Mohon tunggu...
Kao Hu
Kao Hu Mohon Tunggu... -

for the better world

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dan Sinagog pun Menjadi Mesjid di Marseille

7 Mei 2016   06:58 Diperbarui: 9 Mei 2017   04:02 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota pelabuhan di Perancis Selatan itu dulu mendapat julukan sebagai kota multi bangsa yang damai penuh toleransi. Sejak Perancis hengkang dari Afrika utara setengah abad yang lalu, banyak orang Yahudi dan Muslim yang pergi dari sana menuju ke Eropa, dan cukup banyak diantaranya yang menetap di Marseille. Sebagai sesama pendatang, mereka hidup berdampingan dengan rukun, bercampur baur di permukiman padat tengah kota.

Namun sejak belasan tahun terakhir ini, tampak adanya perubahan. Orang-orang Yahudi satu demi satu pindah dari kampung yang padat itu ke kawasan kota lain yang lebih lapang, sementara pendatang Muslim tetap mengelompok di kawasan lama. Anak-anak Yahudi pun belajar disekolah yang khusus didirikan di kawasan baru, takut terpengaruh oleh budaya lain jika belajar di sekolah umum. Komunitas Muslim yang semakin banyak jumlahnya kemudian membeli rumah-rumah penduduk Yahudi yang ditinggalkan.

Selain perpindahan penduduk, rumah-rumah ibadah pun mengalami perubahan penggunaan. Banyak sinagog di Marseille yang berubah menjadi mesjid. Di satu pihak, sinagog tadi sudah ditinggalkan penggunanya. Di pihak lain, penduduk Muslim membutuhkan sarana beribadah yang semakin luas. Perubahan peruntukan rumah ibadah diterima tanpa masalah. Rabi atau pendeta Yahudi lebih suka bekas sinagognya digunakan untuk beribadah daripada dipakai untuk aktivitas lain. Ulama Islam juga senang mendapat tambahan ruang untuk ibadah.

Maka di kota Marseille terdapat kawasan Yahudi dan kawasan Muslim, diantara permukiman penduduk asli dan pendatang lain. Kedua komunitas tidak lagi hidup berdampingan, hanya di pusat kota mereka bertemu untuk berbelanja, mencari hiburan, atau melakukan aktivitas lain.

Namun akhir-akhir ini mulai terjadi gesekan sosial. Anak-anak muda dari ke dua komunitas yang tidak lagi berbaur secara fisik menjadi sering bersengketa. Mereka terbawa oleh konflik Israel dan Palestina walau berada di negara yang jauh dari tempat konflik terjadi. Anak-anak muda lebih banyak dipengaruhi oleh Facebook daripada oleh pemimpin agama yang rutin bertemu menjaga kerukunan.

Terjadinya peristiwa pengeboman di Paris beberapa bulan yang lalu menambah intensitas kecurigaan satu kelompok terhadap kelompok lain. Orang Yahudi was-was menjadi target kejahatan orang-orang Islam radikal. Orang-orang Muslim merasa diperlakukan berbeda di tempat kerja dan di jalanan. Prasangka-prasangka negatif ini jika tidak dicegah dapat meluas dan menjadi destruktif.

Mudah-mudah para pemimpin agama dan pemerintah kota Marseille sadar akan situasi yang berkembang dan segera mencari jalan keluar sehingga Marseille menjadi kota yang damai dan menebar keberkahan kembali.

Sumber: The Marseille synagogue that is becoming a mosque, by Lucy Williamson, BBC News, Marseille.

Sinagog yang kemudian menjadi Mesjid di Marseille (sumber foto BBC.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun