Mohon tunggu...
Hulwah Siti Fatimah
Hulwah Siti Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Senang dan antusias untuk menulis dan membaca banyak hal. Semangat untuk mempelajari hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Ibu: Terminologi yang Problematik

24 Desember 2022   11:40 Diperbarui: 24 Desember 2022   11:42 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional di Indonesia. Hari tersebut digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada wanita yang telah melahirkan dan mengurus anak. Oleh karena itulah, kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap Hari Ibu digunakan hanya untuk para ibu saja, padahal bila kita melihat kilas baliknya, tanggal 22 Desember tidak eksklusif digunakan hanya untuk kalangan ibu.

Pada sejarahnya, Hari Ibu Nasional dicetuskan sebagai penghormatan dan perayaan untuk mengenang semangat serta perjuangan para perempuan yang berkiprah dalam perbaikan bangsa. Selain itu, Hari Ibu juga hadir sebagai pengingat akan pentingnya eksistensi perempuan dalam berbagai aspek, khususnya dalam aspek kemerdekaan bangsa, dan mendobrak budaya patriarki yang menjadikan perempuan sebagai kaum subordinasi. Keberanian pejuang perempuan tersebut telah hadir di Indonesia sejak lama, contohnya pergerakan perempuan yang berubah menjadi perkumpulan telah muncul sejak tahun 1908 para era Budi Utomo. Pada tahun 1912, organisasi-organisasi perempuan telah banyak bermunculan, seperti Aisiyah, Wanita Katolik, dan Putri Merdeka. Secara tidak langsung pendirian organisasi tersebut dilatarbelakangi oleh tokoh-tokoh perempuan abad 19 yang telah banyak memberikan kontribusi pada perjuangan tanah air, yakni R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, dan Christina Tiahahu.

Pergerakan perjuangan tersebut juga telah memotivasi para pemimpin organisasi perempuan di berbagai wilayah Indonesia, sehingga mereka berkumpul untuk menyatukan pikiran serta semangat kemerdekaan negara dan kemerdekaan perempuan. Perkumpulan tersebut kemudian diketahui sebagai Kongres Perempuan I yang berlangsung dari tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut kemudian menjadi cikal bakal dari Kongres Perempuan atau Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Kongres Perempuan berlangsung hingga kongres ketiga, yakni pada tahun 1928, 1935, dan 1938. Kongres Perempuan ini membahas banyak agenda perjuangan perempuan, seperti persatuan perempuan Nusantara, peranan perempuan dalam kemerdekaan dan berbagai aspek, yaitu aspek pembangunan (kemajuan bangsa), aspek kesehatan (kesehatan ibu dan balita), aspek sosial, budaya, dan ekonomi (pernikahan usia dini bagi perempuan, penentangan perlakuan tidak wajar atas buruh wanita), serta aspek pendidikan (pembentukan Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH)). Penuangan pemikiran-pemikiran kritis dan upaya-upaya realisasi tersebutlah yang kemudian mencetuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional pada Kongres Perempuan III melalui Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1959.

Namun pada era Presiden Soeharto, pemaknaan Hari Ibu Nasional pun mengerucut menjadi perayaan khusus sosok ibu saja. Beberapa pihak menganggap bahwa pengerucutan ini terjadi akibat upaya dari domestifikasi perempuan agar dapat melanggengkan budaya patriarki dan meminimalisir pembangkangan secara politik. Sehingga, menurut saya, penting bagi kita untuk memahami sejarah dari suatu fenomena agar tidak menciptakan penggeseran makna seperti perayaan Hari Ibu di Indonesia. Selain itu, faktor krusial yang membuat makna Hari Ibu bergeser dari tujuan awalnya adalah penggunaan kata "ibu" dalam nama hari perayaan nasional, sehingga tidak salah kebanyakan masyarakat mengamini perayaan ini untuk sosok ibu saja. Penggunaan kata "ibu" ini tidak selaras dengan sejarah awalnya yang bertujuan untuk menghormati perjuangan perempuan nasional, karena menciptakan perayaan yang tidak inklusif bagi seluruh perempuan yang tidak memiliki status sebagai ibu, padahal pejuang perempuan bukan hanya dari kalangan ibu saja.

Oleh karena itu, saya merasa bahwa pencetusan kata "ibu" dalam perayaan nasional adalah sebuah problematika karena pada dasarnya tidak sama dengan sejarah dan tujuannya. Perayaan yang tepat untuk penghormatan kepada pejuang perempuan mungkin dapat berupa "Hari Perempuan Nasional" dan "Hari Tokoh Perempuan Nasional". Keduanya memiliki pemaknaan yang berbeda namun dengan tujuan yang sama, yakni bentuk penghormatan kepada pejuang seluruh perempuan, apapun statusnya sang perempuan, entah menjadi seorang ibu atau bukan seorang ibu. Namun perbedaannya, perlu kita sadari bahwa banyak perempuan di negara ini yang berjuang bertumpah darah demi nasibnya dan nasib kaumnya sebagai perempuan, sesuai dengan berbagai tingkat keistimewaan mereka masing-masing, namun tidak dikenal nama maupun jasanya sebagaimana tokoh nasional lain yang beruntung mendapatkan apresiasi dan gelar pahlawan.

Namun, penghilangan atau penghapusan kata "ibu" dalam Hari Ibu Nasional pun tidak dapat dilakukan, karena kita tahu bahwa peran sebagai seorang ibu bukanlah peran yang mudah, sehingga seluruh ibu pantas mendapatkan penghormatan dan apresiasi secara nasional. Di tanggal yang sama, pemerintah perlu berupaya meluruskan penggeseran makna sejarah yang ada kepada masyarakat dan menambahkan perayaan "Hari Perempuan Nasional" serta "Hari Tokoh Perempuan Nasional" agar menciptakan penghormatan yang inklusif bagi seluruh perempuan Indonesia.

Upaya kesadaran yang dapat kita lakukan kini adalah mengamini Hari Ibu Nasional sebagai penghormatan yang ditujukan kepada ibu dan seluruh perempuan pejuang yang bukan seorang ibu. Setelah kita memahami sejarahnya, kita juga harus mendukung kemerdekaan perempuan dari belenggu budaya patriarki dan mendukung pemberdayaannya dalam berbagai aspek kehidupan.    

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun