Keinginan untuk sekolah kembali dibuka sudah semakin hangat dikabarkan. Pandemik yang telah sekian lama membuat sepi bangku kelas, mulai dijajaki tingkat kebandelannya. Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan, mulai bersiasat. Dalam tingkat pemerintah pun sudah memberikan sinyal kuat bahwa lampu hijau dan kuning bisa menyala bergantian dalam sinergi kehati-hatian.
Namun, apakah semudah itu dunia pendidikan Indonesia menilik kebandelan si pandemik covid-19? Jawaban yang rumit pasti dapat disajikan dengan data, fakta, probabilitas dan sejumlah hitungan pro dan kontra. Yang jelas, semua kalkulasi seakan-akan menjadi langkah "gojak-gajek" alias ragu-ragu tapi kepingin. Terlebih lagi menilik angka ketertularan virus semakin bertambah. Was-was. Tapi, sampai kapan begini terus?
Saya melihat situasi ini seperti seorang yang hendak maju berperang tapi tahu bahwa lawannya punya kontra strategi. Selalu di ujung kalkulasi strategi ada perbendaharaan kata-kata "kalau", "harapan", "dianjurkan", "tegas", "kerjasama", "pengertian", dan masih banyak lagi. Baiklah kita akan kupas secara positif dan ceria penuh dengan kepasrahan.Â
Dengan label bandel, saya akan mengajak Anda semua mencari tahu bagaimana semua pihak bisa bekerjasama. Bandel bukan berarti destruktif aktif. Bandel bisa jadi membutuhkan pengertian sekaligus ketegasan.Â
Sekolah dan semua pihak terkait perlu bekerjasama agar pengertian protokol kesehatan dijalankan dengan tegas. Artinya, apabila sudah ada protokol yang disepakati, maka sekolah perlu menelisik secara seksama, apakah sekolah sudah layak menjalankan pembelajaran.Â
Selain itu, sekolah perlu menegakkan aturan main di mana semua yang terlibat adalah manusia yang memiliki beragam tingkat pengertian dan level tanggap yang bervariasi.Jangan "mburu cepet" tapi kehilangan esensi bahwa sekolah adalah tempat memelekkan nalar.Â
Harapan terbesar dengan dibukanya sekolah di awal Januari 2021, tentunya adalah pembelajaran tatap muka meningkatkan akselerasi belajar karena adanya interaksi antarmanusia secara langsung.Â
Harapan ini tentunya jangan kalah oleh situasi yang melenakan saat semuanya telah berjalan dan tampak berjalan baik. Harapan agar semua pembelajaran tetap lancar bisa diwujudkan saat semua pihak memelihara harapan itu untuk terus terwujud tanpa gangguan. Harapan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dapat dicapai ketika kedisiplinan terus ditegakkan.Â
Membuka gedung sekolah tidak melihat kesiapan secara fisik, melainkan secara holistik. Para pendidik harus dibekali dengan pengertian bahwa semua berawal dari contoh yang baik.Â
Taruhan yang dilihat bukan hanya sekadar pembelajaran melainkan keselamatan. Konteks yang saya bicarakan adalah aksi permisif yang seringkali menjadi awal dari bencana. Dalam hal ini menjadi contoh menjalankan protokol kesehatan secara terus menerus sangat melelahkan. Tapi akan menjadi buah yang manis saat semuanya berjalan secara otomatis.Â
Baiklah, selamat berencana dan menerapkannya. Saya yakin, si pandemik bisa diatasi kebandelannya dengan kejujuran di awal perencanaan dan ketegasan saat harus menjalankannya. Jangan takut mengatakan ketidaksiapan daripada megajak siswa-siswi dalam kelas eksperimental. Ingat, materai 6000 tidak akan bisa menggantikan kecerobohan yang disebabkan ketidakjujuran dan ketidakmatangan perencanaan.