Mohon tunggu...
Muhammad Misbahul Huda
Muhammad Misbahul Huda Mohon Tunggu... Buruh - Santri Majelis Mujahadah Tap-Tip Purwokerto

Santrinya Masayikh Ajoenk Alfasiry

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterhubungan Antara Ego, Adaptasi, dan Proporsional (Sebuah Tahapan untuk Mengenali Kategori Diri)

7 Maret 2021   17:23 Diperbarui: 7 Maret 2021   17:42 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hakikatnya, manusia itu makhluk yang tergolong unik. Sebab, manusia mempunyai dua bagian di dalam tubuhnya, yakni jasmani dan rohani. Ada juga yang mengatakan bahwa manusia itu memiliki tiga bagian, yang satunya lagi adalah keyakinan (agama). Dari dua atau tiga bagian tersebut, dalam menjalani hidupnya, manusia dihadapkan pada dua sisi yang berbeda, yakni sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu, lebih cenderung memikirkan, bertindak, atau berperilaku sesuai dengan apa yang ia kehendaki dan sesuai kebutuhannya senidiri. 

Sedangkan, manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia sejak lahir sampai masuk liang kubur selalu membutuhkan kehadiran orang lain selain dirinya. Jika manusia tidak berhubungan atau berinteraksi dengan sesama manusia lainnya, maka orang tersebut belum bisa dikatakan manusia (Wan Nova Listia, dalam media.neliti.com). 

Dua sisi itulah, yang terkadang saling tumpang tindih satu dengan yang lain, atau bahkan saling bertolak-belakang. Karena dua sisi tersebut memang mempunyai karakreristik yang sangat berbeda. Hal yang perlu diingat bahwa, perbedaan bukanlah menjadi halangan untuk membentuk kesatuan. Ketika disikapi dengan bijak, keduanya justru dapat berjalan beriringan, bahkan saling memperkuat satu sama lain. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah adaptasi (penyesuaian). Manusia dituntut agar menjadi makhluk yang selalu dinamis, fleksibel, dan menyesuaikan baik dari situasi, kondisi, tempat, dan waktu di mana ia berada. 

Sebab, manusia sudah dianugerahi senjata yang luar biasa, yang dinamakan akal dan hati. Akal dan hati yang dimiliki manusia akan berperan sebagai penggerak dan penyeimbang di dalam menjalani kahidupan, terlebih kehidupan di masyarakat. Dengan heterogennya manusia, baik dari akal, hati, dan tindakan membuat manusia harus benar-benar seimbang (proporsional) dalam menakar setiap sikap, perilaku, dan tindakannya.

Egosentrisme (Ego)
Menurut Piaget, egosentrime (ego) merupakan ketidakmampuan memahami bahwa orang lain juga mempunyai kepentingan atau pandangan yang mungkain berbeda dengan yang dimilikinya (Kartono & Gulo dalam Chaplin, 2003: 160). Shaffer (2009) mendefinisikan egosentrisme sebagai kecenderungan untuk memandang dunia dari perspektif pribadi seseorang tanpa menyadari bahwa orang lain bisa memiliki sudut pandang yang berbeda. Dari pengertian di atas, egosentrisme (ego) dapat dipahami sebagai sifat, sikap, perilaku, atau tindakan yang di munculkan oleh manusia, hanya berdasarkam pada keinginannya atau kepentingannya sendiri, tidak sama sekali mempertimbangkan keinginan dan kepentingan orang lain.

Adaptasi (Penyesuaian)
Adaptasi (penyesuaian) seringkali disandingkan dengan kata sosial, menjadi adaptasi sosial. Sebab, adaptasi dalam KBBI dikatakan bahwa proses penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar dalam lingkup manusia sebagai objek (Antropologi dan Sosiologi), dimaknai dengan sosial (masyarakat). Adaptasi sosial atau penyesuaian diri dilakukan guna untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial pada masing-masing individu (Journal.unair.ac.id). Individu dalam hal ini manusia, dapat dikatakan berkualitas dalam bermasyarakat apabila sudah bisa beradaptasi dengan baik. Artinya, manusia yang masuk dalam kategori ini dapat dengan mudah berinteraksi, berkumpul dengan orang-orang yang berbeda (heterogen), dan berimplikasi pada penerimaan orang lain dengan kelegaan jasmani dan rohani.

Proporsional (Seimbang)
Proporsional (Seimbang) akan sangat keliru jika dimaknai 50-50. Yang dinamakan proporsional adalah penempuhan pada taraf ideal. Proporsional dalam pembahasan ini, lebih mengarah pada peningkatan diri dari manusia yang dikategorikan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Mengapa proporsional dikatakan melampaui adaptasi, sebab jika manusia dapat mencapai ke-proporsionalan-nya, manusia akan memunculkan sikap, perilaku, dan tindakan sesuai dengan kadarnya. Bahkan sesuai dengan kebutuhan, baik dirinya dan orang lain. Manusia dalam kategori ini, mampu untuk memanajemen dirinya agar posisi dirinya di lingkup mana pun dapat diterima dengan baik. Berucap secukupnya, bekerja sesuai kapasitasnya, dan berbaur tanpa merendahkan dan menginjak-injak martabat orang lain.

Jadi, dari ego menuju adaptasi, dan yang terakhir adalah proporsional adalah sebuah penggambaran tahapan dari tingkatan kualitas manusia yang hidup di masyarakat. Saran penulis, kenali dengan segera pengkategorian kita berada di level mana. Setelah mengenali, langkah selanjutnya adalah menyadari dan meng-upgrade diri menuju ke kategori proporsional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun