Di salah satu masjid sederhana ada sebuah percakapan, dimana ada salah seorang jamaah bertanya kepada seorang sufi
“Tuan, Apa bedanya antara pemulung dan konglomerat?”
Si Sufi itupun menjawab
“Si pemulung itu hakekatnya adalah raja, sedangkan si konglomerat itu adalah sangat miskin”
Terkejutlah si penanya itu, lantas ia berbalik tanya
“lo kok bisa? Kenapa tuan bisa mempunya pendapat seperti itu? Apa alasannya? Tanya dengan mimik keheranan
“Mengertilah wahai saudaraku, bahwa si kaya itu rakus akan dunia, pagi malam yang ia pikirkan adalah dunia, yang ia pikirkan bagaimana ia bisa kaya, bagaimana hartanya terus bertambah, bagaimana bisnis yang ia jalankan melesat dan berkembang dengan cepat, sampai ibadahnya banyak yang terbengkalai, dan sholatpun terbayang nampak dengan urusan-urusan dunia”
Lanjut Si Sufi itu
“Tidak hanya sebatas itu saja, apakah pernah memperhatikan zakat wajibnya sebesar 2,5% dari harta kekayaannya, misal saja harta yang ia miliki adalah Rp. 100 T, maka zakat wajib kontan harus dibayarkan senilai 2,5% yaitu Rp. 2,5 T? Memikirkan tetangga-tetangganya yang membutuhkan bantuan? Atau member belas kasih dengan fakir miskin yang ada disekitarnya?”
“Wah kalau aturannya kayak gini, bisa bangkrut kalau ane punya perusahaan” celetuk si penanya itu
“Jangankan membayar zakat, jangankan memikirkan tetangganya yang membutuhkan bantuan? Jangankan dengan fakir miskin yang disekitarnya? membayar pajakpun ia tidak mau, sehingga ia berfikir bagaimana pajak dari perusaahaan yang ia kelola itu lebih jauh lebih murah dari harga normal, bahkan sampai menyogok pihak yang dari petugas pajak berapa banyak pejabat-pejabat tinggi, orang-orang kaya yang terlibat urusan kpk? berapa banyak orang penting yang melarikan diri keluar negeri menghindari jeratan hukum?”
“Lihat berita di TV, pada sabtu 18 Juni 2011 kemarin ada persitiwa mencengangkan, seorang warga negara Indonesia yang mengais sesuap nasi di negeri orang (arab saudi) telah dieksekusi mati atas nama Ruyati binti Sapubi alias Ruyati binti Saboti Saruna, Kepalanya dipancung bak menebas batang pisang menggunakan pedang: PUTUS!, jeritan rakyat jelata tidak di gubris oleh para pemimpin seolah-olah seperti angin lalu! Lalu dimanakah rasa kasih sayang dan kepedulian itu?”
“Dan yang paling penting, ia lupa padahal dunia yang ia tumpuk sebentar lagi akan ia tinggalkan, tidak ikut terkubur dalam liang lahatnya, keculai liang lahatnya sebesar 1 hektar untuk mengubur semua hartanya”
“hahahahahahaha, bisa bisa aja kisanak ini” jawab si penanya itu
Dengan inotasi agak serius si sufi melanjutkan jawabannya
“Bahkan didalam hadist qudsi mengatakan bahwa dunia itu adalah sampah, dia rakus mencari sampah-sampah, sehingga ia mengotori dunia, maka dialah hakekat pemulung, Sedangkan si pemulung hanya berfikir bagaimana besok untuk cukup dimakan, dia bersyukur, maka ia tidak mengambil sampah seperti si pemulung, maka sesungguhnya orang inilah yang kaya.”
Sambil menglela nafas, sang penanya itu berguman kepada dirinya sendiri
“Eh ternyata si kaya adalah seorang pemulung dan si pemulung adalah raja, dan ternyata seorang pemulung adalah konglomerat, dan seorang konglomerat adalah pemulung”
“Kalau begitu saya balik tanya, Apa beda dan persamaannya orang yang miskin dirumah pencari rumput dengan konglomerat yang mempunyai harta yang tidak habis sampai 7 turunan?” Tanya Si Sufi itu kepada si penanya
“Apa yaaa?” Sambil berfikir lama si penanya itu
Si sufi itupun akhirnya menjawab dari pertanyaannya sendiri
“Perbedaan hanya terletak pada titipan, maksudnya si miskin di titipi harta sedikit, sedangkan si kaya sebaliknya di beri harta lebih banyak”
“Lalu persamaannya, orang miskin makannya hanya 1 piring, orang kayapun juga sama makan 1 piring”
“Kenikmatannya?”
“Ketika ia kaya, masuk restaurant, makan makanan yang enak akan tetapi sambil makan pikirannya ke dunia, akhirnya makanannya pun tidak habis, sedangkan si miskin, makan nasi jagung, sambal, dengan ikan asin, dengan nikmatnya ia habiskan tanpa beban apapun”
“Kalau begitu apa bedanya Fir’aun dengan Nabi Sulaiman wahai kisanak?” Tanya heran si penanya itu
“Dalam sejarah, Firaun adalah raja yang sangat sukses, dengan kesuksesannya membutakan dirinya, sehingga ia berani menganggap bahwa dirinya adalah Tuhan, sedangkan Nabi Sulaiman, ketika ia menguasai kerajaan jin dan putri bilqis, semua rakyat menyanjung nabi sulaiman, akan tetapi ia hanya berucap. Ini adalah kuasamu Tuhan, maka hakekat orang sukses itu adalah orang yang bisa berjalan sesuai skenario tuhan, maka itulah orang yang sukses”
“Maka jadilah engkau seperti nabi sulaiman, janganlah engkau jadi firaun-firaun dizaman ini, sehingga ketika kaya, itu adalah milikku, ketika alim itu adalah ilmuku, dan ketika sukses itu adalah suksesku”
“Dan jadilah konglomerat yang mempunyai hati pemulung, lahirnya seorang konglomerat akan tetapi hatimu benar-benar merasa miskin, merasa tidak mempunyai apa-apanya, dan ketika suatu saat kamu menaiki mobil mewah dengan pakaian yang indah, hatimu harus tetap mengatakan “ini engkau ya Allah, semua adalah titipanmu, engkaulah hakekat yang memberi puji-pujian, dan ini adalah ujianku, karena kesuksesan sendiri itu tetap adalah suatu tanda tanya besar!””
Dan untuk terakhir kalinya Si Sufi memberikan sebuah pertanyaan sambil meninggalkan si penanya itu
“Kalau sudah begitu apa yang kau cari wahai saudaraku"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H