Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sumatif, Jalan Terjal bagi Pendidikan Ismuba Relevan-Fungsional?

12 Oktober 2023   23:25 Diperbarui: 12 Oktober 2023   23:28 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan Ismuba (Al Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab) merupakan mata pelajaran khusus di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Harapan besarnya, dengan Ismuba akan terwujud pendidikan yang holistik-integratif (Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah; 3). Pada basis-basis sekolah Muhammadiyah , Ismuba erat kaitannya dengan pendidikan dan pengamalan ajaran agama Islam. Sehingga Ismuba menjadi living values bagi peserta didik, guru, warga Muhammadiyah dan lebih luas lagi bagi umat Islam keseluruhan. Idealitas tersebut, kemudian diupayakan dengan terus dilakukannya pencarian format pendidikan Ismuba yang relevan dan fungsional.  Dalam majalah Suara Muhammdiyah Edisi 18 Rabbiul Awwal 1445 H, Mohammad Ali (Anggota Majlis Dikdasmen PP Muhammdiyah) memberikan diskripsi rambu-rambu tentang pendidikan Ismuba yang relevan dan fungsional. Pertama, Ismuba adalah  sebagai suatu cara pandang Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam harus dipahami secara  utuh-holistik yang secara penerapannya dilakukan secara luwes. Kedua, pada tingkatan hulu kebijakan cukup memberikan standar minimal capaian mata pelajaran Ismuba dan rambu-rambu implementasi sembari memberikan keleluasaan kepada masing-masing daerah maupun sekolah untuk mengembangkan sesuai dengan kondisinya sehingga tidak menutup kemungkinan muncul best practice. Ketiga, kemasan pendidikan Ismuba tidak hanya sebatas mata pelajaran, tetapi juga intra dan ekstrakurikuler yang pada urutannya akan membentuk budaya unggul -berkemajuan.

Akhir-akhir ini upaya-upaya pencarian pemformatan dan implementasi pendidikan Ismuba dengan tawaran di atas tidak semulus yang diharapkan. Dengan kurikulum merdeka sekarang ini, sekolah Muhammadiyah memiliki keleluasaan untuk tampil beda (berdeferensiasi) dengan konteks dan kondisi sekolah masing-masing. Namun pada level kepemimpinan Majlis Dikdasmen, kerap kali moment assessmen sumatif diseragamkan instrumen soalnya. Hal tersebut menjadi sandungan kecil yang akan menjadi jalan terjal pencapaian pendidikan Ismuba yang relevan-fungsional. Sekolah-sekolah dibawah naungan Majlis Dikdasmen di berbagai daerah berjumlah fantastis dan masing-masing memiliki kondisi yang beragam, walaupun sama-sama Muhammadiyah. Ada sekolah yang telah mumpuni sarana prasarananya, input siswanya, tenaga pendidiknya. Dan ada pula sekolah Muhammadiyah, yang masih berjibaku dengan sarpras tidak memadai, input peserta didik yang kemampuannya masih harus di-push lagi, serta tenaga pendidik yang belum sepenuhnya ber-Muhammadiyah.

Kalimat lainnya, assesment sumatif dengan instrumen soal yang disamaratakan justru akan menjadikan tawaran Mohammad Ali pada poin kedua terganggu implementasinya. Karena, nantinya sekolah-sekolah tersebut akan lebih sibuk berjibaku dengan sumatif yang seragam itu. Lalu kencederungan untuk berkompetisi pada level pemahaman  materi pembelajaran Ismuba akan marak yang justru menyebabkan nilai-nilai kolaboratif sulit terwujud. Dan pada gilirannya kemunculan best practice yang berdeferensiasi dari sekolah akan jauh panggang dari api. Tawaran agar sumatif pendidikan Ismuba itu dikelola secara mandiri oleh sekolah masing-masing patut untuk dipertimbangkan. Karena sekolah terkait tentunya lebih paham dengan pemahaman peserta didiknya, sehingga intrumen sumatif dapat disesuaikan dengan kebutuhan kontekstual peserta didik. Secara sederhananya, capaian standar pembelajaran Ismuba yang diharapkan oleh pengambil kebijakan di hulu dapat juga tercapai dengan konteks kemampuan sekolah Muhammadiyah masing-masing.

Ringkasnya, pendidikan Ismuba yang relevan-fungsional adalah format pendidikan Ismuba yang kontekstual. Dimana  sekolah-sekolah milik Muhammadiyah dapat menyusun format-format praksisnya untuk mendatangkan pengalaman ber-Muhammadiyah bagi siswa dan guru, selaras dengan kebutuhan dan kepentingannya. Modal pengalaman ber-Muhammadiyah itulah yang akan menjadi kekuatan besar warga Muhammadiyah  dalam mewujudkan kultur berkemajuan dengan value Islam yang sebenar-benarnya.

Author: Rio Estetika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun