Kami mengenalnya sebagai pohon gantung. Orang awam atau pendatang akan melihatnya sebagai pohon akasia biasa. Namun, bagi penduduk lokal pohon itu keramat dan mistis.
Terletak di pinggir jalan, usianya tidak lebih tua dari barisan kontrakan milik ibu bidan di depannya, tetapi semua orang takut padanya.
Jika waktu mendekati maghrib dan sandekala tiba, pohon Akasia berdiri kokoh di tengah gelapnya malam, dan tidak ada yang berani melintas di depannya.Â
Penduduk setempat memilih memutar dari jalan belakang kontrakan, daripada melewati pohon akasia nan rindang ini.
Tak ketinggalan, semua tamu akan mendapat peringatan dari tuan rumah untuk menghindari pohon gantung ketika langit tak lagi cerah.
Dulu, pohon ini adalah tempat favorit anak-anak untuk bermain di kala siang dan sore. Daunnya cukup lebat untuk menaungi mereka dari sengatan panas matahari. Pun ketika malam tiba, orang-orang tenang saja berlalu-lalang di depannya.
Tak ada yang terusik, tak ada yang menakutkan.
Syahdan, seorang gadis putus asa memilih pohon akasia malang ini, sebagai pelabuhan untuk bertandang ke alam barzah sebelum waktunya.
Kengerian menyeruak saat penduduk menemukan sosok tergantung tali di dahan pohon.
Bayang-bayang itu terus melekat, meski polisi telah mengevakuasi jasad dan mayatnya pun telah dikebumikan.