Mohon tunggu...
Humaida Yahya
Humaida Yahya Mohon Tunggu... Editor - Newbie

Taat bahagia, maksiat pasti sengsara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nyaman dalam Maksiat (Part 1)

6 Desember 2020   05:21 Diperbarui: 6 Desember 2020   05:40 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu penyakit berbahaya adalah ketika kita telah nyaman dalam perbuatan kemaksiatan, hal ini bisa membuat kita kehilangan nikmatnya beribadah. Shalat hanya sebatas menjalankan kewajiban. Bahkan hampir setiap hari memakan harta haram, beralibi bahwa Allah tak sediakan jalan mencari harta yang halal, tak sadar kalimat itu sama saja kita telah menghina Allah. Padahal Allah telah hamparkan bumi begitu luas dan rizki begitu banyak. Rizki Allah itu pasti ada, bagi mereka yang bertawakal dan berusaha.

Dahulu dengan penuh keyakinan kamu tinggalkan kemaksiatan, cahaya hidayah itu menghampiri hatimu. Hubungan yang belum waktunya kamu putuskan, pekerjaan yang haram kamu tinggalkan, ibadah yang selama ini berlubang kamu sempurnakan. Pakaian yang dulunya terbuka, kini sudah tertutup indah sesuai syariat Allah, lisanmu selalu basah mengagungkan namaNya, tuturmu kian halus akhlakmu kian mulia. Namun sayang, perlahan kamu mulai seperti kehilangan tujuan hidup, semangatmu luntur, tekadmu rapuh. 

Makin hari kebaikan semakin menjauh, shalat mulai ditunda-tunda, amalan sunnah mulai tiada, tenggelam dalam lautan hiburan yang sebenarnya semakin menyesakkan. 

Bahkan, zina kini kamu biaskan, dengan label syar'i kamu berdalih agar bisa berduaan dengan seseorang yang bukan mahram. Awalnya hanya chat biasa perihal agama tapi makin lama, kini malah menjadi chat mesra. Kemana semangat awal-awal hijrahmu dahulu? apakah sekarang sudah tidak tersisa lagi?

Bukankan surga belum engkau raih? Kamu terlalu jauh dari tujuan yang ingin kamu dapatkan. Surga tidak disana, ridho Allah tidak disana, tidak ada pada kemaksiatan yang kini engkau anggap biasa. 

Kembalilah, walau kadang futur melanda, walau kadang malas mendera, jangan keluar dari jalan kebaikan ini terlalu jauh. Takutnya kamu lupa jalan untuk kembali. Naik dan turunnya iman adalah fitrah, tapi terus bertaubat adalah perintah. Tidak ada manusia yang suci, yang ada hanyalah manusia yang mau terus menyucikan diri.

Ingat-ingat kembali ketika kita menunda-nunda suatu kebaikan, suatu inadah, itu sama saja dengan kita sedang menghalangi jalan kita sendiri menuju surga Allah. Sejatinya bila hari ini kita kehilangan shalat tepat waktu, ibadah sunnah, tilawah Al-Qur'an. Maka kelalaian kita hari ini akan tercatat selamanya di catatan amal kita dan tak mungkin kita ulangi lagi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS. Maryam:59)

"Kelelahan dalam ketaatan itu akan hilang, tinggallah pahalanya. Dan kenikmatan melakukan kemaksiatan itu akan sirna, tinggallah dosanya" (Ibnu Jauzi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun