Allahu Akbar
Allahu Akbar
Wallahu Akbar
Laa illaha ilallaahu
Walillaahil hamd
Suara musik dari speaker masjid sebelah rumah saya lumayan kencang. Dentum beduk berirama cepat membuat jantung saya serasa ikut senang menyambut idul fitri. Malam takbiran yang saya ketahui adalah momentum bagi muslim untuk menyatakan kemenangan setelah selama satu bulan berpuasa menahan haus dan lapar.Â
"Tok.. tok.." sebuah ketukan di pintu rumah saya. Saat itu saya segera melihat siapa gerangan orang yang sedang mengetuk pintu rumah.
"Maa...." Teriak saya saat itu. Ibu masih menggenakan daster langsung keluar menyambut kedatangan tetangga depan rumah. Saya melirik dari balik badan ibu, tetangga depan rumah saya datang sambil membawa rantang lengkap dengan ketupat. Dalam hati saya saat itu saya berteriak girang. Tidak beberapa lama, ibu saya masuk ke dalam sambil membungkuskan kerupuk untuk diberikan kepada tetangga yang memberikan kami ketupat dan opor ayam.
"Makasih yo, Ayuk," seru saya girang.
Sepuluh menit kemudian, tetangga samping rumah juga datang memberikan buah tangan yang sama yaitu ketupat dan opor ayam masakan mereka. Malam itu kami mendapat banyak ketupat dan opor ayam dari para tetangga dekat. Inilah kenangan indah masa kecil saya yang sulit untuk saya lupakan.
Sulit sekali untuk saya lupakan kenangan Ramadan itu hingga sekarang. Walau sekarang saya sudah tidak merasakan Ramadan itu indah. Saya sudah tidak menemukan suasana Ramadan seperti pada saat masa kecil. Kehidupan orang-orang mulai tak peduli dengan tetangga terdekatnya.
***