Sebanyak empat warga binaan kasus terorisme di Lapas Kelas I Bandar Lampung melaksanakan Ikrar Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat warga binaan tersebut adalah Muhammad Arifin bin Misman, Teuku Maulizansyah bin Teuku Ramli Taeb, Afrizal bin Abdullah, dan Supriatin bin Abbas.
Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kemenkumham Lampung, Kusnali, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan bahwa di Lampung terdapat 16 warga binaan kasus terorisme yang tersebar di lima Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu Bandar Lampung, Kotabumi, Gunung Sugih, dan Kota Agung.
"Dari 16 warga binaan terorisme ini, sebelum keempat orang yang hari ini mengucapkan ikrar setia pada NKRI, tujuh lainnya telah terlebih dahulu melakukannya," ujar Kusnali.
Kusnali juga menyampaikan bahwa keberhasilan membawa para warga binaan kasus terorisme kembali ke pangkuan NKRI merupakan hasil dari upaya bersama antara lembaga pemasyarakatan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88. Semua pihak terlibat dalam proses pembinaan yang intensif untuk mengubah pandangan para warga binaan tersebut.
"Saya mengucapkan terima kasih atas kolaborasi dalam membina para napi kasus terorisme, semoga ini menjadi ladang ibadah bagi kita semua. Mudah-mudahan langkah empat orang ini ke depannya akan diikuti oleh warga binaan kasus terorisme lainnya," kata Kusnali.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas I Bandar Lampung, Saiful Sahri, menyampaikan rasa syukurnya atas hasil pembinaan yang telah dilakukan bersama dengan stakeholder terkait. Menurutnya, ikrar setia pada NKRI yang dilakukan oleh empat warga binaan tersebut merupakan langkah positif yang diharapkan dapat menjadi titik balik bagi mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih cinta kepada tanah air.
"Semoga mereka bisa istiqomah dan terus berkembang menjadi manusia yang baru. Saya berharap ini adalah awal yang baik untuk mereka," ujar Saiful.
Muhammad Arifin, salah satu warga binaan yang ikut dalam ikrar, mengungkapkan rasa bahagianya bisa kembali menjadi bagian dari warga negara yang mencintai tanah air setelah menjalani masa pembinaan. Menurut Arifin, selama berada di Lapas Kelas I Bandar Lampung, dirinya merasa mendapatkan perhatian layaknya orang tua dari para pembina.
"Kami merasa menemukan orang tua baru di Lapas selama menjalani pembinaan. Kami siap membantu tugas aparat untuk melawan radikalisme melalui diskusi dan dialog. Paham radikalisme yang menyebarkan kebencian adalah hal yang sangat salah," kata Arifin.
Selama menjalani pembinaan, Arifin juga berhasil menulis sebuah buku berjudul Setiaku untuk NKRI. Buku ini berisi pesan cinta kepada tanah air dan diharapkan dapat menjadi edukasi bagi masyarakat serta pembelajaran bagi dirinya dan teman-teman lainnya. Dalam bukunya, Arifin menyampaikan pentingnya untuk mewaspadai egoisme spiritual dan tidak salah memilih guru. Ia juga menekankan bahwa Lapas merupakan sebuah laboratorium spiritual.