Pembangunan jalan tol adalah salah satu program andalan Presiden Jokowi. Berkali-kali beliau melakukan kunjungan lapangan untuk mengecek kemajuan proyek. Memang, cukup banyak proyek jalan tol yang kemajuan pelaksanaannya lambat. Tol Serpong-Kunciran yang hanya 11,2 kilometer belum juga dikerjakan walaupun sudah direncanakan sejak tahun 2010 karena pembebasan lahannya baru mencapai sekitar 60 persen. Proyek lain juga sama: pembebasan lahan ruas Pejagan-Batang baru mencapai 9,34 persen, ruas Batang-Semarang 20,51 persen, Cimanggis-Cibitung 0,41 persen, dll.
Pembebasan lahan memang menjadi kendala terbesar di hampir semua proyek pembangunan jalan tol. Demikian juga proyek-proyek lain yang membutuhkan lahan luas seperti waduk, kereta api, pembangkit listrik, dsb. Masalah pembebasan lahan membuat Indonesia tertinggal jauh dibandingkan China dan beberapa negara lain dalam kinerja pembangunan jalan tol.
Pembebasan lahan terkait langsung dengan faktor risiko bisnis, karena ada faktor ketidakpastian di sana. Keterlambatan pembebasan lahan menyebabkan biaya meningkat. Di negara-negara di mana pembebasan lahan dapat dilakukan dengan cepat, investor akan berdatangan membawa modal yang diperlukan. Keputusan akhir tergantung pada lama konsesi dan tarif yang ditetapkan. Bagi negara sebesar Indonesia, kebutuhan infrastruktur masih sangat besar. Oleh sebab itu, masalah pembebasan lahan mestinya menjadi fokus perhatian pemerintah.
Kendala peraturan
Sebenarnya pengaturan pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur sudah cukup lengkap. Ada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Kemudian ada peraturan penjabarannya, yaitu Prepres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah demi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang kemudian direvisi dengan Perpres Nomor 40 Tahun 2014 dan selanjutnya Perpres Nomor 99 Tahun 2014. Di samping itu, ada pula Permendagri Nomor 72 Tahun 2012 yang mengatur dukungan dana dari APBD untuk Penyelenggaraan Pengadaan Tanah demi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Masih ada lagi Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah.
Namun yang menjadi masalah adalah sistem pengadaan tanah menurut UU Nomor 2 Tahun 2012 termasuk peraturan pelaksanaannya terlalu rumit. Pertama, ada banyak lembaga yang terlibat dalam proses pembebasan lahan, yang masing-masing mempunyai kewenangan sendiri-sendiri sehingga prosedur pengadaan lahan menjadi panjang. Kedua, administrasi pertanahan di negeri ini tidak cukup rapi. Banyak tanah yang tidak didukung dengan surat kepemilikan lahan yang sah. Bahkan tidak jarang terdengar ada satu kavling tanah yang mempunyai sertifikat ganda. Ketiga, hari kerja birokrasi di Indonesia yang hanya 180an hari menyebabkan waktu untuk memproses prosedur pembebasan lahan menjadi lama.
Kendala anggaran
Pengusahaan jalan tol di Indonesia dilakukan dengan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Pemerintah menyediakan lahan, swasta membangun jalan dengan kompensasi menerima pembayaran dari pengguna jalan selama periode waktu yang disepakati. Yang menjadi masalah adalah pembebasan lahan memerlukan dana yang tidak sedikit. Untuk membangun jalan sepanjang 1.060 km hingga 2019, diperlukan dana Rp 44 triliun. Tahun 2016 ini  diperlukan dana sebanyak Rp 16 triliun, dengan rincian: tol Trans-Jawa Rp 3,1 triliun, non Trans-Jawa (termasuk tol Jabodetabek) Rp 10,9 triliun, tol di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi sebesar Rp 2 triliun.
Namun tahun ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hanya menganggarkan Rp. 1,4 triliun. Akibatnya ada kekurangan dana sebesar Rp. 14,6 triliun. Dana ini rupanya akan diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Padahal pembahasan APBN-P 2016 diperkirakan baru selesai akhir Juni nanti. Sementara saat ini sudah banyak proses pembebasan lahan yang memasuki tahap pembayaran ganti rugi. Jika pembayaran selesai, maka konstruksi dapat dilakukan. Seandainya menunggu hingga APBN-P disetujui DPR, maka Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) akan kehilangan momentum efisiensi biaya, sebab harga-harga akan cenderung meningkat, cuaca bisa memburuk, dsb.
Terobosan: dana talangan swasta
Untunglah para pelaku pembangunan jalan tol mempunyai kiat terobosan, yaitu swasta menalangi terlebih dahulu dana pembebasan lahan, baru nanti pemerintah membayarnya jika sudah punya uang. Kiat ini sah-sah saja, sebab Perpres Nomor 30 Tahun 2015 dan Perpres No 3/2016 (yang lebih baru) memungkinkan swasta menalangi pembebasan tanah.