Ramai di media masa, menteri agama Fachrul Razi melancarkan wacana kontroversial tentang pelarangan memakai cadar dan celana cingkrang bagi ASN dan PNS di lingkungan instansi pemerintahan.
Kemenag beranggapan ide ini adalah positif dengan dalih keamanan. Kendati masih dalam bentuk wacana dan masih dalam proses pengkajian, ide kemenag tersebut menuai ragam reaksi dari bebagai kalangan.
Pertanyaan mendasar, pelarangan pemakaian cadar dan celana cingkrang dengan alasan keamanan masih ambigu dan tidak memiliki korelasi yang konkret antara cadar dan celana cingkrang dengan situasi keamanan.
Penggunaan cadar dan celana cingkrang merupakan urusan privat dan sebagai bentuk ekspresi ketaatan dalam beragama. Tentu negara terkesan tidak etis mengatur bahkan melarang penggunaan atribut agama. Sebab dalam nomenklatur negara ini,seluruh masyarakat berhak bebas beragama dan berkeyakinan.
Jika negara tetap memksakan berarti negara telah ingkar kepada komitmen yang dibuatnya sendiri. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan menimbulkan potensi pelanggaran HAM.
Di sisi lain pembatasan/pelarangan cadar dan celana cingkrang menjadi satu kebijakan yang justru dinilai sebagai sebuah kemunduran dalam kebijakan publik. Logikanya pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan akan mempertimbangkan kehendak dan kebutuhan publik.
Namun , persoalan cadar dan celana cingkrang ini terdapat keganjilan dimana malah justru membuat polemik di masyarakat. Ini akan memicu penilaian publik bahwa penyelenggara negara menjalankan kepentingan negara rasa sektarian.
Negara lebih bijak apabila menegaskan semangat untuk tidak melanggar prinsip keberagamaan dan menghargai hak individu dalam melaksanakan kaidah keyakinannya.
Apabila memang cadar dan celana cingkrang itu tidak sesuai aturan, tinggal negara membuat regulasi yang mengakomodir tipe pakaian tertentu sesuai aturang agama masing-masing.
Dengan begitu semua agama akan merasa diayomi oleh negara. Jika kementerian manapun tidak mampu melakukan hal ini, maka sesungguhnya negeri  ini masih gamang dalam merespon sebuah fenomena keragaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H