Sudah banyak keluhan bahkan sumpah serapah yang keluar dari mulut masyarakat mengenai kondisi jalan umum. Dan yang menjadi target serapahnya sudah barang tentu adalah pemerintah daerah itu sendiri. Jalan adalah prasarana yang vital untuk menentukan apakah suatu daerah berkembang atau tidak namun harus diakui belum semua jalan yang ada dapat dikatakan layak apalagi daerah yang berada di luar pulu Jawa. Kalimantan adalah salah satu wajah buruk Indonesia ketika berbicara mengenai jalan umum.
Di tempat saya, tepatnya di desa Long Gelang Kabupaten Paser Kalimantan Timur contohnya. Jalan yang katanya dicanangkan sebagai jalan Propinsi sampai hari ini masih belum layak disebut sebagai jalan umum. Kondisi jalan yang belum diaspal bahkan pengerasan sekalipun akan menjadi buruk ketika musim hujan tiba. Di tambah lagi truk-truk yang membawa kayu hasil penebangan secara ilegal turut menambah rusaknya jalan di desa ini. Hingga akhirnya masyarakat membangun portal untuk menghalangi truk atau mobil besar yang hendak lewat dan kemudian diminta pungutan untuk alasan pemeliharaan jalan. Ini bisa saja dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).
Kondisi jalan yang berlumpur menyulitkan setiap warga untuk melintasinya. Terkadang mereka harus menuntun sepeda motornya jika harus melalui genangan lumpur. Tak jarang pakaian mereka pun ikut berlumuran lumpur seperti kerbau yang senang berkubang.
Kerbau! Sebutan ini tepat ketika melihat relasi antara kondisi jalan yang berlumpur dan orang yang melintasinya. Jelas ketika pemerintah daerah tidak memperhatikan kondisi jalan seperti ini bahkan memilih tidak peduli terhadap jalan ini, maka tidak lain pemerintah setempat secara tidak langsung menganggap rakyatnya adalah KERBAU!
Pembangunan jalan umum yang layak merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk me-manusiakan (humanisasi) penduduknya dan sebaliknya ketika kondisi jalan tidak layak bahkan rusak itu sama artinya dengan proses dehumanisasi di mana rakyatnya bukan lagi dianggap sebagai manusia. Semakin layak jalan yang dibangun semakin baik pula proses humanisasi yang dibangun.
Wajah jalan di daerah itu sama artinya dengan wajah para pemimpin kita di daerah. Ketika jalan justru menjadikan orang yang melintasinya seperti kerbau maka jelas wajah pemerintah daerah adalah seperti kerbau.
Ketika masyarakat memungut pungli demi alasan pemeliharaan jalan itu juga wajah pemerintah kita yang sudah tidak lagi punya wajah namun rajin memungut pungli yang lebih besar lagi.
*pemerhati di Pulau Kalimantan yang kaya namun berwajah rusak*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H