Entah apa yang menginspirasi orang tuanya, memberikan nama anaknya Ken Wood. Benar-benar nama asli. Keren. Anak dari keluarga yang hidup sederhana dan ekonominya tergolong pas-pasan berasal dari desa Karangklesem Kecamatan Pekuncen-Banyumas.
Selepas SD Ken Wood kecil merantau ke Jakarta pada tahun 1976.
Satu tahun bekerja sebagai tukang semir sepatu. Pada saat itu Ken Wood mangkal di depan salah satu restoran milik seorang warga keturunan Cina. Area restoran tersebut dikuasai oleh para preman, sehingga setiap hari Ken Wood harus setor uang pada preman itu.
Setiap malam Ken Wood tidur di masjid. Seorang Ken Wood kecil tidak harus membayar kontrakan untuk tempat tinggalnya, karena siang hari dia menjadi tukang semir sepatu dan malam hari pulangnya ke masjid untuk tidur.
Dari upah menyemir yang didapat sebesar 40.000 rupiah perhari dengan total perbulan 1.200.000 rupiah, sungguh luar biasa untuk penghasilan anak kecil yang hanya lulusan SD. Ongkos harian tukang bangunan saja pada saat itu hanya tiga ribu rupiah.
Ken Wood menyemir sepatu para tamu yang datang di restoran Cina itu. Ketika mereka sedang makan, satu persatu Ken Wood menyemir sepatunya.
Suatu hari, pemilik restoran itu menawarkan Ken Wood untuk bekerja di restorannya dengan gaji 40.000 perbulan. Ken Wood menolak tawaran tersebut karena upah menyemir saja 40.000 setiap hari. Masa mau beralih profesi yang gajinya jauh lebih kecil? Begitu pikir Ken Wood.
Suatu hari pemilik restoran kembali menawarkan pada Ken Wood untuk kerja di restoran dengan menceritakan bahwa dalam jangka pendek, semua menu makanan yang ada di restorannya akan masuk ke kampung-kampung. Seperti mendapatkan petunjuk setelah berdoa seperti biasa di masjid, Ken Wood memutuskan untuk meninggalkan profesi menyemir sepatu dan siap bekerja di restoran. Hanya satu tahun dia kerja menjadi tukang semir sepatu.
Sebelum memutuskan bekerja di restoran dia sudah memikirkan matang dengan gaji hanya 40.000 rupiah setiap bulannya. Dalam pikirannya dia berniat mencari ilmu resep masakan yang dijual di restoran itu.
Hanya satu tahun Ken Wood bekerja dan sudah mendapatkan resep-resep masakan. Tepatnya tahun 1977. Dia menguasai bagaimana cara membuat mie ayam dengan bumbu yang enak. Pilihan makanan itu rencananya menjadi andalan utama untuk berjualan.
Awal tahun 1978 setelah keluar dari restoran, dia usaha sendiri dengan berjualan mie ayam di Jakarta juga. Bertahun-tahun berjualan mie ayam, Ken Wood dinilai orang-orang kampung banyak duit. Bahkan selalu dipanggil 'Bos' oleh tetangga dan teman-temannya. Setiap pulang kampung dia selalu mengajak makan teman-temannya.
Tahun 1985 dia mengakhiri kehidupan merantau di Jakarta. Di kampung Ken Wood mulai usaha baru dengan berdagang kelapa yang dikirim ke Jakarta. Permodalan yang diberikan pada orang-orang untuk menjadi penampung kelapa, semula berjalan lancar. Tapi lama kelamaan mereka tidak setor kelapa sedangkan modal yang sudah diberikan Ken Wood tidak kembali. Akhirnya usahanya macet.
Dia mencoba usaha lagi dengan jualan gula merah menjadi pengepul yang pengirimannya ke Jakarta juga. Namun lagi-lagi gagal dengan kasus yang sama. Baru ketika dia berjualan kelilingan mainan anak-anak berupa balon, penghasilan setiap hari sangat besar. Hanya modal 10.000 untuk membeli balon kiloan, setelah diisi angin bisa mendapatkan keuntungan 90.000. Semua usaha dagang itu dilakukan Ken Wood ketika masih bujangan.
Setelah berumur, Ken Wood berumah tangga dengan gadis pilihannya. Saat itu ada tiga gadis yang mendekatinya. Namun pilihan dia jatuh pada gadis yang menurut nya kurang cantik dibanding dua gadis lainnya yang jauh lebih cantik. Namanya juga jodoh, walaupun pesek tetap istri yang dicintainya, begitu kata Ken Wood saat bercerita perjalanan hidupnya.
Tahun 1987 Ken Wood kembali berjualan mie ayam dengan menggunakan gerobak yang didorong. Dia berjualan keliling sambil momong anaknya yang masih kecil. Selama tiga tahun menekuni jualan mie ayam semakin banyak pelanggannya. Menurut pengakuannya dialah orang pertama yang mengenalkan mie ayam di kecamatan tempat tinggalnya dan juga kecamatan-kecamatan lain di sekitarnya.
Karena merasakan capek, hanya tiga tahun berjualan keliling mendorong gerobak. Ken Wood mulai berpikir untuk mangkal di tempat yang dekat rumahnya. Akhirnya dia spekulasi mengontrak lahan untuk membuat warung mie ayam. Ukuran warungnya pun terbilang kecil hanya muat sekitar enam pembeli yang mau makan di tempat.
Karena sudah banyak pelanggan pada saat berjualan keliling, nama warung Mie Ayam "Ken Wood" sesuai nama pemiliknya, semakin dikenal masyarakat luas. Omzet tiap hari semakin meningkat. Dari hasil berjualan mie ayam Ken Wood menghidupi keluarga dan pendidikan kedua anaknya. Waktu seperti berjalan begitu cepat bagi yang melihat kesuksesan seorang Ken Wood. Tapi mungkin Ken Wood sendiri sangat merasakan perjuangan yang luar biasa dari mulai merintis ketika masih di Jakarta.
Selain rajin menabung, Ken Wood juga gemar bersedekah. Dia meyakini dengan bersedekah harta tidak akan berkurang justru Allah akan menambahkan rezeki. Prinsip itu diterapkan pada anak-anaknya agar selalu memberikan sedekah sekecil apapun secara rutin kepada siapapunbsetiap habis berjualan.
Usaha Ken Wood semakin berkembang dengan membuka cabang di lokasi yang dibelinya senilai 500 juta dekat dengan warung yang pertama.
Warung mie ayam "Ken Wood 2" (yang dipegang Ken Wood sendiri hingga sekarang) sebagai cabang dari "Ken Wood 1" yang kemudian diserahkan pada anak perempuannya.
Sebelum pandemi Covid-19, rerata sehari melayani hingga 2000 porsi dari dua gerobak atau "Ken Wood 1" dan "Ken Wood 2" dengan menghabiskan satu kuintal ayam setiap hari.
Sedangkan anak laki-lakinya juga berjualan di kota yang jaraknya 4 Km dari lokasi "Ken Wood 1" dan "Ken Wood 2". Lokasi tersebut dibeli seharga 1 Miliar rupiah.
Anak-anak Ken Wood sudah mapan semua berkat perjuangan seorang ayah yang bekerja keras tak kenal lelah. Kegigihannya mencari rezeki tak ada duanya.
Aset yang dimiliki Ken Wood selain tempat usaha yang bernilai miliaran juga ada sawah dan tanah kebun yang bernilai ratusan juta.
Beberapa kendaraan roda dua dan roda empat juga dia miliki, namun Ken Wood yang tetap terlihat sederhana seringnya justru menggunakan sepeda ontel. Alasannya dengan mengayuh badan jadi lebih sehat.
Pesan terakhir Ken Wood, "Jadi orang jangan pelit-pelit, sering-seringlah bersedekah. Misal lagi di pasar, uang lima ribu ya dibagi seribuan pada lima pengemis. Begitu... Insya Allah hidupnya berkah."