Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Agar Tak Kalap Saat Belanja Makanan

2 Mei 2020   19:19 Diperbarui: 2 Mei 2020   19:20 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Palembang (dok : kompal)

Tiap saya mau ke supermarket, ibu saya selalu wanti-wanti agar tidak berbelanja bahan makanan yang tidak penting. Alasannya kalau saya ke swalayan hasilnya selalu membawa barang yang diluar pesanan ibu. Saya langsung tertawa terbahak. Awalnya, hanya ingin membeli sayuran dan buah, tapi saat melewati rak-rak cemilan rasanya sayang sekali untuk tidak diangkut pulang.

Kalap belanja makanan itu hal yang umum sekali terjadi. Faktanya bukan hanya saya saja. Banyak alasan untuk pembenaran misalnya, ah nanti repot kalau mau datang lagi ke swalayan. Alasan lain kalau sudah membeli karena sedang sale. Kejadian ini berulang di toko-toko berikutnya, sehingga pulang dengan beberapa tas belanjaan. Padahal, sesampainya di rumah, sadar bahwa tidak betul-betul membutuhkan barang-barang itu. Sering mengalaminya?

Akal-Akal Pedagang Memainkan Psikologis Pembeli

Saya pernah belajar mengenai visual merchandising retail. Ada faktor psikologis yang dimanfaatkan mengenai alasan swalayan atau toko serba ada lainnya secara khusus dapat membuat orang mengeluarkan dompet mereka dan mengambil lebih banyak produk daripada yang mereka butuhkan. Mereka terhipnotis dengan estetika dan gaya desain toko yang bahagia.

Konsumen dimainkan sisi psikologis saat berbelanja (dok : deddyhuang.com)
Konsumen dimainkan sisi psikologis saat berbelanja (dok : deddyhuang.com)
Cara-cara yang digunakan dengan menawarkan produk diskon dan biasanya ditempatkan di depan toko dekat kasir. Maka tidak heran kalau permen coklat yang diletakkan di dekat kasir bisa membuat anak kecil merengek untuk minta dibelikan. Keputusan terakhir pelanggan dapat terpikat untuk mengambil beberapa barang ke keranjang di waktu terakhir, meskipun sebenarnya tidak membutuhkannya.

Selain itu ada juga "Harga Psikologis" yang sudah menjadi rahasia umum untuk swalayan lakukan, terutama permainan harga yang tidak genap, seperti Rp 4.999 ketimbang langsung menulis Rp 5.000. Harga ini membuat kita sebagai pelanggan impulsif untuk membeli. Pedagang yang menjual lebih peduli bagaimana pelanggan yang datang membawa sukacita saat berbelanja daripada rasa bersalah. Membiarkan rasa bersalah di akhir setelah pulang ke rumah. Istilah buy now, or cry later memang cocok untuk kasus seperti ini. Pembelian yang tidak terencana ini sangat disukai dan memang diinginkan.

Lebih Bijak Saat Membeli Bahan Makanan

Beberapa minggu lalu, salah satu swalayan nasional besar masuk ke Palembang. Dengan sangat antusias sekali orang-orang berbondong untuk berbelanja kebutuhan makanan. Saya yang melihatnya saja bisa merinding karena bahan makanan yang segar serta lengkap. Bagi kita yang memiliki keuangan pas-pas perlu cermat dalam hal berbelanja bahan makanan di supermarket.

Agar bisa menggunakan uang dengan bijak saat berbelanja, beberapa tips dari ibu saya mungkin bisa dicontek:

  1. Menekankan cara belanja sehat
    Kita bebas memilih tempat untuk berbelanja, baik di supermarket atau pasar tradisional. Hanya saja ketika hendak berbelanja di supermarket biasakan mengecek harga terlebih dahulu sebab kita tidak bisa melakukan tawar menawar seperti di pasar tradisional. Membeli barang kebutuhan sehari-hari dalam ukuran besar, terkadang jatuhnya lebih murah dari sisi harga. Selain itu kita juga bisa memanfaatkan kupon diskon atau melihat promo-promo terbaru lewat katalog. Bandingkan merek dan harga atau poin berlangganan di tempat tersebut.
  2. Menahan diri dari godaan obral
    Godaan tulisan obral dalam kemasan seperti membeli satu gratis satu dengan harga yang terbilang murah, bisa saja membuat kita langsung memasukkan ke keranjang belanja. Saya akui juga masih lemah dalam hal ini. Namun, akhirnya sadar kalau barang itu barulah murah jika memang membutuhkannya. Kita bisa manfaatkan masa obral untuk membeli benda kebutuhan sehari-hari.
  3. Murah belum tentu hemat
    Pernah nggak kalian alami ketika membeli barang yang kita anggap murah, namun ternyata setelah dipakai beberapa kali barang tersebut rusak? Ternyata setelah dipikir barang tersebut menjadi tidak murah karena kita harus membeli kembali barang yang baru untuk menggantikan barang yang rusak. Sama juga dengan bahan makanan, ketika kita membeli bahan makanan yang kurang segar, pada saat akan diolah ternyata tidak bisa dipakai.

Ada Rasa Impulsif Tak Ingin Disaingi

Seketika kita menjadi impulsif belanja ini-itu karena dilanda kepanikan luar biasa. Memborong barang kebutuhan pokok, bahkan rempah-rempah atau bahan-bahan yang biasa dipakai buat bikin jamu tiba-tiba banyak diburu. Insting manusia seakan aktif karena ingin bertahap hidup. Ingat tak semua orang memiliki kemampuan untuk menghabiskan uangnya semua untuk berbelanja bahan makanan. Bahkan memiliki ruang penyimpanan makanan yang luasnya bikin mulut tercengang seperti Kim Kardashian. Sehingga tidak perlu khawatir kelaparan atau sampai terjadi panic buying.

Supermarket baru buka di dekat rumah. Bahan makanan fresh. (sumber : deddyhuang.com)
Supermarket baru buka di dekat rumah. Bahan makanan fresh. (sumber : deddyhuang.com)
Fenomena kalap belanja makanan ini seringkali dimanfaatkan sama para pemburu yang mencari keuntungan dalam kesempitan. Mentang-mentang lagi banyak permintaan, mereka jadi menaikkan harga sesukanya. Kalau sudah begini, kasihan sama yang nggak mampu beli.

Nah, gaes supaya kita tidak impulsif dan lebih bijak makanya harus lebih mantap lagi dalam berbelanja bahan makanan. Jangan sampai datang hanya untuk beli seikat bayam tapi pulang dengan dua gerobak penuh. Fenomena ini benar-benar nyata, gaes!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun