Mohon tunggu...
Humaidah Hasibuan Hasibuan
Humaidah Hasibuan Hasibuan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bekerja di IAIN Sumatera utara

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

De' Alya

27 November 2015   01:30 Diperbarui: 27 November 2015   02:46 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

hari ini, yang kesekian kalinya...

de' alya meringis pagi-pagi, gerak super lamban dan bilang: " awak gak mau sekolah", prengat-prengut setelah dengan susah payah aku dan ayahnya menggunakan pujukan, rayuan, belaian, ancaman pukulan bahkan hingga pukulan untuk hanya membangunkan, menyuruh mandi lalu berulangkali memanggil untuk segera selesaikan tugas mandinya. Beda kondisinya kalo de' alya tahu tentang rencana kita sekeluarga akan pergi, bangun pagi, dengan hanya sekali saja dipanggil namanya: "de alya, bangun" , langsung ke kamar mandi dengan riang gembira dan beres-beres sendiri barang-barangnya tanpa dibantu.

setiap pagi, ritual pergi sekolah de' alya yang kami jalani harus dibarengi dengan memutar otak agar de' alya tetap mau sekolah. makan waktu dan menguras energi pagi, mana aku harus mempersiapkan segala hal termasuk kerjaanku juga. Terkadang dengan marrraah..., gondok campur usaha sekuat tenaga untuk tetap bisa sabar, menawarkan segala alternatif pada de' alya agar tetap mau pergi sekolah misalnya singgah untuk jajan ke alfamart dulu. tentu tidak bisa setiap pagi, ke alfamart itu, minimal Rp. 15.000 untuk tambahan bontot makan siangnya harus kukeluarkan dari kocek sebagai pujukan. tak jarang, kami terlambat tiba di sekolah dan kadang-kadang, aku nyerah juga disambut senyum mengembang dibibir de' alya bila kuputuskan tak sekolah dengan segala persyaratannya: gak boleh nonton tv, harus baca buku sekolah, bantu mamak di rumah..., ya..., ya... katanya sambil tertawa ngakak. begitu,.... setahun, dua tahun, dan ini tahun ketiga...

hingga, aku memutuskan untuk ketemu gurunya, membicarakan hal ini.

aku termasuk pada orang-orang yang berpendapat untuk tidak banyak campur tangan mengintervensi dengan "memesan" guru agar memberi  perhatian lebih pada anakku. aku lebih suka anakku tumbuhkembang prestasinya alami saja. aku berprinsip bahwa perhatian harus diberikan pada anak di rumah dengan memotivasi dan membantunya belajar. aku berharap anakku mandiri menghadapi kehidupannya sendiri. tetapi, barangkali beda kondisinya dengan apa yang de' alya alami, tidak nyaman di sekolah, bahkan berulangkali tercetus dari bibirnya mau pindah sekolah aja membuat aku semakin risau. urusan pindah sekolah, aku harus menyediakan waktu lagi untuk itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun