendasar dalam UU ASN, yakni profesi aparatur, pola karir yang berbasis merit system dan karir terbuka, serta manajemen sumber daya manusia (human capital management).
Agus merinci, dalam UU ASN disebutkan bahwa aparatur sipil negara adalah sebuah profesi. Sebagai sebuah profesi, maka setiap aparatur dituntut memiliki standar kompetensi, kapasitas, pendidikan, dan terikat kode etik.
“Jadi nanti semua ada standarisasinya sesuai dengan profesi lain yang menuntut kemampuan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Agus, dalam proses rekrutmen dan penempatan pejabat publik juga akan dilakukan proses seleksi secara transparan, kompetitif, dan berbasis pada merit system dengan melibatkan Komisi Aparatur Sipil Negara. Pelibatan Komisi Aparatur Sipil Negara ini merupakan upaya untuk mengatur hubungan antara pejabat politik dengan pejabat karir.
“Jadi ada mekanisme hubungan yang jelas antara pejabat politik dengan pejabat karir. Selama ini kan sering terjadi politisasi yang tidak menyehatkan bagi birokrasi,” jelasnya.
Terkait jaminan pejabat yang direkrut akan memiliki kompetensi sebagaimana mestinya, Agus menegaskan, jika Komisi ASN menemukan indikasi pelanggaran dalam perekrutan pejabat publik, maka Komisi ASN dapat memberikan rekomendasi yang sifatnya mengikat.
“Hasil rekomendasi Komisi ASN itu akan diusulkan ke pejabat Pembina Kepegawaian untuk diberikan sanksi,” tegasnya.
Menurut dia, saat ini pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai pembentukan Komisi ASN. Diharapkan, Komisi ASN akan terbentuk dalam enam bulan ke depan.
Lebih lanjut Agus mengatakan, keluarnya UU ASN ini juga membawa perubahan dalam pengembangan kapasitas pegawai. Pegawai sudah saatnya dipandang sebagai aset organisasi.
“Kesadaran pemerintah di tingkat pusat dan daerah dalam memandang staf sebagai aset itu masih sangat rendah. Padahal, pengembangan diri menjadi hak dari seorang pegawai. Sekarang kita sedang siapkan Rancangan Peraturan Pemerintahnya,” jelasnya.
Beberapa perubahan sebagaimana disebutkan di atas, menurut Agus, secara otomatis juga berimplikasi pada manajemen kinerja terhadap PNS. Kinerja PNS akan diukur secara individual setiap tahun
“Bagi pegawai yang kinerjanya buruk selama tiga tahun berturut-turut, maka yang bersangkutan bisa diberhentikan. Sistem penggajiannya pun, ke depan juga akan didasarkan pada indeks berbasis kinerja. Bukan seperti sekarang yang gaji pokoknya kecil. Namun tunjangannya bermacam-macam,” paparnya.
Agus mengungkapkan, kunci pokok dari keberhasilan pelaksanaan UU ASN terletak pada konsistensi peraturan pemerintah yang nantinya akan diberlakukan.
“Kalau terjadi distorsi UU ASN dengan Perpres, Permen dan PP, tentu tidak akan mampu membawa perubahan. Oleh karena itu, proses penyiapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) harus kita kawal benar,” ujar dia.
Guru Besar Kebijakan Publik UGM yang juga Kepala LAN RI itu menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan dengan diberlakukannya UU ASN adalah pemahaman Kepala Daerah dalam menyikapi keluarnya UU tersebut.
“Pemahaman kepala daerah menjadi penting, khususnya menyangkut bagaimana interaksi antara UU ASN dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang saat ini sedang direvisi. Jadi jangan sampai sebagai aktor pengambil keputusan, mereka tidak memiliki pemahaman yang holistik terhadap UU ASN,” jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Unpar, Prof.Dr. Asep Warlan, SH.MH, menambahkan, sudah saatnya profil birokrasi di Indonesia didorong ke arah profesional sesuai dengan tuntutan jaman. Politisasi birokrasi yang dilakukan sejumlah pejabat politik hanya membawa birokrasi terseret untuk kepentingan jangka pendek. (bp/humas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H