Mohon tunggu...
Humam Mutawakkil
Humam Mutawakkil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Program Studi Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Duta Bahasa DIY.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mengenang 40 Hari, Kisah Satu Hari Sebelum Batua Pergi

23 Juli 2024   21:11 Diperbarui: 23 Juli 2024   21:41 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: dokumen pribadi

Batua (sapaan akrab kami untuk kakek) adalah sosok yang perhatian, gemati, dan tentunya sangat sayang kepada cucu-cucunya. Kepergaian beliau menjadi hal yang sangat mengagetkan bagi kami, terkhusus bagi keluarga besar 'Bani Sodikin'. Bagaimana tidak kaget? Batua pergi tanpa ada tanda-tanda yang dapat dimengerti seperti kebanyakan orang tua lainnya, seperti sakit misalnya. Tidak ada rasa sakit berat yang beliau alami menjelang kepergiannya. Tidak ada yang tahu persis pula pada pukul berapa batua pergi. 

Satu hari sebelum kepergiannya, batua hanya berpesan agar minta dibangunkan untuk makan sahur karena esoknya berniat untuk berpuasa tarwiyah (puasa pada tanggal 8 dzulhijjah). Padahal tanpa dibangunkan pun, batua sudah senantiasa bangun sendiri pada dini hari, memasak air sendiri untuk digunakan mandi, dilanjutkan salat malam di kamarnya, dan menjelang subuh beliau berangkat ke musola untuk melantunkan tarhim. 

Di usianya yang sudah cukup rentan (82 tahun), sangat mandiri bukan? Tapi itu kira-kira batua yang mandiri atau kami yang kurang perhatian? Batua istiqomah melantunkan tarhim setiap pagi untuk mengajak orang-orang agar bangun dari tidurnya untuk melaksanakan salat subuh. Lantunan tarhim yang selalu kami harapkan agar dapat kami dengar kembali di setiap fajar, namun itu hal yang mustahil. Peratanyaannya, adakah yang menggantikan batua melantunkan tarhim setiap subuh selepas beliau pergi? Jawabannya adalah "BELUM".

Kembali ke kisah, beliau meminta dibangunkan untuk melaksanakan makan sahur. Ketika anak ketiga menengok batua untuk membangunkan, batua terlihat masih berbaring di kasurnya. Tidak seperti hari-hari biasanya yang mana beliau sudah duduk di sajadahnya sambil menggerak-gerakkan tasbihnya. Beberap waktu kemudian, anak ketiganya ini kembali lagi mengecek kamar batua, dan di sinilah kepanikan mulai muncul. 

Ketika dibangunkan, tidak ada respon sama sekali dari batua. Melihat kejadian tersebut, ia memanggil sanak-sanak saudara terdekat untuk datang dan menelpon kerabat-kerabat di perantauan untuk mendoakan batua agar bisa sadar. Setelah ditunggu beberapa saat ternyata batua tidak hanya sadarkan diri untuk sementara, namun memang sudah tidur untuk selamanya. 

Tidak ada yang tahu persis pada pukul berapa batua pergi. Beliau pergi dalam keadaan tenang, kondisi kamarnya sangat rapi seakan sudah disiapkan untuk menyambut kedatangan malaikat maut. Posisi beilaupun tampak sudah sebagaimana orang meninggal, kedua tangan dalam keadaan bersedekap dan tubuh dalam posisi telentang.

Satu hari sebelum kepergian, batua juga sempat berpesan kepada salah satu santri agar besok memberi makan kepada binatang ternak peliharaanya. Seakan memberikan isyarat bahwa esok hari batua sudah tidak dapat memberikan makanan kepada hewan ternak sebagaimana hari biasanya. Batua juga sempat meminta agar beilau difoto sendirian dan kemudain dicetak dan dipajang di dinding agar dapat menjadi kenang-kenangan sebelum beliau wafat. Namun belum sempat kami memfotonya, beliau sudah pergi terlebih dahulu.

Oh ya, tulisan ini dibuat khusus untuk mengenang kepergian batua kami tercinta "H. SODIKIN BIN YAHYA". Proses penulisan tulisan ini ditemani oleh cucuran air mata yang tak dapat terbendung dari awal hingga akhir. 

Teruntuk batua, semoga tenang di alam sana dan diberikan tempat ternyaman. Mohon maaf kami sebagai anak cucu belum bisa merawat batua dengan baik. Setelah batua pergi, kami baru sadar bahwa engkau adalah 'Sebuah Aset' yang sangat penting dan berharga bagi kami.

Alfatihah...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun