Pro dan kontra peniadaan Pekerjaan Rumah (PR) bagi siswa menjadi berita viral. Yang setuju otomatis mendukung. Beda dengan yang tidak setuju, lebih memilih anak diberi PR.
Penulis sendiri termasuk yang tidak setuju dengan dibebaskannya PR, tetapi mendukung pemberian tugas dari sekolah. Dengan anak diberi PR justru merangsang anak untuk belajar. Mengingat zaman sekarang susah sekali menyuruh anak untuk belajar, dan itu dikeluhkan sebagian besar orang tua siswa.
Kebanyakan waktu anak lebih banyak untuk pegang HP, namun bukan untuk belajar online.
Ketika rapat wali murid sering ibu-ibu saling curhat menceritakan kebiasaan anak-anaknya di rumah. Bahkan untuk shalat atau mengaji juga sangat susah kalau disuruh orang tua.
Anakpun menjadi pemalas, boro-boro mau membantu pekerjaan lain di rumah. HP dan HP yang terus dipegang, entah bermain game online atau yang lainnya.
Untuk mengerjakan PR pun tetap harus disuruh dan dipantau orang tua.
Maka dengan adanya pemberian PR dari guru setidaknya anak mau belajar di rumah, bukan hanya di sekolah saja.
Beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh pihak sekolah, antara lain :
1. PR yang diberikan guru jangan terlalu banyak yang akhirnya membebani anak, merasa stress dan uring-uringan.
2. Setiap guru menjadwal pemberian PR agar tidak terjadi pada hari itu juga semua guru bidang studi memberikan PR.
3. Sebaiknya ketika hari sabtu atau malam minggu dan malam hari libur guru tidak memberi tugas PR agar anak bisa menikmati waktu lebih santai pada malam harinya atau bercengkerama dengan keluarga.
Jika anak tidak diberi PR tidak menutup kemungkinan banyak anak-anak sekolah yang tidak mau belajar di rumah. Dengan adanya PR untuk siswa dapat meringankan tugas dan kewajiban para guru.
Peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk mendampingi anak belajar atau saat mengerjakan PR.
Bms, 27 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H