Mohon tunggu...
hukum bisnis indonesia
hukum bisnis indonesia Mohon Tunggu... -

Hukum adalah panglima untuk memperbaiki Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan PT Berkah Karya Bersama Bisa Batalkan Putusan BANI Terkait Kepemilikan MNC TV (TPI)

11 Februari 2015   20:19 Diperbarui: 4 April 2017   16:50 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Study Kasus

Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan PT Berkah Karya Bersama Bisa Batalkan Putusan BANITerkait Kepemilikan MNC TV (TPI)

I.Pengantar

Sebagai penyeimbang bagi kepentingan para pihak dalam putusan arbitrase, sebelum memberikan perintahpelaksanaan, diberikan hak untuk memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase telah diambil dalam suatu proses yang sesuai. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah Ketua Pengadilan Negeri tidak diberikan kewenangan untuk memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase. Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berbunyi sebagai berikut:

“Putusan Arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap ”

Melihat isi dari pasal tersebut secara lebih lanjut putusan yang telah dikeluarkan oleh lembaga arbitrase ataupun lembaga arbitrase ad-hoc hanya merupakan putusan arbitrase biasa yang tidak memiliki kekuatan. Kekuatan pelaksanaan putusan arbitrase harus didaftarkan di pengadilan negeri. Perlu disampaikan, bahwa pendaftaran dan pencatatan tersebut akan menjadi sangat berguna bagi pihak yang berkepentingan atas pelaksanaan

putusan arbitrase tersebut, jika salah satu pihak dalam putusan arbitrase tidak melaksanakan putusan arbitrase tersebut secara sukarela.

Pengaturan mengenai putusan arbitrase hanya terbatas pada isi dan pendapat arbiter yang dituangkan dalam klausul putusan arbitrase dimana hakim hanya akan memberikan penetapan untuk pelaksanaan putusan arbitrase. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak secara pasti menguraikan bagaimana pengadilan negeri dapat membatalkan atau menolak suatu putusan arbitrase

yang sudah ditetapkan oleh arbiter. Pembatalan terhadap putusan arbitrase dimungkinkan dengan mengajukan pembatalan putusan oleh salah satu pihak. Pembatalan tersebut dapat dilakukan setelah putusan tersebut mendapatkan penetapan dari pengadilan negeri. Upaya pengajuan pembatalan sudah diatur dalam berbagai peraturan seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Konvensi New York 1958,

Klausul perbuatan melawan hukum PT Berkah Karya Bersama yang dapat membatalkan Putusan Arbitrase” Yang telah memenangkan PT Berkah Karya Bersamadalam perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk

II.Rumusan Masalah

Sebagaimana telah dipaparkan dalam latar belakang diatas, penulis menemukan beberapa permasalahan yang hendak dikaji antara lain:

a)Apakah putusan arbitrase Yang telah memenangkan PT Berkah Karya Bersama dalam perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk dapat dibatalkan melaluipengadilan negeri Jakarta Pusat jika putusan tersebut mengandungunsur Perbuatan Melawan Hukum ?

b)Bagaimana bentuk perbuatan melawan hukum yang dapat digunakan sebagai fundamentum petendi pengadilan negeri dalam menerima gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak yang terikat perjanjian arbitrase

III. Metode Penelitian

Metode Penelitan yang gunakan adalah Yuridis normatif. Tipe penelitian yang penulis

gunakan adalah dua pendekatan, antara lain:

a)Pendekatan Undang-Undang ( Statute approach ) dengan menganalisa berbagai regulasi dan peraturan perundang-undangan kemudian mengkaitkannya dengan isu yang sedang penulis angkat. Dalam hal inipenulis mengkaji Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian denganSengketa dan konvensi internasional yang berkaitan dengan isu Sudy Kasus Klausul perbuatan melawan hukum PT Berkah Karya Bersama yang dapat membatalkan Putusan Arbitrase” Yang telah memenangkan PT Berkah Karya Bersamadalam perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk

b)Pendekatan Konseptual( Conceptual Approach), dimana dalam pendekatan ini dilakukan dengan berpangkal pada pandangan-pandangan dan doktrin terkait dengan isu hukum yang sedang diangkat tentang bagaimana konsep pengaturan yang dapat digunakan seharusnya untuk menyempurnakan ketentuan yang telah ada dibidang arbitrase khususnya arbitrase ad-hoc.

IV.Pembahasan

1. Putusan Arbitrase Yang Dapat Dibatalkan Melalui Pengadilan Negeri Pada Saat Putusan Tersebut Mengandung Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Pengadilan negeri (peradilan umum) dan badan yang berasal dari peradilan non litigasi memiliki hubungan diantara keduanya tetapi hal ini tidak menimbulkan hilangnya pemisahan kewenangan. Hubungan yang paling mendasar salah satunya adalah mengenai eksekusi putusan. Badan yang berasal dari peradilan semu tidak memiliki kewenangan eksekusi putusan yang dijatuhkannya. Eksekusi tersebut akan dapat terlaksana setelah ada

pengesahan dari pengadilan negeri. Sepanjang mengenai pemeriksaan dan penyelesaian sengketa menjadi yurisdiksi absolut arbitrase sesuai dengan ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan:

Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah ketua pengadilan negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Berdasarkan Pasal 1338 Ayat (3) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian harus didasarkan atas asas itikad baik. Itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan sulit untuk dirumuskan, sehingga orang lebih banyak merumuskannya melalui peristiwa-peristiwa di pengadilan. Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berkaitan dengan masalah kepatutan dan kepantasan. Perjanjian harus dilaksanakan dengan menafsirkannya agar sesuai dengan kepatutan dan kepantasan, sesuai dengan

Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa,

“ suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya tapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”

Itikad baik dapat dibedakan menjadi itikad baik subjektif dan itikad baik objektif. Itikad baik subjektif, yaitu apakah yang bersangkutan sendiri menyadari bahwa tindakannya bertentangan dengan itikad baik, sedang itikad baik objektif adalah kalau pendapat umum menganggap tindakan yang demikian adalah bertentangan dengan itikad baik.

Pembatalan putusan arbitrase dalam Pasal 70 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan:

Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsure sebagai berikut:

a.Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;

b.Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau

c.Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, memang tidak mengatur alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk membatalkan putusan arbitrase, yang perlu dipahami disini adalah ketentuan tidak diatur disini bukan berarti tidak boleh. Prinsip hukum dasar yang berlaku secara universal tidak dilarang berarti boleh, bukan sebaliknya

2. Bentuk Perbuatan Melawan Hukum Yang Dapat Digunakan Sebagai Fundamentum Petendi Pengadilan Negeri Dalam Menerima Gugatan Yang Diajukan Oleh Salah Satu Pihak Yang Terikat Perjanjian Arbitrase

Lembaga arbitrase masih memiliki hubungan keterkaitan dengan pengadilan negeri, yang dalam hal ini dapat dicontohkan dengan pelaksanaan putusan arbitrase. Putusan arbitrase yang telah dijatuhkan harus didaftarkan ke pengadilan negeri, hal ini untuk menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk mentaati putusan arbitrase. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diundangkan dan berlaku mulai pada tanggal 12 Agustus 1999

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 Angka 1, yang dimaksud dengan arbitrase adalah, cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Literatur lain menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “arbitrase” adalah “submission

of controversies by agreement of the parties there to persons chosen by themselves for determination” (penyerahan kontroversi berdasarkan kesepakatan para pihak di sana untuk orang- orang yang dipilih oleh mereka sendiri untuk penentuan). Fundamentum Petendi berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan ( grondslag van de lis ). Terdapat beberapa istilah dalam praktik perdata yang sering digunakan, antara lain:

1. Positum atau bentuk jamak disebut posita gugatan,

2. Dalil gugatan dalam bahasa Indonesia

Posita atau dalil gugatan merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian sengketa. Pemeriksaan dan penyelesaian tidak boleh menyimpang dari dalil gugatan. Mengenai perumusan fundamentum petendi atau dalil gugatan, muncul dua teori, yaitu:

1. Substantierings theorie yang mengajarkan, dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.

2. Individualisering theorie yang menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan.

Beradasarkan ketentuan Pasal 643 Rv ( Reglement op de Rechtvordering ) ada sepuluh alasan yang dapat dijadikan dasar pembatalan putusan arbitrase yang menyatakan:

“ Terhadap keputusan wasit yang tidak dapat dimintakan banding, dapat dimintakan kebatalannya dalam hal-hal sebagai berikut:

1.Bila keputusan itu diambil diluar batas-batas kompromi;

2.Bila keputusan itu didasarkan atas kompromi yang tidak berharga atau telah gugur;

3.Bila keputusan ini dijatuhkan oleh beberapa wasit yang tidak berwenang menjatuhkan keputusan diluar kehadiran yang lain;

4.Bila diputuskan tentang sesuatu yang tidak dituntut, atau dengan itu diberikan lebih dari yang dituntut;

5.Bila keputusan itu mengandung ketentuan-ketentuan yang bertentangan satu dengan yang lain;

6.Bila para wasit lalai memutus satu atau beberapa hal yang seharusnya diputuskan, sesuai dengan ketentuan dalam kompromi;

7.Bila melanggar bentuk acara yang telah ditetapkan dengan ancamaan kebatalan, tapi ini hanya bila dalam kompromi diperjanjikan dengan tegas, bahwa para wasit wajib memenuhi aturan acara biasa;

8.Bila diputus atas dalam surat-surat yang setelah keputusan wasit, diakui sebagai palsu atau dinyatakan palsu;

9.Bila sesudah keputusan, ditemukan surat-surat yang menentukan yang disembunyikan oleh salah satu pihak

10.Bila keputusan itu berdasarkan penipuan atau tipu muslihat yang kemudian diketahui dalam acara pemeriksaan

Alasan-alasan ini dapat dijadikan fundamentum petendi dalam mengajukan gugatan ke pengadilan negeri disamping atas pembatalan putusan arbitrase. Pengadilan menganggap memiliki wewenang untuk menangani perkara dengan pokok gugatan seperti yang telah ditentukan

Macam – macam bentuk Perbuatan Melawan Hukum secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.Nofeasance, yakni merupakan tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum.

2.Misfeasance yakni perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang mempunyai hak untuk melakukannya.

3.Malfeasance yakni merupakan perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk melakukannya

V.Pembahasan

Bukti PT Berkah Karya Bersama Telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam Investment Agreement yang ditandatangani oleh Berkah dan Ny. Siti Hardijanti

Bentuk Perbuatan Melawan Hukum Yang Dapat Digunakan Sebagai Fundamentum Petendi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Menerima Gugatan Pihak Tutut Cs Yang merupakan Salah Satu Pihak Yang Terikat Perjanjian Arbitrase dimana Pihak PT Berkah Karya Bersama telah melakukan perbuatan melawan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah

1)Padatahun2006,Perseroanmasuksebagaipemegang75%sahamPT.CiptaTelevisiPendidikanIndonesia(CTPI)denganmengambilalihdariPT.BerkahKaryaBersama(“Berkah”)setelahmemperolehpersetujuandaripemegangsahamCTPIsaatitu,halinitelahditerimadandicatatolehDepartemenHukumdanHakAsasiManusia(Depkumham)berdasarkansuratNo.W7-HT.01.10-4534tanggal5April2007(“SuratKumham”)danpadatahun2008kepemilikanPerseroanatas75%sahamCTPItersebuttelahdimuatdalamlembaranBeritaNegaraRepublikIndonesiaNo.58tanggal28Mei2008,TambahanNo.1228(BNRINo.58).

2)Pada tahun 2010, Ny. Siti Hardijanti Rukmana, PT. Tridan Satriaputra Indonesia, PT. Citra Lamtoro Gung Persada, dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (“Ny. Siti Hardijanti Rukmana dkk”) mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada Berkah dengan nomor perkara 10/Pdt.G/2010/PN.Jkt Pst, dengan obyek gugatan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa CTPI pada tanggal 18 Maret 2005, 19 Oktober 2005, dan 23 Desember 2005 (“RUPSLB”), yang diadakan sebagai realisasi Oktober 2005, dan 23 Desember 2005 (“RUPSLB”), yang diadakan sebagai realisasidari Investment Agreement yang ditandatangani oleh Berkah dan Ny. Siti Hardijanti

3)Pada tanggal 14 April 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan pada tingkat pertama yang pada intinya memutuskan bahwa Berkah telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Terhadap putusan ini, Para Pihak mengajukan banding.

4)Pada tanggal 20 April 2012, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh Para Pihak, dengan putusan Pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili Perkara. Terhadap putusan ini, Para Pihak mengajukan kasasi.

5)Pada tanggal 2 Oktober 2013, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan Kasasi dengan No. 862 K/Pdt/2013 (“Putusan MA”) yang berisi, antara lain:

a.Membatalkan dan menyatakan tidak sah keputusan RUPSLB; dan

b.Menghukum Berkah untuk mengembalikan keadaan CTPI seperti keadaan semula sebelum RUPSLB

6)Putusan Peninjauan kembali itu bernomor 238 PK/PDT/2014 dan diketuk pada 29 Oktober 2014 Menguatkan putusan Kasasi dengan No. 862 K/Pdt/2013 (“Putusan MA”) yang berisi,

a.Membatalkan dan menyatakan tidak sah keputusan RUPSLB; dan

b.Menghukum Berkah untuk mengembalikan keadaan CTPI seperti keadaan semula sebelum RUPSLB

7)Majelis Hakim Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) memutuskan PT Berkah Karya Bersama adalah pemilik sah PT CTPI. Dalam kasus tersebut PT Berkah berlawanan dengan pihak Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut). hari ini, Jum’at tanggal 12 Desember 2014 Jam 14.00 WIB, BANI telah memenangkan PT Berkah Karya Bersamadalam perkara perebutan saham PT CTPI melawan Grup Mba Tutut dkk

Dari bukti bukti didapati bahwa Pembatalan terhadap Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang memenangkan pihak PT Berkah Karya Bersama Terkait kepemilikansaham 75 persen PT CTPI dan Kewajiban terhadap Ny. Siti Hardijanti sebesar 510 miliar sangat dimungkinkan karena Beradasarkan fakta hukum ketentuan Pasal 643 Rv ( Reglement op de Rechtvordering) yaitu :

1.Keputusan BANI yang memenangkan PT Berkah Karya Bersama sangat jelas terdapat unsur perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh PT Berkah Karya Bersama terhadap Pihak Ny. Siti Hardijanti dimana keputusan BANI itu mengandung ketentuan-ketentuan yang bertentangan satu dengan yang lain dengan mengesampingkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung bernomor 238 PK/PDT/2014 yang sudah inkrah dan berkekuatan hukum tetap dengan membatalkan dan meyatakan tidak sahnya keputusan RUPSLB (rapat umum pemegang saham luar biasa ) PT CTPI pada tanggal 18 maret 2005 yang mengesahkan pengalihan 75 persen saham Siti Hardiyanti Rukmana oleh PT Berkah Karya Bersama secara melawan hukum

2.Keputusan BANI juga itu mengandung ketentuan-ketentuan yang bertentangan satu dengan yang lain dengan mengesampingkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung bernomor 238 PK/PDT/2014 bahwa sejak PL Mahkamah Agung yang diputuskan pada tanggal 29 Oktober 2014 demi hukum dan keadilan maka PT Berkah Karya Bersama sudah tidak lagi memiliki saham 75 % di PT CTPI sebagai operator MNC TV

Jakarta 9 Februari 2014

Ditulis oleh ;

M.A .Muhamadiyah .SH.Msi

Koordinator Masyarakat Pemantau Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun