Mohon tunggu...
Humas Dan Publikasi Lembaga Administrasi Negara RI
Humas Dan Publikasi Lembaga Administrasi Negara RI Mohon Tunggu... -

Akun Humas dan Publikasi Lembaga Administrasi Negara RI

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bertabur Banyak Lembaga, Indeks Efektivitas Pemerintah Rendah

29 Januari 2014   16:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik



JAKARTA – Besarnya struktur kelembagaan pemerintah mengakibatkan Indeks Efektivitas Pemerintah berada di posisi paling rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN. Skor Indeks Efektivitas Pemerintah saat ini hanya berada pada skor -0,29 (dari skala -2,5 sampai +2,5). Postur kelembagaan ini juga dinilai bertentangan dengan kebijakan desentralisasi yang dijalankan.

Kepala Lembaga Administrasi Negara, Agus Dwiyanto, mengatakan, rendahnya indeks efektivitas pemerintahan secara otomatis turut berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Pasalnya, minat investor untuk menanamkan investasinya menjadi kecil.

“Jika problem ini tidak diatasi, kita akan kesulitan mengakselerasi perekonomian dan pembangunan,” jelasnya saat membuka Seminar Nasional “Kajian Arsitektur Kabinet 2014 – 2019,” Senin (5/12).

Menurut Agus, besarnya struktur kelembagaan pemerintah tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat efektifitas pemerintahan saja. Namun juga bertentangan dengan kebijakan desentralisasi yang selama lima belas tahun terakhir ini dijalankan.

“Kenapa bertentangan, karena kewenangan itu sekarang banyak yang didistribusikan,” jelasnya.

Kepala Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan Dr. Anwar Sanusi MPA, menambahkan, besarnya postur kelembagaan pemerintah pusat merupakan ironi. Karena seringkali terjadi over lapping antar Kementerian/Lembaga, Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan Lembaga Non Struktural (LNS).

“Kondisi ini jelas memerlukan penataan. Jika dibiarkan, postur kelembagaan ini menyedot porsi anggaran negara yang besar,” jelasnya.

Penataan kelembagaan pemerintah, lanjut Anwar, sangat mendesak dilakukan. Terlebih, postur kelembagaan menjadi alat untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Jika tidak di dukung postur organisasi yang tepat fungsi dan ukuran, mustahil tujuan itu dapat tercapai.

Untuk diketahui, postur kelembagaan pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono terdiri dari 34 Kementerian (Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I). Pada KIB Jilid II sebanyak 34 Kementerian ditambah beberapa wakil menteri. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan Kabinet Pembangunan I dan II yang hanya terdiri dari 25 kementerian.

Anwar membandingkan jumlah postur kelembagaan ini dengan beberapa negara lain, seperti RRC, Korea Selatan dan Jepang. Menurutnya, RRC hanya memiliki jumlah kementerian sebanyak 23, Korea Selatan sekitar 17 kementerian, dan Jepang sebanyak 11 kementerian.

“Postur kelembagaan kita masih di atas Sri Lanka atau India,” jelasnya.

Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo, mengakui, besarnya jumlah Kementerian/Lembaga memang menjadi problem tersendiri. Ia mencontohkan, untuk mengatasi masalah kemiskinan, setidaknya ada 18 lembaga yang mengurusinya.

“Namun hingga kini jumlah penduduk miskin tetap tidak berkurang. Siapa ini yang harus bertanggung jawab kalau program penanggulangan kemiskinan tidak tercapai. Jadi penataan itu memang diperlukan,” jelasnya.

Meski demikian, Eko mengingatkan, arsitektur kabinet pada periode 2014-2019 sebaiknya tidak hanya didasarkan pada amanat konstitusi belaka. Namun juga harus memperhatikan tantangan nasional maupun global.

“Tantangan itu antara lain, perkembangan teknologi informasi, trend demografi penduduk, pasar bebas, serta keterbatasan sumber daya alam,” tutupnya.

Wakil Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menilai, arsitektur kabinet periode 2014-2019 sangat tergantung pada siapa presiden dan wakil presiden yang terpilih.

“Arsitektur kabinet tahun 2014 tidak bisa dilepaskan dari siapa yang memegang pemerintahan. Jika pemenangnya adalah pasangan yang berkoalisi, tentu akan ada kompromi politik yang dibangun,” tutupnya. (bp/asety-humas).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun