Beberapa tahun lalu, masyarakat gembira karena seiring menjabatnya bapak Jokowi menjadi Presiden RI, pembangunan infrastruktur masif dilakukan, termasuk di daerah saya.
Jalanan yang selama ini bergelombang, dipenuhi kerikil dan batu-batu kecil, kini menjadi licin, dilapisi aspal hitam.
Selama berbulan-bulan kemudian, warga setempat dengan senang hati melewati jalanan mulus beraspal ini. Tak ada lagi keluh kesah.
Namun, masifnya perbaikan jalan juga menarik perhatian pemilik modal. Ruko-ruko lama yang dulunya hanya deretan gedung tua dipoles menjadi kompleks perkantoran.
Satu-persatu bangunan terisi, hingga muncul perusahaan-perusahaan ekspedisi daerah. Armadanya mayoritas truk dengan daya muat tinggi.
Aspal yang dulu hanya dilalui motor dan sesekali mobil, kini ban-ban truk ikut mengilasnya, beratnya berton-ton, tidak hanya satu atau 2, puluhan jumlahnya.
Panas terik matahari Kalimantan pun menyengat aspal yang tak lagi hitam, warnanya memudar. Lapisan aspal mulai melunak dan lembek terkena sengatan matahari.Â
Kendaraan berat terus melintas, hanya berhenti di hari libur. Saat itu, aspal bisa bernafas lega sejenak. Namun, matahari tak mau bersahabat, sinarnya terus-terusan membuat aspal menjadi kering dan rapuh hingga retak, dan membuat celah-celah seukuran rambut.
Awan pun tak kunjung datang memayungi. Aspal merana, tuannya tak jua kunjung datang barang sejenak untuk menengok dan memolesnya dengan cepat.
Hingga hari berlalu, musim berganti. Awan hitam datang, membawa tetesan air. Hujan deras turun, membasahi aspal yang kering dan rapuh.