Jika anda berkunjung atau tinggal di negara Eropa seperti Inggris, maka anda akan banyak menemui pengamen atau penampil/seniman jalanan baik di pusat kota maupun jalur kereta bawa tanah seperti halnya di London. Pengelola transportasi di London malah mengakui bahwa para pengamen dan penampil jalanan merupakan bagian dari kultur dan memberi dimensi tersendiri bagi para pengguna atau pejalan kaki. Untuk memberi kesempatan kepada para pengamen, pihak pengelola transportasi di London menyediakan berbagai lokasi agar mereka bisa tampil. Pengelola kereta bawah tanah di London juga mempunyai program untuk memberi kesempatan para pengamen dengan adanya The London Underground (LU) Busking Scheme.
Demikian juga dengan kota lain seperti Birmingham, kota di mana saya tinggal saat ini. Para penampil jalanan biasanya banyak beraksi di pusat kota. Walaupun saya sudah hampir dua tahun tinggal di kota tersebut, saya malah baru tahu bahwa para penampil jalanan termasuk pengamen harus terdaftar di Manajemen Pusat Kota Birmingham sebelum bisa tampil untuk menghibur para pejalan kaki. Tampilnya merekapun ternyata sudah diatur waktu dan lokasi yang diperbolehkan. Manajemen pusat kota melakukan reviu setiap tahun untuk memperbarui Daftar Penampil Jalanan yang disetujui manajemen. Sebagai contoh, tahun ini mereka mengadakan audisi bagi para penampil pada bulan April yang lalu.
Yang menarik, para penampil jalan dan pengamen harus mematuhi code of conduct atau kode perilaku yang cukup banyak dan ketat. Berikut hal-hal yang harus mereka patuhi.
Manajemen Pusat Kota Birmingham hanya akan memberi izin kepada pengamen/penampil yang bagus dan menarik.
Penampil jalanan hanya dapat tampil di area tertentu pada hari dan waktu yang telah ditentukan.
Tidak boleh ada barang yang diperjualbelikan ketika tampil tanpa adanya izin berdagang di jalan yang diperoleh dari pemerintah kota Birmingham.
Hanya diperbolehkan ada satu penampil atau satu grup penampil (tidak lebih dari enam orang) yang berada pada satu area pada satu watktu. Penampil harus lapor ke pihak manajemen jika dalam satu grup terdiri dari tujuh orang atau lebih.
Peralatan pengeras suara hanya boleh digunakan di lokasi mengamen tertentu (lihat daftar lokasi mengamen) dan suara yang dihasilkan harus dipastikan pada tingkatan yang tidak menganggu aktivits lainnya di sekitar lokasi mengamen.
Ketika para penampil menggunakan musik lain sebagai latar belakang, maka musik yang dihasilkan oleh penampil harus berkontribusi lebih banyak daripada musik yang berfungsi sebagai latar belakang tersebut.
Tingkat kebisingan suara atau musik harus dijaga sehingga batas suara tidak mencapai lebih dari 50 meter.
Jika pengamen menyebabkan kebisingan karena penggunaan alat pengeras suara, Pemerintah Kota berhak untuk menerapkan UU Perlindungan Lingkungan. Polisi jika berhak untuk menerapkan UU tersebut jika menurut pertimbangan mereka terjadi kebisingan atau keributan untuk masyarakat luas yang disebabkan oleh pengamen. Pihak lain di luar pemerintah kota atau polisi juga boleh melakukan tindakan sesuai dengan UU tersebut.
Penampil tidak boleh beraksi lebih dari 40 menit pada satu lokasi. Penampil juga tidak boleh tampil lagi di lokasi yang sama dalam kurun waktu 30 menit.
Penampil tidak boleh mengganggu perlintasan pejalan kaki atau kendaraan. Akses ke took-toko, tempat parkir sepeda dan halte bus juga tidak boleh terganggu. Polisi bisa bertindak jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini.
Penampil tidak boleh menggunakan perlengkapan/peralatan yang ada di jalan seperti tempat duduk umum, tiang lampu dan pagar. Pengguna telepon umum juga tidak boleh terganggu baik suara maupun tempatnya.
Penampil tidak boleh menggunakan/menampilkan penanda untuk mengundang para pejalan kaki untuk membayar (kecuali untuk kepentingan amal yang sudah disetujui oleh Pemerintah Kota atau Komisi Amal)
Penampilan dan kualitas “tampilan” harus menunjukkan niat yang menghibur para pejalan kaki, bukan untuk mencari simpati agar para pejalan kaki memberikan uang. Penampil tidak boleh menggunakan pakaian atau hal lainnya yang mengganggu dan memberi ketidaknyamanan kepada publik.
Penampil harus tampil berdiri kecuali penampilan mereka memang mensyaratkan mereka untuk duduk. Jika penampil harus duduk, maka mereka tidak boleh duduk langsung di lantai, mereka harus menggunakan kursi lipat yang layak untuk duduk.
Penampil yang bukan terkait musik seperti jugglers, fire-eaters, unicyclists, stilt walkers dan lainnya harus mempunyai sertifikat asuransi untuk publik ketika tampil. Manajemen Pusat Kota atau meminta sertifikat ini. Mereka juga harus memastikan bahwa keamanan mereka dan publik tidak dalam bahaya.
Penampil yang berada dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan tidak diijinkan untuk tampil dan akan dilaporkan kepada polisi. Menajemen Pusat Kota akan menghapus mereka dalam Daftar Penampil Jalanan.
Penampil diharuskan melapor kepada Manajemen Pusat Kota jika terjadi perubahan kondisi seperti alamat rumah dan lainnya.
Polisi akan melakukan tindakan yang diperlukan jika para penampil tidak mematuhi Code of Conduct ini.
Perilaku penampil juga harus memperhatikan peraturan lainnya seperti UU Perlindungan Lingkungan, UU Kebisingan dan Keributan, UU Polusi atau UU Jalan Raya.
Dari kode perilaku tersebut terlihat sekali bahwa pemerintah kota memberi peluang bagi para pengamen dan penampil jalanan untuk berekspresi tetapi tetap memastikan bahwa para penampil mematuhi peraturan yang berlaku sehingga khalayak banyak seperti pengusaha toko dan pejalan kaki mendapatkan hiburan gratis yang tidak mengganggu kenyamanan mereka dalam beraktivitas.
Praktik yang baik ini mungkin bisa secara pelan-pelan ditiru oleh manajemen kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung. Tapi bisa jadi kota-kota ini sudah mempunyai aturan seperti ya, saya saja yang belum tahu :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H