Dulu sebelum adanya Palembang, sudah ada Kerajaan Sriwijaya lalu runtuh dan dipegang oleh Kesultanan Palembang Darussalam. Walau sampai saat ini eksistensi kesultanan kurang begitu terdengar sejak meninggalnya Sultan Mahmud Badaruddin II yang makamnya ada di Ternate.
Menjelang masuk bulan Ramadan, Kota Palembang selalu dibanjiri ulama, habaib dan kyai dari penjuru tanah air dan luar negei. Kedatangan mereka adalah untuk melakukan ziarah kubro atau menziarahi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam. Tradisi ini menjadi unik karena makam yang dikunjungi tak hanya satu, tetapi beberapa makam dan berlangsung tiga hari berturut-turut mulai dari pagi hari.
MEREKA YANG IKUT TERLIBAT
Para lelaki berpakaian serba putih akan mengiring para ulama untuk berkeliling menuju makam-makam. Sedangkan perempuan tidak diperbolehkan ikut dan hanya berkontribusi menyiapkan makanan untuk para jamaah ketika sudah selesai.Â
Momen ini dramatis, ditambah tetabuhan hajir marawis dan untaian qasidah, juga dengan membawa umbul-umbul yang bertuliskan kalimat tauhid, asmaul husna dan asmaun nabi. Emosional akan terbawa dibuat merinding melihat kecintaan jamaah pada ulamanya.
Siapa saja yang boleh ikut berkeliling mengiringi ulama ke makam-makam, tentunya para lelaki. Sedangkan para perempuan hanya berkontribusi menyiapkan makanan dan minuman kepada para jamaah. Total selama tiga hari menghabiskan 1,5 ton nasi minyak yang disediakan habis disantap oleh para peserta yang hadir. Tidak hanya itu, kambing yang disiapkan sebanyak 250 ekor juga tak tersisa selama tiga hari digelarnya acara tersebut. Sajian tongseng kambing dan sambal nanas menjadi santapan favorit peserta. Satu nampan dinikmati oleh empat sampai lima orang peserta.
RUTE ZIARAH
Palembang sebagai salah satu pusat Islam masa lampau dengan kultur sosial masyarakatnya tentu sudah mengakar lama peran para ulama. Arak-arakan warga berpakaian putih ini tentunya menutup beberapa akses jalan di sekitar lokasi ziarah. Sebab jumlah jamaah bisa mencapai 5000 orang di jalan raya.
Selama tiga hari, para ulama, kiyai dan jamaah akan mendatangi ke :
1. Ziarah Pemakaman Auliya' dan Habaib Al-Habib Ahmad bin Syeikh Shahab (Gubah Duku).
2. Rauhah dan Taushiah di Pondok Pesantren Ar-Riyadh.
3. Ziarah Pemakaman Auliya' dan Habaib Seberang Ulu (Telaga Sewidak dan Babus Salam As-Seggaf).
4. Rauhah dan Haul Al-Faqihil Muqaddam Tsani Al-Imam Al-Habib Abdurrahman As-Seggaf bin Muhammad Maula Ad-Dawilaih.
5. Haul Al-Habib Abdullah bin Idrus Shahab dan Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Bin Hamid.
6. Acara Puncak Ziarah Kubra menuju Pemakaman Al-Habib Pangeran Syarif Ali Syeikh Abubakar, Pemakaman Kesultanan dan Auliya' Kawah Tengkurep, Pemakaman Kesultanan, Auliya' dan Habaib Kambang Koci.
7. Wisata Bahari menuju Pulau Kemaro.
Pulau Kemaro yang biasanya dikenal lewat perayaan Cap Go Meh, setiap tanggal 15 tahun baru Cina. Nyatanya memiliki nilai sejarah yang belum banyak diketahui. Bahwa pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan didasarkan fakta-fakta sejarah yang diakui oleh pihak Belanda, pulau Kemaro memiliki peranan penting, yaitu menjadi basis pertahanan dalam menghadang serangan Belanda.
Antusias yang begitu besar dari para jamaah dalam menelusuri rute ziarah meski cukup jauh tidak mengurangi rasa cinta mereka pada ulama yang sudah meninggal lebih dulu. Tradisi Ramadan seperti ini memang unik dan terjadi di Palembang. Bagaimana di kotamu?