Mohon tunggu...
Elsa Ameera
Elsa Ameera Mohon Tunggu... -

..real human

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pamer Kesederhanaan ala Jokowi

15 Mei 2014   07:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400086801842363303

[caption id="attachment_323720" align="aligncenter" width="242" caption="Spanduk Pamer Jokowow (source: WA)"][/caption]

Pamer atau pameran berkonotasi sebagai aktivitas menunjukkan sesuatu yang "wah" atau "wow". Pamer kekayaan, pamer kekuasaan atau pun pameran lukisan sekalipun tentunya merupakan manifestasi untuk menunjukkan sesuatu yang lebih dibandingkan yang dipamerin.

Ketika bermunculan para pejabat yang pamer kekayaan, mobil mewah, rumah megah, jam tangan mahal, baju bermerek bahkan pamer istri banyak, ada satu sosok yang tampil dengan kesederhanaan dan keluguannya. Tidak lain dan tidak bukan itulah sosok Jokowi, capres yang digadang oleh Sang Moncong Putih.

Dalam konteks "pamer", wujud dan penampakan Jokowi tentunya kontradiktif jika kita sebut sebagai pameran. Bukan hal "wah" atau "wow" yang diusung oleh Jokowi tapi hal yang sebaliknya, kesederhanaan. Saya coba mengambil sedikit sudut pandang lain melihat kesederhanaan Jokowi ini dan saya sebut sebagai pamer kesederhanaan atau dengan kata lain sengaja menunjukkan kesederhanaan tadi agar dilihat oleh orang lain.

Sebagai analogi yang gampang bisa coba kita perhatikan tayangan Srimulat atau lawakan komedi yang lain. Usaha untuk menonjolkan seorang tokoh atau karakter bisa dengan kondisi yang terbalik dengan idealisme di dunia nyata. Karakter yang sering dipamerkan atau ditonjolkan di dunia nyata adalah hal yang lebih dibanding standar atau orang biasa. Di dunia perlawakan, penonjolan karakter seorang tokoh bisa dilakukan dengan situasi yang terbalik. Semakin bodoh sang tokoh, semakin culun tampangnya, semakin amburadul gaya bicaranya, usaha pembentukan karakter akan mudah untuk dibentuk dan di"pamer"kan. Ujungnya adalah "menjual" sesuai keinginan pasar dalam hal ini adalah penonton.

Di panggung politik hal ini juga bisa menjadi sebuah strategi yang cukup ampuh untuk diterapkan. Sosok "culun" Jokowi dengan penampilan sederhana, gaya bicara ringan tanpa emosi menggebu, konsep low profile yang dibawakan merupakan "jualan" yang sangat laris manis dan langsung mengena di mata rakyat sudah cukup kenyang dengan suguhan kondisi para birokrat saat ini dengan pameran gelimang harta dan gaya hidup hasil penyunatan uang rakyat.

Media merupakan sarana yang sangat efektif sebagai galeri seni tempat pameran kesederhanaan Jokowi dibuka untuk umum. Turun lansung ke jalanan untuk blusukan juga tak ubahnya sales door to door yang langsung melakukan demo produknya di rumah calon pembelinya. Targetnya tentu saja tetap, jualan laris manis, untung bisa dikantongi.

Saya menyebut strategi Jokowi ini sebagai pameran kesederhanaan untuk menunjukkan sang tokoh menjadi Jokowow, "wow" dalam kesederhanaan. Gaya berlebihan dengan pameran kekayaan dan kekuasaan tentunya merupakan hal yang membuat mual rakyat, tapi sebuah kesederhanaan yang dipamerkan juga bisa menjadi hal yang berlebihan. Maksud saya bahwa setiap tokoh atau karakter tentunya bisa menempatkan atau memantaskan dirinya untuk karakter yang dia perankan. Fasilitas yang menjadi hal seorang buruh dengan gaji standard upah minimum tentu saja akan berbeda dengan yang diberikan untuk seorang Manager atau pun Direktur dan semuanya harus bisa membawa diri sesuai peranan dan karakter yang dimainkan. Perusahaan tidak akan berkembang jika sang Direktur mempunyai pola pikir ala buruh dan melakukan aktivitas bukan sebagai karakter sang Direktur apalagi berpura-pura menjadi seorang buruh untuk mendapatkan dukungan dari sesama buruh demi menciptakan sebuah perusahaan.

Jokowow Effect memang sebuah terobosan yang cukup efektif paling tidak sampai dengan saat ini. Rakyat merasa menemukan sosok yang mewakili dirinya, rakyat biasa yang bersahaja. Panggung politik memang tak ubahnya sebuah pangggung hiburan pagelaran lawak. Karakter yang dibangun di dalamnya akan mengikuti scenario yang diarahkan oleh Sang Sutradara. Improvisasi yang menyimpang dari scenario bisa mengakibatkan sang tokoh dipecat dari posisinya karena sudah tidak menjual sesuai harapan Sang Produser.

..real human

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun