Pasca disahkannya Undang -- undang pemasyarakatan dan KUHP teranyar yaitu Undang - undang Nomor 22 Tahun 2022 dan Undang -- undang No 1 Tahun 2023 ada salah satu jabatan fungsional di Kementerian Hukum dan Ham yang diberikan amanah lebih untuk mempertegas eksistensinya diruang hukum negeri ini, jabatan fungsional tersebut ialah Pembimbing Kemasyarakatan atau yang biasa kita sebut PK. Â
Sebelum undang -- undang tersebut diperbaharui jabatan yang bermarkas dikantor Balai Pemasyarakatan (BAPAS) ini seperti kurang terdengar gaungnya ditengah masyarakat, bahkan jabatan yang merupakan salah satu ujung tombak di Dirjen Pemasyarakatan tersebut masih kalah populer jika dibandingkan dengan saudaranya Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Imigrasi, namun setelah perombakan pasal yang terjadi di Undang -- undang tersebut, Pembimbing Kemasyarakatan mulai diberi ruang lebih untuk rebranding eksistensinya ditengah masyarakat. Â
Kalau di Imigrasi produk yang dihasilkan adalah Paspor maka di Bapas produk yang menjadi Icon adalah Penelitian Kemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan LITMAS, pada undang -- undang yang terbaru dijelaskan lebih detail melalui Pasal 1 ayat 15 bahwa Litmas merupakan kegiatan mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif demi kepentingan tahanan dan anak, pembinaan narapidana atau anak binaan dan pembimbingan masyarakat, selain itu cakupan Litmas lebih luas dimana juga bisa digunakan sebagai bahan dasar pertimbangan penyidik, penuntut umum dan hakim dalam penyelesaian perkara dan hal tersebut tak ditemui diundang -- undang yang lawas. Â
Lantas Bagaimana eksistensi Litmas PK untuk Anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) di Undang -- undang Pemasyarakatan yang baru ? Litmas untuk anak kini juga sudah diatur di Undang -- undang pemasyarakatan yang baru yaitu di pasal 50 dimana dijelaskan bahwa PK bisa memberikan rekomendasi pembinaan untuk anak yang berkonflik dengan hukum, pembinaan tersebut dapat berupa pembinaan pendidikan, kemandirian dan kepribadian. Hal itu memberikan ruang bagi PK untuk menggandeng steak holder lainnya agar bisa bekerja sama merealisasikan program-program tersebut, sekaligus kesempatan bagi Bapas untuk membuat perjanjian kerja dengan pihak ke-3 sehingga bisa lebih dikenal lagi eksistensisnya oleh organisasi -- organisasi lain.Â
Misalnya saja dalam hal pembinaan kemandirian, Bapas bisa bekerja sama dengan UMKM setempat untuk memberikan pembekalan kepada ABH dengan keterampilan tertentu, sementara itu dalam hal pembinaan kepribadian Bapas bisa menggandeng Fakultas Hukum maupun Fakultas Psikologi kampus setempat untuk mengadakan penyuluhan tentang hukum atau penyuluhan tentang tumbuh kembang kepribadian anak sehingga ABH tidak melakukan pengulangan tindak pidana lagi. Â Peran PK semakin sentral ketika Kitab Undang -- undang hukum pidana yang terbaru telah rampung diketok palu oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 6 Desember 2022 lalu.Â
Secara garis besar didalam KUHP yang baru ini tidak lagi mengedepankan keadilan retributive dimana hukum pidana didalam keadilan retributive hanya akan menjadi sarat balas dendam dan tentu saja akan berdampak pada overcapasitas yang terjadi didalam Lapas, kasus yang seharusnya dapat diselesaikan secara win-win solution tidak bisa direalisasikan dikarenakan core dari hukum dinegeri ini sebagian besar masih menganut peninggalan kolonialisme, saat ini KUHP yang disahakan menjadi Undang -- undang Nomor 1 Tahun 2023 meski pidana penjara masih menjadi pidana pokok namun bukan lagi yang utama melainkan saat ini lebih mengedepankan keadilan corrective, restorative dan rehabilitative. Â
Apa itu Keadilan Corrective, Restorative dan Rehabilitative ? Keadilan Corrective berkonsep pada membenahi yang salah, memberikan kompensasi pada korban yang dirugikan dan memberikan hukuman yang pantas bagi pelaku, pada KUHP yang baru keadilan corrective tercermin pada pemberian efek jera bagi pelaku tindak pidana terutama yang mengancam keselamatan jiwa. Keadalian Rehabilitative berkonsep pada perbaikan perilaku pelaku tindak pidana, dalam KUHP yang baru tidak hanya memberikan sanksi saja namun juga memperbaiki tindakannya sehingga tidak terjadi pengulangan, keadalian rehabilitative ini menurut penulis relevan dengan nilai kemanusiaan dan keadaan sosial masyarakat saat ini.Â
Keadilan Restorative berkonsep penyelesaian melalui jalur non penal dengan menitik beratkan pada proses reintegrasi sosial, konsep reintegrasi sosial itu sendiri adalah proses memulihkan hubungan hidup, penghidupan dan kehidupan dari orang yang terjerat kasus hukum. Penerapan konsep keadilan restoratif tersebut terutama berkaitan kasus dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun dan denda dibawah Rp 2.500.000,00, hal tersebut sudah diatur didalam Pasal 75 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 pada kasus dengan ancaman pidana tersebut hakim dapat menjatuhkan hukuman berupa pengawasan namun tentu saja tetap mengacu dengan persyaratan yang terdapat pada Pasal 51 -- 54 serta Pasal 70.Â
Pada proses pengawasan inilah PK menjalankan perannya dan didalam proses tersebut PK dapat melakukan pembimbingan baik itu pembimbingan kepribadian maupun kemandirian sehingga orang tersebut dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Berdasar hemat penulis, di era baru sistem pemidanaan Indonesia ini Pembimbing Kemasyarakatan bak rising star yang sedang naik daun, KUHP dan Undang -- undang Pemasyarakatan yang baru berjalan selaras dengan mengedepankan keadilan restoratif sebagai marwahnya. Dengan begitu PK memiliki peran sentral baik pada proses pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi.Â
Pemasyarakatan yang terletak pada bagian hilir pada sistem peradilan pidana memiliki peran untuk membina dan membimbing orang -- orang yang sedang menjalani pidana menjadikan PK sebagai aktor utama untuk mengeksekusi amanah yang sudah dituangkan didalam undang -- undang. Semoga dengan diberi ruang gerak lebih didalam PK mampu menjalankan misi yang sudah dituliskan dalam undang -- undang yang baru dengan baik.Â