Hati selalu deg-degan ketika saat itu harus dinas kerja ke Bengkulu. Senang sih, cuma ya itu deg-degan dengan kota yang pernah jadi tempat pengasingan Bung Karno. Ketakutan saya lima tahun lalu adalah sisi keamanan saat harus road trip dari Palembang menuju Bengkulu. Sedangkan, perusahaan tidak mungkin mau memberikan karyawan kelas bawah fasilitas pesawat terbang. Menurut mereka, masa bawahan lebih makmur daripada atasannya?
Perjalanan dari Palembang ke Bengkulu butuh waktu 12 jam lewat darat. Dimulai dari Palembang ke arah Sekayu hingga Lubuk Linggau. Apabila kondisi jalan mulus dan tidak macet kita bisa tiba di Linggau kurang lebih 6 jam perjalanan. Setelah dari Lubuk Linggau, kita mulai keluar area Sumatera Selatan menuju Bengkulu yaitu Curup, Kepahiang baru terakhir masuk ke Bengkulu.
Sepengamatan saya, memang tak banyak tempat wisata yang ada di Bengkulu. Beruntung Bengkulu memiliki Pantai Panjang dan bunga Rafflesia yang menjadi daya tarik tersendiri. Ada satu tempat yang menarik untuk dikunjungi saat di Bengkulu yaitu berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno. Ketika kalian menyukai sejarah, maka nama Bung Karno tidak tentu tidak lepas dari sejarah Indonesia.
Presiden pertama Indonesia ini memiliki sejarah panjang sebelum beliau membacakan naskah proklamator pada 17 Agustus 1945. Ketika saya ditemani oleh Assad, teman kantor lama, untuk menemani saya ke Rumah Pengasingan Bung Karno. Sudah lama saya mengidamkan bisa melihat rumah tersebut.
Rumah pengasingan Bung Karno terletak di jalan Soekarno -- Hatta atau tidak jauh dari jalan Simpang Lima. Rumah pengasingan ini sekarang menjadi objek wisata kota Bengkulu yang dikelola oleh Dinas Budaya Provinsi Bengkulu. Saya senang sekali sewaktu membaca papan yang memberikan informasi mengenai tarif retribusi untuk masuk ke Rumah Pengasingan Bung Karno. Informasinya jelas misalnya untuk dewasa dikenakan sebesar 3 ribu per kepala. Sedangkan bagi orang yang ingin menggunakan sebagai lokasi foto pre-wedding juga dikenakan biaya sebesar 150 ribu. Jika ada petunjuk yang jelas seperti ini, rasa nyaman bagi wisatawan pun timbul dengan sendirinya.
Saya seolah kembali ke masa 1939 -- 1942, ketika saya berdiri persis di depan rumah berwarna putih itu. Saya membayangkan perkarangan rumah yang lebih luas dan ada banyak prajurit-prajurit yang berada di tengah untuk mengamankan Soekarno saat itu. Ciri khas rumah tempo dulu dengan tata letak rumah sangat sederhana. Corak ubin lantai berukuran 20 x 20 cm. Di tiap dinding selalu dipajang gambar Bung Karno seolah menandakan siapa orang yang mendiami rumah tersebut.
Menapaki ke rumah Bung Karno kurang lengkap kalau tidak berkunjung ke rumah Fatmawati, istri ketiganya. Waktu saya berkunjung rumah Fatmawati yang berada tak jauh dari Simpang Lima sedang tidak ada penghuni yang menjaga. Rumah tersebut seolah dibuka lebar untuk wisatawan masuk ke dalamnya. Di dalam rumah Fatmawati, kita dapat melihat foto Bung Karno dan anak-anak mereka yaitu Guntur, Megawati, Sukmawati, Rachmawati dan Guruh. Nama-nama yang familiar bukan?
Ketika saya pulang ke Palembang, seorang teman saya mengajak saya ke suatu tempat. Dia merahasiakan tempat yang akan kami datangi. Semacam kejutan, saya tidak percaya kalau tempat yang sedang saya kunjungi adalah rumah persembunyian Bung Karno di Palembang. Luar biasa! Sepertinya mengikuti sejarah Indonesia tak akan pernah habis, sebab sejarah Indonesia bukan seperti di bangku sekolah.
Baca juga : Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu.
Baca juga : Rumah persembunyian Bung Karno di Palembang.