Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Raja Ampat, Surga Terakhir di Timur Indonesia

15 Desember 2016   08:12 Diperbarui: 16 Desember 2016   01:38 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulit bisa menyangkal keindahan alam Raja Ampat|Sumber: deddyhuang.com

Papua Barat, propinsi yang berada di kepala burung peta Indonesia ini memiliki harta karun terpendam yang belum banyak tersentuh oleh banyak orang. Namun, ketenaran nama Raja Ampat sebagai salah satu destinasi impian bagi tiap orang sudah tidak perlu diragukan lagi. Apa iya Raja Ampat sebegitu menariknya sampai turis asing pun rela tinggal berbulan-bulan untuk menikmati pemandangan bahkan menyelam. Raja Ampat menjadi kawasan yang memiliki potensi lokal untuk membangun masa depan pariwisata Papua.

Perjalanan saya ke Raja Ampat beberapa minggu lalu merupakan hal yang tampaknya mustahil bagi saya lakukan. Namun, rejeki berkata lain saya pun berhasil menginjakkan kaki dan snorkeling di Raja Ampat! Apa yang tidak mungkin bagi Tuhan jika Ia sudah berkehendak? Seperti Raja Ampat, kepulauan yang mayoritas dikelilingi oleh laut membuat warga lokal mampu berkreasi untuk meningkatkan pariwisata yang bermanfaat bagi lingkungan mereka.

Hampir 24 jam perjalanan saya bisa sampai dari Palembang ke Raja Ampat. Lewat maskapai penerbangan melalui 3 kali transit antara Jakarta, Makasar dan Sorong tentunya menjadi pengalaman pribadi yang akan membekas diingatan saya. Apa yang dikatakan tentang traveling ke Raja Ampat harganya sebanding seperti kita traveling ke luar negeri bahkan bisa lebih. Memang benar. Harga sewa boat bisa berkisar 8 juta – 30 juta, belum lagi harga bahan bakar untuk mengunjungi pulau ke pulau yang jaraknya jauh. Maka memang disarankan mengunjungi Raja Ampat secara berkelompok sehingga bisa patungan bujet perjalanan. Sudah banyak paket wisata Raja Ampat yang murah berkisar 2,7 juta – 4,5 juta sesuai dengan lamanya hari dan destinasi wisata yang ingin dikunjungi.

Sumber: deddyhuang.com
Sumber: deddyhuang.com
Sorong menjadi pintu gerbang wisata Papua Barat. Sejak tahun 2003, Raja Ampat menjadi kabupaten pemekaran dari Sorong. Maka saat kita ingin berkunjung ke Raja Ampat, tentu kita akan singgah ke Waisai, salah satu distrik di Kabupaten Raja Ampat menjadi gerbang apabila kita ingin mengunjungi wilayah Kabui, Painemo, dan Wayag. Untuk tiap orang yang akan masuk ke Raja Ampat haruslah membayar uang retribusi wisatawan yang nantinya uang tersebut dikelola untuk operasional pariwisata setempat. Biaya sekali masuk ke Raja Ampat untuk turis lokal sebesar Rp 500.000, sedangkan turis asing sebesar Rp 1.000.000 yang berlaku selama 1 tahun dan dihitung dari tahun masuk. Jadi bisa kalian hitung berapa bujet yang perlu ditabung untuk bisa mengunjungi Raja Ampat apabila tidak secara berkelompok atau mengikuti tur lokal.

Rasanya 4 hari 3 malam di Raja Ampat belumlah cukup untuk dapat belajar dan menemukan harta yang tersembunyi. Namun, waktu yang singkat ini membuat saya belajar tentang bagaimana suatu pariwisata yang dikelola baik dan kurang baik untuk dapat menyukseskan program Kementrian Pariwisata. Dilihat dari sisi pengelolaan yang ada di tempat wisata seperti Wayag dan Painemo ini merupakan contoh kecil bagaimana retribusi yang masuk tersalurkan ke pemilik desa untuk digunakan kembali menjaga kelestarian alam Raja Ampat.

Berhasil mendaki puncak Wayag merupakan sebuah kebanggan|Sumber: deddyhuang.com
Berhasil mendaki puncak Wayag merupakan sebuah kebanggan|Sumber: deddyhuang.com
Menikmati sunset terbaik di Pulau Mansuar|Sumber: deddyhuang.com
Menikmati sunset terbaik di Pulau Mansuar|Sumber: deddyhuang.com
Namun sayang sekali seperti objek wisata yang dikunjungi masih minim dengan infografis asal muasal dan sekali lagi seperti orang travel lokal setempat yang menemani kami pun juga tidak mengetahui asal kenapa terbentuknya objek wisata tersebut. Seperti Batu Pensil di Kabui, sewaktu saya bertanya kenapa diberi nama Pensil. Dia hanya menjawab dulunya ditemukan pensil  di atas karang, sehingga jadilah nama Batu Pensil. Padahal, apabila ada yang bisa menjelaskan tentang Raja Ampat, saya yakin akan meningkatkan hubungan yang memuaskan dari keunikkan yang sudah ada. Atau ini oleh karena saya tipikal pejalan yang senang akan histori agar dapat belajar hal-hal baru di tiap perjalanan baru saya.

Terlepas dari hal tersebut, saya sangat  menikmati tiap perjalanan selama di Raja Ampat. Deburan air laut di tengah laut Halmahera, bahkan air yang bening seolah kita dapat berkaca langsung. Ikan pun mondar-mandir sewaktu kaki menceburkan diri di air. Melihat batu koral yang sangat cantik, termasuk salah satu kampung yang membuat saya merasa damai. Kampung Yenbuba, kawasan ini merupakan salah satu kawasan snorkeling terbaik di Raja Ampat. Terkenal dengan batu koral dan karang yang masih terawat. Serta ikan warna warni yang banyak. Rasanya sulit sekali diungkapkan dengan kalimat bagaimana perasaan saya sewaktu pertama kali menceburkan diri dengan life jacket  untuk melindungi diri, saya terbuai oleh pemandangan sungguh indah alam bahari di Yenbuba.

Anak-anak kampung Yenbuba berlarian menyambut kami| Sumber: deddyhuang.com
Anak-anak kampung Yenbuba berlarian menyambut kami| Sumber: deddyhuang.com
Mereka senang bernyanyi dan menari|Sumber: deddyhuang.com
Mereka senang bernyanyi dan menari|Sumber: deddyhuang.com
Sore itu, banyak anak-anak kampung Yenbuba berlari-lari ke arah junjungan dari jauh. Mereka seperti menyambut kedatangan rombongan kami untuk menikmati snorkeling di halaman depan. Saya pun tak ingin melewatkan momen untuk berinteraksi dengan mereka, jagoan kecil yang mungkin nantinya akan mengenalkan Raja Ampat lebih luas. Anak-anak inilah akan menjadi masa depan pariwisata Papua.

Bagai gayung bersambut, mereka senang sekali diajak bermain sekaligus berfoto bersama. Bahkan, Mishella, teman baru saya mengajak anak-anak kampung Yenbuba berjoget bersama. Saya hanya sebentar snorkeling di Yenbuba, karena sebelumnya sudah terlebih dahulu snorkeling di Arborek. Kedua tempat ini memiliki terumbu karang yang bagus, hanya saja Yenbuba lebih banyak ikan dan karang yang indah.

Kampung Yenbuba, Raja Ampat|Sumber: deddyhuang.com
Kampung Yenbuba, Raja Ampat|Sumber: deddyhuang.com
Beranjak istirahat sejenak dari snorkeling, pandangan saya tertuju dengan kampung Yenbuba dari arah kejauhan. Ada bangunan gereja yang menarik perhatian saya untuk saya berjalan mendekat ke arah kampung.  Kaki saya berjalan sekitar 200 meter masuk ke dalam, tersenyum memberi salam ke seorang bapak yang berada di depan gapura kampung.

“Bapak saya merasa damai sewaktu berada di kampung ini.” saya membuka obrolan.

“Terima kasih pak. Selama datang di kampung Yenbuba kami. Kampung ini memang mampu membuat tiap orang merasa jatuh hati.”

Saya bertanya dengan kehadiran gereja di tengah kampung, apakah tidak menganggu dengan warga lain yang memeluk agama lain? Jawab bapak tersebut tidak, walaupun mayoritas kepala keluarga di kampung ini adalah nasrani tapi mereka tetap harmoni bersama pemeluk agama lainnya. Hati saya langsung bahagia mendengar jawabannya. Cinta damai akan membuat hidup lebih rukun dan nyaman. Makanya saya merasa damai sewaktu berada di kampung ini. Ditambahkan dengan cantiknya pemandangan bawah laut yang ada di Yenbuba.

Wajar sekali kenapa beberapa traveller mengatakan Raja Ampat merupakan destinasi terakhir mereka setelah puas menyambangi pulau-pulau yang ada di Indonesia Timur. Mereka takut sekali nantinya akan ternodai sewaktu menikmati alam Indonesia Timur seutuhnya. Sebab memang Raja Ampat merupakan surga tersembunyi di Timur. Potensi bahari yang masih alami dengan penduduk lokal yang sangat ramah tentunya membuat tiap orang yang pernah datang ke Raja Ampat akan balik kembali.

Hasil tangkap ikan laut yang segar|Sumber: deddyhuang.com
Hasil tangkap ikan laut yang segar|Sumber: deddyhuang.com
Masuk ke Raja Ampat kita sudah membayar pin sebagai retribusi awal. Belum lagi masuk ke tempat-tempat objek wisata seperti Wayag dan Painemo kita juga harus membayar sebagai tanda masuk. Harga sekali masuk ke wilayah Wayag adalah 1 juta rupiah sedangkan Painemo adalah 300 ribu. Adanya retribusi ini juga akan dikembalikan ke warga yang memiliki tanah di daerah tersebut. Nantinya akan dikelola kembali untuk menjaga tempat wisata tersebut tetap terjaga. Raja Ampat sebagai produk pariwisata tentunya harus dapat dikemas dengan baik untuk dapat dipasarkan ke wisatawan. Keunikan yang ada mulai dari kekayaan alam bahari sampai penduduk lokal yang ramah tentunya dapat dikemas dengan lebih baik lagi apabila travel-travel lokal setempat membuat paket perjalanan dengan harga yang lebih bersahabat dan mengutamakan pelayanan yang baik.

Datang ke Papua Barat dengan stigma penduduk lokal dengan baju rumbai-rumbai, bagi yang laki menggunakan koteka, ada perang antar suku dan sebagainya membuat pandangan saya berubah. Mereka tidak demikian, khususnya Raja Ampat. “Buktinya saya pakai handphone yang bisa terhubung internetnya, bang.” Ujar Bang Icad yang merupakan bagian dari tur lokal kami.

Sulit bisa menyangkal keindahan alam Raja Ampat|Sumber: deddyhuang.com
Sulit bisa menyangkal keindahan alam Raja Ampat|Sumber: deddyhuang.com
Harapan saya, suatu hari nanti apabila saya diizinkan berkunjung kembali ke Raja Ampat dan boleh bercerita dalam blog tentang tempat-tempat di Raja Ampat yang belum saya datangi. Saya masih ingin merasakan pengalaman terbaik saya bahkan bisa lebih. Keramahtamahan yang saya rasakan dari penduduk lokal setempat, bermain dengan anak-anak Papua, berjumpa dengan Nemo, menikmati sunset dari Pulau Mansuar atau menikmati hasil tangkapan ikan yang segar serta kedamaian yang saya rasakan akan kerukunan antar agama. Jujur, sulit sekali bagi saya mendeskripsikan Raja Ampat, Papua Barat sebab terlalu manis untuk saya nikmati sendirian.

Ayolah kita menabung receh kembali untuk bisa mendaki puncak Wayag!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun