Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbagi Nasi Menebar Kebaikan

14 Januari 2021   14:49 Diperbarui: 14 Januari 2021   14:54 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teguh memberikan kabar apa yang sudah ia kerjakan. (dok.pribadi)

Rasanya bukan hanya saya saja yang merasa belum lengkap makan kalau belum berjumpa nasi. Sekalipun kita sudah menikmati makanan pengganti nasi, tetap ada rasa kurang kenyang.

Sangat familiar terdengar dalam keseharian kita khas orang Indonesia.

Kunyahan nasi putih yang hangat dan empuk merangsang otak kalau kita sudah makan yang kenyang. Jika ada yang bilang bisa tetap survive hanya dengan nasi putih dan kecap manis, saya percaya hal itu.

Di tempat yang berbeda, masih ada saudara kita yang sulit menemukan nasi. Sebab, nasi merupakan barang mewah bagi mereka.

Lapar itu Bahaya

Coba kita renungkan. Seorang pemulung yang sudah bergerak dari pagi hingga malam. Namun, hasil barang yang dikumpul saat dijual uangnya sedikit. Apalagi terakhir kali dia melihat nasi adalah kemarin.

Naluri orang tua demi anaknya mendapatkan makan, bisa saja dia gelap mata dan melakukan kriminalitas demi sebungkus nasi.

Dalam benaknya, yang penting hari ini keluarganya bisa makan. Besok dia akan memulung kembali. Jadi lapar itu bahaya bukan?

Jungkir Balik Tungku Selama Pandemi

Walau sudah berganti tahun baru, Covid-19 tidak mengenal kalender. Semakin hari, dampak pandemi ini mulai menggugurkan satu per satu para pejuang Keluarga Tangguh untuk bertahan hidup.

Mereka yang jadi kepala rumah tangga pun sudah tidak sanggup.

Bergantung pada bisnis yang dijalankan, menjalani pekerjaan yang diemban sekaligus itu tidak menyenangkan.

Nyatanya di lapangan banyak usaha yang terpaksa harus gulung tikar, puluhan pekerja akhirnya di PHK, menyebabkan orang-orang memutar otak agar asap dapur tetap mengepul.

Namun kali ini saya ingin bercerita tentang apa yang saya temukan dan lakukan. Salah satunya, Awi, teman saya yang memiliki usaha warung tenda makan kaki lima. Setiap sore dia mulai membuka lapak makanan di pinggir jalan menggelar tenda dan meja kursi plastik. Terkena dampak PHK dari tempat kerja dia sebelumnya, dia mulai memaksimalkan kemampuannya dalam hal memasak.

Masakan Awi enak, mulai dari seafood dimasak berbagai macam saus, hingga masakan dasar seperti kwetiau goreng dan nasi goreng.

Dengan taste yang cocok di lidah, nasi goreng kari buatannya bakal menjadi makanan favorit kalau datang ke warung tenda miliknya.

Aroma kari yang kuat langsung menyerang ke hidung. Rasa pedas yang hangat dari kari semakin nikmat disantap.

Berbisnis Sekaligus Beramal

"Gimana jualan selama beberapa bulan ini?" tanyaku sambil menyuap sendok penuh nasi masuk ke dalam mulutku. Nasi goreng kari buatan Awi sangat saya rekomendasi karena enak dan porsi yang banyak.

"Beguyur lah," jawabnya dalam logat Palembang. Beguyur berarti pelan-pelan bergerak walau hasilnya belum signifikan. Income naik turun saat pandemi adalah hal yang wajar.

"Oh ya gimana sama gerakan sedekah bagi nasi yang kalian jalankan?" tanyaku kembali.

Selama pandemi ini saya banyak mengamati banyaknya gerakan charity dari tiap orang untuk saling membantu sesama.

Makin kesini saya sering melihat orang-orang saling membantu. Termasuk dalam menjalankan sekaligus mengembangkan bisnis mereka memasukkan value bagi sesama.

Berbagi rejeki sedikit lewat orang lain (dok.pribadi)
Berbagi rejeki sedikit lewat orang lain (dok.pribadi)

Ada teman yang berjualan makanan, dibeli lalu dibantu untuk mengenalkannya ke orang lain. Saya pun turut ikut membantu beberapa teman dan UMKM yang saya ketahui.

Banyak sebenarnya manfaat yang bisa kita rasakan, kita tidak akan kekurangan saat bisa membantu orang lain.

Menjadikan sedekah sesuatu yang menyenangkan dan kita rindukan. Sehingga dapat menjadi satu kebiasaan dan melekat dalam keseharian kita.

Mereka Para Dhuafa Juga Saudara

Apa yang dilakukan oleh Awi, teman saya dibalik usaha yang dijalankan adalah kesempatan. Dia memiliki sumber daya untuk memasak, dan perlu memikirkan bagaimana warung makannya tetap bisa bertahan untuk dia, keluarga dan pegawainya.

Warung makan yang sedang sepi akibat pandemi. Orang-orang lebih menginginkan membeli makan sendiri daripada makan di luar. Namun, tak semua orang mendapatkan privilege bisa makan enak dan layak di rumah.

Akhirnya kita belajar kalau melalui langkah kecil bersedekah. Salah satunya lewat mengajak orang-orang berbagi nasi merupakan sebuah gerakan simple untuk saudara-saudara kita yang kehidupannya dibawah garis hidup layak.

Berbagi nasi ke tukang sapu di jalan (dok. pribadi)
Berbagi nasi ke tukang sapu di jalan (dok. pribadi)
Teman saya ini setiap hari membuka pintu donasi bagi para donatur yang ingin bersedekah melalui nasi kotak yang dijualnya. Selain harga paket makanan yang dijual cukup terjangkau karena biasanya memang tidak mengambil keuntungan, dia pun juga bisa tetap bertahan hingga sekarang untuk menutupi biaya operasional dan bahan baku.

Selanjutnya, teman saya menjaga amanah para donatur. Dia menyiapkan pesanan, memasak dan membagikan nasi kotak untuk para dhuafa yang dijumpai. Tidak hanya berfokus di tempat ibadah seperti masjid. Mulai dari lapis tukang sapu jalan, anak gerobak, tukang becak, para gelandangan, pemulung, tunawisma, anak jalanan, dan asongan hingga orang-orang yang memang kekurangan.

Harapannya tentu gerakan ini bisa membuat kita lebih peka terhadap sesama dari rezeki yang kita miliki.

Berbagi Nasi Menebar Kebaikan

Mungkin ini juga sebabnya banyak anak muda dalam beberapa tahun belakangan ini kerap menggagas berbagai gerakan dan proyek yang mengangkat isu sosial.

Gerakan berbagi nasi ini datang dari hati, tanpa paksaan. Ini gerakan moral yang nyata.

Di tengah hingar bingar kota yang kita rasakan, ketika banyak anak muda asyik kongko di kafe tanpa menerapkan 3M. Tapi ada mereka yang meluangkan waktu, tenang, dan rupiah untuk terlihat dalam aksi sosial.

Berbagi nasi menebar kebaikan (dok. pribadi)
Berbagi nasi menebar kebaikan (dok. pribadi)
Lain hal dengan cerita Awi yang memiliki usaha warung tenda. Satu teman saya lainnya, Teguh di Sidoarjo melakukan aksi berbagi nasi setiap malam Selasa dan Kamis. Dia bersama teman-temannya menjaring donatur yang tidak memiliki waktu luang untuk bersedekah, namun memiliki kemampuan finansial.

Teguh mengajak kelompok anak muda di sekitarnya untuk menanamkan sikap peduli. Dia pernah bilang yang menggerakkan hati saya juga ikut membantu. Bahwa amunisi mereka para dhuafa yang paling bisa kita bantu adalah nasi kotak.

Nasi dipilih karena masih ada orang-orang disekitar kita yang belum tercukupi kebutuhan dasarnya. Kondisi kita saat ini memang tengah "berperang" pada kelaparan. Dan, bentuk upaya kecil ini semacam gerakan positif amal dua sisi; membantu warung kecil UMKM dan para dhuafa.


Awi memberi laporan pertanggungjawaban. (dok.pribadi)
Awi memberi laporan pertanggungjawaban. (dok.pribadi)
Teguh memberikan kabar apa yang sudah ia kerjakan. (dok.pribadi)
Teguh memberikan kabar apa yang sudah ia kerjakan. (dok.pribadi)
Menjelang pukul 22.00, Teguh dan teman-temannya berkumpul di titik lokasi di mana kaum dhuafa terkonsentrasi.  Relawan lainnya membagikan makanan dengan cara berkeliling di sekitar Sidoarjo menggunakan kendaraan bermotor.

Makanan yang dibeli berasal dari sumbangan para donatur serta hasil kerjasama dengan beberapa warung makan UMKM yang juga tengah berjuang untuk keluarga tangguh mereka.

Warung-warung UMKM tentunya mengalami masa sulit. Saat para pekerja kantoran diwajibkan bekerja dari rumah, ada yang kena PHK, dan lainnya.

Aksi yang dilakukan oleh Teguh ini menginspirasi karena berbagi rezeki harus berputar agar bisa dicicipi oleh banyak orang.

Menjadi Inspirasi Diri Sendiri

Keberadaan kaum dhuafa di perkotaan itu fakta. Mereka ada yang terpinggirkan, sehingga dicari solusi bagi kita yang berkecukupan untuk membantu.

Lantas saya berbuat apa? Saya tidak bisa menjangkau mereka. Gerakan berbagi nasi ini tidak bertendensi SARA, apalagi kecenderungan afiliasi politik tertentu.

Saya yang diberikan rejeki cukup lebih senang bersedekah dalam sunyi. Bersedekah tanpa perlu membunyikan apa yang sudah saya lakukan. Apalagi kita semua memiliki aib, hanya cara kita beda jalur saja dalam memilih menyimpan aib.

Salah satu cara bersedekah nasi kotak lewat warung-warung UMKM, atau kalian juga bisa seperti Dompet Dhuafa Keluarga Tangguh yang akan menyalurkan bantuan modal bagi para pekerja yang terdampak maupun terancam putus kerja.

Menebar kebaikan bersedekah sendiri sebagai bentuk ekspresi syukur. Kita merasa dicukupkan oleh Tuhan, lalu berbagi nasi sebagai wujud untuk menebarkan kesadaran kalau kita tidak hidup sendirian.

Ada banyak orang di luar sana yang hidupnya lebih memprihatinkan dibanding kita.

Saya juga melatih empati yang lahir dari pengalaman pribadi. Ini sederhana namun mulia karena kita ikut membantu mereka yang lapar, dan tak sanggup untuk membeli.

Kebahagiaan itu relatif. Ada yang sudah bahagia bisa mendapatkan barang yang ia inginkan. Ada yang bahagia saat dia berhasil mencapai posisi teratas. Tetapi ada juga orang yang bahagia karena dapat bersedekah, membantu orang-orang disekitarnya. Menebar amal untuk tabungan.

Kalau kamu bagaimana? Bahagia seperti apa yang dicari dalam sisa hidup?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun