Mohon tunggu...
Sholahuddin Al Madjid
Sholahuddin Al Madjid Mohon Tunggu... -

lelaki kampung, tinggal di Gresik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wajah Baru Makam Presiden ke-4

26 September 2011   03:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:37 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ALHAMDULILLAH. Untuk kesekian kali, saya dan istri serta anak-anak berkesempatan sambang kembali ke pasarean atau makam Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, KH Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid, serta keluarga Bani Hasyim lain di Tebuireng, Jombang, pada Sabtu (24/9). Kedatangan kami, ternyata, bebarengan dengan momentum silaturrahami nasional Ikatan Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete). Karena itu, suasana pesantren yang didirikan pendiri NU itu sangat ramai. Ribuan orang tumplek-blek. Tak ada maksud lain kedatangan kami, selain menjadi satu pertanda atau bukti kecintaan kami terhadap tokoh-tokoh tersebut. Jika ada pertanyaan menyangkut tradisi yang dianggap sebagian orang aneh itu, tentu jawaban kami sederhana saja. ''Karena kami cinta!'' Adakah kami berdoa dan meminta sesuatu kepada mereka? Tentu jawabannya: ''Tidak, kami tetap berdoa dan memohon sesuatu kepada Allah.'' Tak lama kami berada di area makam tersebut. Datang sekitar pukul 12.00, kami sudah kembali pulang pukul 14.00. Selama dua jam itu saja, kami menyaksikan rombongan perziarah terus datang silih berganti. Ibu-ibu, bapak-bapak, muda-mudi, hingga anak-anak. Mereka larut dalam zikir dan doa. Sebuah pemandangan yang terasa nggegirisi dan menakjubkan. Nuansa yang mengingatkan pada kematian dan sebuah keabadian. Di area makam itu, kami melihat sejumlah pekerja sedang sibuk menyelesaikan sebuah bangunan. Ada yang mengusung batu, merangkai tiang-tiang besi, membawa air. Rupanya, para pekerja itu tengah menuntaskan pembangunan area makam Presiden Republik Indonesia keempat KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Nah, di salah satu sudut area itu juga terpampang sebuah gambar siteplan perombakan wajah baru area pemakaman para tokoh itu. Sangat luar biasa.

***

Start pembangunan makam itu telah dilaksanakan sejak Agustus 2011 lalu. Peletakan batu pertama oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono. Kabarnya, anggaran yang dialokasikan sekitar Rp 200 miliar. Sumbernya dari APBN, APBD Provinsi Jatim, dan APBD Kabupaten Jombang. Di area itu bakal dibangun sejumlah fasilitas seperti lokasi parkir kendaraan roda dua, roda empat dan bus peziarah, Monumen At Tauhid, dan pusat informasi. Ada juga museum,  areal bermain anak atau playground, hingga sentra pedagang kaki lima (PKL). Informasinya, kalau sekarang ini rata-rata para peziarah ke makam itu mencapai 2.000 per hari. Jumlah itu bertambah menjadi 4.000 - 5.000 orang pada hari Sabtu - Minggu. Kami membayangkan, jika proses pembangunan sudah tuntas maka area itu pasti menjadi makin ramai Sebab, dengan fasilitas itu pengunjung bakal merasa lebih nyaman. Lantas kapan selesai? ''Insya Allah pada 2013,'' kata KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), pengasuh Pesantren Tebuireng yang juga adik kandung Gus Dur, saat kami tanya. Namun demikian, Yenny Wahid-salah seorang putri Gus Dur-pernah menyampaikan bahwa pembangunan itu tidak akan sampai mengotak-atik makam para leluhurnya. Termasuk makam Gus Dur. Makam itu tetap dibiarkan tetap sebagaimana adanya. Terkait masalah penataan kawasan makam yang begitu megah, Yenny mengaku tidak tahu banyak. Sebab, pembangunan itu menjadi domain pemerintah. Yang pasti, dia berharap pembangunan megah ini jangan sampai mengubah pandangan tentang kesederhanaan para tokoh NU tersebut. "Gus Dur itu merakyat," katanya. ***

NU adalah salah satu paguyuban di antara sekian paguyuban dalam keluarga umat syahadat. Islam dan agama lain yang ada di dunia adalah satu. Garis batasnya pun satu, yaitu syahadat. Siapa di garis perbatasan ini, apapun faham dan mazhabnya adalah muslim. Tak ada hak bagi kita untuk mengkafirkannya. Dan yang tidak, tak dipaksa! Mari simak lagi syi'ir tanpo wathon, yang belakangan makin nyaring berdendang di masjid-masjid kampung, sekolah-sekolah madrasah, jamaah pengajian. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun