Om Namah Shiwa Ya, Siwa Ya Namah Om. Jaya, Jaya Mahadewa. Jaya, Jaya Mahadewa.
Sujud hamba Oh Tuhan yang Maha Besar (Mahadewa), ijinkan kami untuk membicarakan keagungan-Mu.
[caption id="attachment_205473" align="aligncenter" width="598" caption="Om Kara, Aksara Simbol Tuhan di Bali (http://www.babadbali.com)"][/caption]
Pada tulisan sebelumnyaRahasia di Balik Lambang Palang Merah telah diuraikan pilosofi di balik lambang Palang Merah (Red Cross) yang berbentuk tanda tambah (+). Di Bali disebut “tapak dara” dan di India disebut “satiya”. Dari tanda tersebut kemudian menjadi tanda swastika yang merupakan lambang religius bagi umat Hindu, Budha , Jaina dan agama atau komonitas lainnya serta telah dikenal di berbagai belahan dunia dan merupakan lambang religius paling tua yang dikenal oleh umat manusia.
Dalam konvensi Jenewa ada tiga lambang yang diperkenankan untuk menjadi lambang organisasi kemanusiaan khususnya dalam dunia kerelawanan. Ketiga lambang tersebut adalah Palang Merah (Red Cross), Bulan Sabit Merah (Red Crescent), dan Kristal Merah (Red Cristal ). “Saat ini, ratusan negara telah menentukan lambang yang akan digunakannya sebagai lambang kemanusiaan. Yakni, 153 negara memilih palang merah, 34 negara memilih bulan sabit merah, dan satu negara (Israel) memilih crystal merah” (Hukum Online, 2012). Tampaknya di Indonesia Badan Legislatif berencana mengganti lambang organisasi nasional Palang Merah (Red Cross) menjadi Bulan Sabit Merah (Red Crescent) sebagai lambang nasional organisasi kemanusiaan.
Palang Merah Internasional dan Gerakan Bulan Sabit Merah adalah jaringan terbesar kemanusiaan di dunia, didirikan pada tahun 1863 oleh Henry Dunant (Ensiklopedia Internasional). Di Indonesia Palang Merah menjadi lambang organisasi Palang Merah Indonesia (PMI), lambang Bulan Sabit Merah (Red Crescent) menjadi lambang organisasi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
Pada tulisan sebelumnya Rahasia di Balik Lambang Palang Merah, saya menyatakan bahwa lambang palang merah bukanlah masalah apabila diganti menjadi Bulan Sabit Merah, sebab lambang bulan sabit merupakan symbol Tuhan dalam mnifestasinya Siwa (Mahadewa) bagi umat Hindu. Pernyataan tersebut bukan asbun aliasasal bunyi. Hal tersebut dapat diuraikan secara sederhana berdasarkan beberapa uraian kitab suci, khususnya Purana.
[caption id="attachment_205474" align="aligncenter" width="602" caption="Siwa Mahadewa , perhatikan Bulan Sabit di prabhu Siwa (http://bharatjanani.com)"]
Menurut Mitologi Hindu, diceritakan didalam kitab Purana. Dahulu Dewa Chandra (Dewa penguasa bulan) melalaikan kewajiban terhadap permaisurinya di surga karena Dewa Chandra hanya mengutamakan salah satu permaisurinya yaitu Rohini karena cintanya sehingga permaisuri lainnya terabaikan. Permaisuri lainnya mengadukan hal itu kepada ayahnya Prajapati Daksa. Oleh karena melalaikan kewajibannya maka ia dikutuk oleh Prajapati Daksa. Akibat kutukan itu, Dewa Chandra semakin berkurang (hingga menjadi bulan sabit) karena sakit paru-paru. Akhirnya Dewa Chandra berlindung kepada Tuhan Siva. Tuhan Siva yang penuh kasih melegakan hati Dewa Chandra yang menderita sakit paru-paru dan menaruh Bulan di kepala-Nya.Dengan menumpang di kepala Tuhan Siwa, Chandra/Bulan menjadi kekal dan bebas dari segala bahaya.
Tam sivah sekhare krtva cabhavac chandrasekharah,Nasti devesu lakesu sivac caharana-pancarah
Kemudian Dewa Siva dikenal dengan nama Chandrasekhara, sebab beliau menaruh Bulan di kepalanya. Oh para Dewa, tidak ada seorangpun yang lebih berkasih sayang selain Dewa Siva (Brahma-Vaivarta Purana Brahma-khanda 9.59).
Apabila istri tanpa kehadiran suami maka istri akan menjadi penghuni neraka. Bagi wanita, suami itu sendiri adalah Tuhan. Wanita yang membenci atau mendengki suami malang dan bajik dan meninggalkannya, akan menderita di neraka jahanam selama matahari dan bulan bersinar di Bumi.
Untuk menghindari hal itu, para permaisuri Dewa Chandra meminta bantuan ayahnya Prajapati Daksa untuk memohon agar Dewa Chandra kembali kepada mereka. ”Mohon kembalikan suami kami, Anda adalah putra Dewa Brahma, dan anda cukup perkasa untuk menciptakan sendiri satu alam semesta “. Mendengar kata-kata dari semua putrinya itu, Daksa lalu pergi menghadap Dewa Siva. Daksa berkata, Oh Dewa Siva, mohon kembalikan menantuku yang dicintai oleh putri-putriku yang melebihi nyawanya sendiri. Namun Dewa Siwa tidak serta merta mengembalikan Dewa Chandra.
Setelah terjadi pertentangan antara Prajapati Daksa dan Deva Siwa. Pertentangan itu terjadi karena tiada yang boleh membiarkan seseorang yang telah meminta pertolongan dan Dewa Siwa akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepada-Nya. Pada Akhirnya Dewa Chandra sebagian tetap menetap dikepala Dewa Siwa (bagian yang sehat) dan sebagian kembali ke istri-istrinya (bagian yang sakit).
Oleh karena melalaikan kewajibannya sebagai suami, Dewa Chandra terus digerogoti penyakit paru-paru. Melihat Bulan tergerogoti oleh penyakit paru-paru, Prajapati Daksa kemudian berdoa kepada Sri Krishna. Beliau lalu mengatur bahwa Bulan akan bercahaya penuh selama dua minggu, dan tidak akan bercahaya selama dua minggu berikutnya.
Dari cerita tersebut , dapat diambil kesimpulan bahwa apabila seseorang telah melakukan perbuatan dosa segeralah bertobat dan berlindung kepada Tuhan, maka tuhan akan memberkahi keselamatan. Namun dosa-dosa yang telah diperbuat tetap menjadi jalan hidup dikehidupan selanjutnya kelak (karma phala terus berlanjut). Jadi makna bulan sabit adalah bahwa bulan sabit menyiratkan bahaya bagi seseorang dan harus segera berlindung kepada Tuhan.
Perlu digarisbawahi, dalam konsep Siwaisme (salah satu aliran terbesar dalam agama Hindu) Siwa merupakan Tuhan yang berpribadi. Dalam konsep Siwaisme( Siwa Paksa) dikenal tiga konsep tentang Tuhan yang disebut Tri Purusa yaitu Siwa Tattwa, Sada Siwa Tattwa dan Parama Siwa Tattwa.
Siwa Tatwa ngarania, sukha tanpa balik duhkha, Sada Siwa Tattwa ngarania tanpa wit tanpa tuntungikang sukha. Parama Siwa Tattwa ngarania niskala tan wenang winastwan ikang sukha, salah linaksanan. (Wrehaspati Tattwa.50).
Maksudnya: Siwa Tattwa namanya kebahagiaan yang tidak kembali pada kesedihan. Sada Siwa Tattwa namanya kebahagiaan yang tidak berpangkal dan tidak berujung. Parama Siwa Tattwa namanya kebahagiaan yang bersifat niskala. Tidak dapat dibayangkan dalam wujud nyata dan tidak benar bila diberi ciri-ciri.
Siwa Tattwa, merupakan manifestasi Tuhan yang berpribadi atau berwujud dan dipengaruhi oleh Maya (Ilusi) dan Triguna (tiga sifat alam semesta) sehingga seolah-olah Siwa seperti malaikat. Dewa Siwa akan lenyap kelak ketika terjadi kiamat besar (Mahapralaya) bersamaan dengan lenyapnya Brahma dan Wisnu kedalam Sadasiwa. Siwa Tattwa inilah yang ada pada cerita diatas.
Sada Siwa Tattwa, merupakan perwujudan Tuhan yang Maha gaib, kekal abadi , suci nirmala yang menjadi jiwa dari segala yang bernyawa. Dijunjung dan dimuliakan serta dipikirkan oleh para Wiku (orang suci). Tetapi Tuhan masih berwujud pribadi yang berkedudukan di dunia Rohani (Surga).
Parama Siwa Tattwa , merupakan perwujudan Tuhan yang berada dimana-mana, tak terpikirkan, memenuhi segalanya, sumber dari segala sumber, tidak ada yang menyamai-Nya, dan lain sebagainya. Dialah kesadaran yang tertinggi.
Kembali pada topic diatas, Di era modern ada berbagai bentuk penggambaran Bulan Sabit dan beberapa penggambaran pada suatu lambang organisasi dianggap keliru. “Penggambaran bentuk bulan sabit yang benar ada di relief Candi Borobudur. Relief bulan sabit separuh lingkaran dan telentang terletak di tingkat empat sisi utara Candi Borobudur” ( kompas , 2012). Masyarakat Indonesia beranggapan bahwa symbol bulan sabit identik dengan Islam tetapi sampai sekarang masih pro dan kontra. “Bulan sabit telah lama dijadikan simbol dari segala hal yang bernuansa islami. Penggunaannya sangat luas, mulai dari simbol di atas kubah masjid, gerakan kepalangmerahan, lambang partai politik, hingga lambang sejumlah negara. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah sabit tegak mirip huruf C” (Loc.Cit). Beberapa ahli menyatakan bahwa Hindu pernah Berjaya di semenanjung arab dibawah kekuasaan Wikramaditya yang kekuasaanya hinga ke semenanjung Arab. Hingga beredar berbagai klaim bahwa ka’bbah adalah dahulunya kuil Hindu, Batu hitam (Hajar Aswad)merupakan symbol Lingga Yoni. Demikian juga dengan symbol bulan sabit yang digunakan pada mesjid-mesjid di Indonesia
Namun yang jelas didalam ajaran Hindu memiliki sumber yang jelas perihal Bulan Sabit, seperti yang tertuang didalam kitab-kitab Purana. Sumber Penjelasan bulan sabit tidak hanya pada cerita semata. Didalam ajaran Hindu symbol yang berbentuk Bulan Sabit merupakan simbol yang sakral dan religius. Symbol ini sebagai pengurip (pemberi hidup) pada huruf-huruf suci yang disebut Ardhachandra (Bulan sabit), Baik di Bali maupun di India dan beberapa Negara lainnya. Huruf atau aksara suci tanpa adanya Ardhachandra, Windu dan Nada maka tidak akan memiliki kekuatan gaib, sebab hal tersebut melambangkan permohonan kepada kekuatan Tuhan.
Aksara-aksara keramat biasanya digunakan dalam bentuk rerajahan (mirip seperti kaligrafi), tulisan yang berbentuk simbol ini biasanya digunakan sebagai penangkal dari marabahaya dan juga sebagai pengobatan tradisional dalam bentuk tulisan atau aksara magic. agar memiliki kekuatan magis harus disertai simbol Ardhachandra (Bulan Sabit).
Rerajahan yang pada pada umumnya digunakan sebagai pengobatan dan penangkal bahaya namun tidak dipungkiri juga adakalanya digunakan sebagai ilmu hitam. Perbedaannya biasanya rerajahan dengan aksara suci dengan bentuk yang terbalik.
Selain itu pula bulan sabit dilukiskan pada Archa - Archa (patung yang telah disucikan) sebagai pemujaan oleh penganut paham siwaisme, khususnya Archa Siwa dan Ganesha.
Demikianlah bahwa symbol Bulan Sabit juga sangat berarti dan bermakna bagi umat Hindu, bukan sekedar symbol tanpa makna tetapi symbol religius dan disucikan sebagai bagian dari sarana ritual maupun pemujaan.
Perhatikan huruf suci di beberapa daerah dibawah ini yang terdapat Bulan Sabit (Ardhacandra) pada bagian atasnya (sumber Ensiklopedia Indonesia);
Korea (facebook.com, masih diragukan)
Om Tat Sat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H