Mohon tunggu...
Humaida Yahya
Humaida Yahya Mohon Tunggu... Editor - Newbie

Taat bahagia, maksiat pasti sengsara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nyaman dalam Maksiat (Part 2)

6 Desember 2020   07:00 Diperbarui: 6 Desember 2020   09:31 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap maksiat yang dilakukan pasti meninggalkan jejak. Tidaklah kesesakan itu ada, kecuali karena maksiat. Tidaklah futur itu datang, kecuali karena maksiat. Tidaklah shalat malam, tilawah harian, dzikir pagi dan petang itu hilang, kecuali karena maksiat. Tutup Handphone-mu, bukalah mushafmu, hentikan kebiasaan terburu-buru dalam shalatmu, panjangkan dzikir dan do'amu, bukan malah bersegera mengecek notifikasimu.

Kita sebenarnya tahu bahwa ketenangan itu tidak ada pada game, pada stalking
masalalu, tapi tetap saja kita terus menerus mengulang hal yang sama, membuat diri kehilangan akan nikmatnya beribadah kepada Allah. Jika hati terlalu kotor, hingga tak mampu duduk berlama-lama dengan Al-Qur'an, paling tidak cobalah untuk bangkit dari kasur, keluar dari rumah, lihatlah betapa dunia ini berjalan atas kuasa Allah SWT. Janganlah menjebakkan diri pada hal yang terus menyesakkan hati, istirahatlah sejenak dari dunia media sosialmu, karena kehidupan nyata lebih perlu diperhatikan olehmu.

Kamu mulai mengeluh, ibadahmu mulai berantakan, tak ada lagi ketenangan dalam shalatmu, dan jarakmu kepada maksiat tiap hari semakin dekat, bahkan semakin akrab. Apa yang salah? Begitu tanyamu pada diri. Lantas kau coba mencari jawaban atas semua pertanyaanmu.

"Sulit sekali ya untuk terus Istiqomah?"
"Ibadah itu ternyata capek ya?"
"Ikut ngaji itu jenuh ya?"

Begitulah kalimat-kalimat yang kini mulai terngiang-ngiang dipikiranmu. Sahabatku, ada yang ingin aku sampaikan. Jalan menuju neraka itu memang terliat indah karena ia dihiasi dengan hal-hal yang menyenangkan hawa nafsu, sedangkan jalan menuju surga itu penuh
dengan duri-duri dan hal-hal yang di benci oleh hawa nafsu. Meskipun begitu, bagi orang-orang yang telah merasakan nikmatnya beribadah, duri-duri yang mengelilingi jalan menuju surga bukan menyakitkan, tetapi malah menguatkan. Karena nafsu yang tadinya merusak telah
tekendali sebab sudah dikalahkan oleh ketaatan. Ketika mereka diuji, mereka tak memaki, apalagi menghakimi Tuhan, karena mereka sadar, ujian ada agar tak lelah tangan mereka berdoa, meminta pertolongan kepada Allah. Apapun akan mereka korbankan karena merekapun tahu sulit yanng mereka rasakan dalam taat tidak akan selamanya, yang akan selamanya adalah balasan pahalanya. Surga menanti orang-orang yang sabar menuju jalan kebaikan.

Dan kenikmatan beribadah itu tidak akan bisa dirasakan oleh manusia-manusia yang imannya masih sebatas ucapan, belum menancap di dalam hati. Maka ini saat nya kita memeriksa kembali, siapa yang berthta di dalam hati kita? Apakah itu Allah atau yang lainnya? Jangan-jangan lisan saja yang hijrah, tapi tidak di hati, ia masih tertawan kepada dunia dan
mungkin kepada seseorang. Tidak mungkin bila merasakan nikmat beribadah jika hati yang pernah utuh hadir saat beribadah. Bagaimana bisa mau menghadirkan hati secara utuh apabila
ia masih tertawan pada hal yang lainnya? Semoga Allah anugerahkan kepada kita kenikmatan beribadah dan kekuatan dalam hijrah.

Istiqomah merupakan bukti bahwa cinta kita kepada Allah itu benar-benar nyata.
Keimanan kita menancap dengan sesungguhnya. Sebab keistiqomahan dan keimanan letaknya bukan pada perkataan namun juga mengakar dalam hati dan berbuah dalam amalan. Tapi satu yang juga yang harus kita pahami, iman kita pasti suatu waktu bisa saja jatuh, dan itu hal yang normal. Karena memang iman tercipta seperti itu ada masa naiknya dan ada pula masa turunnya. Maka istiqomah itu bukan tentang kita yang tidak pernah jatuh dalam lubang-lubang dosa, tapi tentang kita yang kembali untuk bangkit, segera bertaubat setelah sebuah kesalahan dosa yang kita perbuat. Jangan pernah biarkan diri kita nyaman dalam kemaksiatan! Tidak mudah memang mempertahankan keimanan di tengah derasnya fitnah akhir zaman. Orang
pacaran di mana-mana, zina dianggap sebuah hal yang lumrah, liberalisme dianggap keren, sedangkan beragama malah dianggap kuno. Namun, kita tetap harus bertahan dalam keimanan karena itulah satu-satunya jalan untuk mendapatkan ridho dan surganya Allah SWT.

Ketaatan juga butuh kesabaran, kenikmatan ibadah juga butuh usaha keras untuk didapatkan. Bersabarlah sungguh hatimu sedang Allah tempa, perlahan menghilangkan noda-noda dosa, hingga ia bersih kemudian siap menerimah kenikmatan tertinggi dalam ibadah. Jangan menyerah, walau kita belum dapat khusuknya beribadah, setidaknya kita mendapatkan istiqomahnya, Allah tau hamba-Nya sedang berusaha.

Teman-temanku yang dirahmati oleh Allah SWT. Carilah teman yang baik sebab teman memiliki pengaruh besar dalam kehidupan kita. Bertemanlah dengan mereka yang cerdas dalam hidup, yang turut mendorongmu mempelajari hal-hal baru dan mendorongmu untuk semakin berkembang. Bertemanlah dengan orang yang shaleh yang senantiasa jujur dalam
ucapan, menepati janji, menjaga mulutnya dari perkataan yang sia-sia, senantiasa mengajakmu untuk berbuat ketaatan, dan dekat dengannya membuatmu semakin dekat dengan sang
pencipta. Jangan berteman dengan orang yang fasik, yang senantiasa melakukan kemaksiatan. Berteman dengan orang fasik bisa mematikan hatimu dan menggagalkan hijrahmu sebab semakin dekat dengan mereka maka semakin membuatmu jauh dari Allah. Namun begitu, kita tak bisa hanya menuntut orang untuk menjadi teman baik, kita juga sudah tentu harus menjadi teman yang baik untuk orang lain.


Jadilah teman yang siap membantu, baik dengan harta maupun dengan tenaga apabila teman kita sedang berada dalam kesulitan. Jaga mulut kita untuk tidak menceritakan aib-aibnya. Tidak berkata yang akan menyakiti hatinya dan senantiasa berterima kasih atas kebaikan yang ia lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun