Mohon tunggu...
Humaidah Hasibuan Hasibuan
Humaidah Hasibuan Hasibuan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bekerja di IAIN Sumatera utara

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ibrahim dan Randa

3 Oktober 2015   09:56 Diperbarui: 3 Oktober 2015   10:17 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibrahim dan Randa dua sahabat karib. Sama-sama senang salat ke Mesjid dan sama-sama salat mereka ikut-ikutan saja. Berpegangan tangan, tersenyum riang gembira dengan langkah tegap mereka menuju mesjid.

 

Tak jarang orang-orang yang melihat menyungging senyum, lucu, kata mereka. Demikian zuhur, ashar, magrib dan Isya namun tidak demikian pada salat subuh. Dua-duanya sedang tidur pulas di rumah masing-masing. Walau begitu, semangat mereka untuk salat ke mesjid kukira memang perlu di contoh. Perlu di tiru.

 

Ibrahim empat tahun. Randa, mungkin empat belas tahun ya bang…tebakku. Nggak ah, kayaknya seumur anak SMA, sahut abang. Dia memang tinggi, mungkin hampir setinggi abang walau agak kurusan. Ibrahim belum pandai mengaji, belum sekolah dan belum begitu fasih menyebut huruf ‘r’ di awal dan di ujung kata tapi kalau ‘r’nya di tengah kata, sudah jelas. Randa, tidak pandai mengaji, tidak sekolah dan cuma bisa bilang ‘aaa, aaa, aaa’ dengan suara yang keras kalau ia sedang memberi tahu sesuatu dan terkadang lembut kalau ia sedang meminta. Persahabatan datang dari lubuk hati terdalam. Tidak ada kepentingan materi di sana. Seperti yang sedang dicontohkan Ibrahim dan Randa. Mereka kontras sekali, tetapi, persahabatan memang tidak memandang apapun. Mereka membuktikannya.

 

Semua berawal dari maksud abang yang ingin mengenalkan Ibrahim dengan mesjid. ‘Ibrahim harus terbiasa ke mesjid sejak sekarang’, kata abang.

 

‘Apa tidak terlalu cepat bang?’ Tanyaku, ‘nanti dia ribut di sana dan malah mengganggu orang-orang salat’.

 

‘Coba aja dulu’, jawab abang, yaa sudah…pikirku.

Bersama Kak Indah, kakak Ibrahim, mereka dibimbing berwudhu’ oleh ayahnya dan beres-beres perlengkapan salat. Alya, adik Ibrahim hanya melongo melihat ayah, kakak dan abangnya sibuk-sibuk.

 

Salat pertama Ibrahim ke mesjid pakai baju koko oranye yang dibelikan neneknya dua tahun yang lalu, pake lobe kekecilan ayahnya yang salah beli. Ibrahim gembira sekali. sigap tegap mengikuti langkah ayah diiringi kakaknya menuju mesjid Al-Ikhlas di depan rumah. di situlah awal pertemuannya dengan Randa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun