Mohon tunggu...
Sotardugur Parreva
Sotardugur Parreva Mohon Tunggu... -

Leluhurku dari pesisir Danau Toba, Sumatera Utara. Istriku seorang perempuan. Aku ayah seorang putera dan seorang puteri. Kami bermukim di Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanggapan untuk "Jika Ahok Bebas, Bagaimana dengan Buni Yani?"

11 April 2017   12:56 Diperbarui: 11 April 2017   21:00 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

@Nina Bobo, boleh dong saya yang juga kurang faham mengenai hukum, memberi pendapat, ya? Berdasar logika yang saya pandang sehat saja. Saya percaya, bahwa logika hukum juga harus berdasar pada logika sehat.

Selaku kasus pidana yang sedang menjalani proses peradilan, lazimnya, ada dua kemungkinan hasil akhirnya, yaitu terdakwa menjadi terpidana, atau terdakwa bebas. Lepas dari pendapat siapapun, proses peradilan harusnya berjalan independen, tanpa campur tangan siapapun. Proses peradilan berjalan dalam pimpinan majelis yang terhormat.

Saya tidak mengetahui tentang tingkat kepedulian pendengar pidato BTjP terhadap agamanya. Saya yakin, sebagian besar pendengar pidato itu merupakan penganut Islam. Berdasar pada berita-berita yang disiarkan melalui media elektronika, ternyata pidato BTjP itu diselesaikan dengan damai, dalam arti, saat selesai pidato, tidak ada kegelisahan, atau keresahan, atau kegaduhan di antara pendengar. Kondisi akhir pidato tersebut menuntun pada simpulan bahwa pidato tersebut tidak menistakan agama pendengar.

Tentang ketidakprofesionalan Polisi, mungkin saja terjadi, mengingat oknum polisi juga manusia yang kadang berada pada kondisi gagal fokus. Namun, mengingat penerima laporan masyarakat bukan hanya seorang saja, lazimnya, masing-masing penerima laporan itu akan saling mengingatkan. Dengan demikian, kecil kemungkinan terjadi ketidakprofesionalan penerimaan laporan. Demikian juga penyelidikan dan penyidikan, dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari beberapa orang (bukan seorang saja).

Yang kuketahui, Polisi bertugas menyelidik dan menyidik. Selanjutnya, hasil penyelidikan dan penyidikannya, diserahkan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) untuk dirumuskan sebagai tuntutan ke Pengadilan. Dengan kondisi seperti itu, menurut pendapat saya, apabila kerja Polisi kurang profesional, maka Kejaksaan berhak mengembalikan hasil penyelidikan dan penyidikan Polisi tersebut untuk dilengkapi. Pada kondisi seperti itu, sering terjadi, berkas suatu kasus bolak-balik dari Polisi ke Kejaksaan dan sebaliknya, sampai lengkap, lalu diajukan tuntutan ke pengadilan.

Mencermati proses seperti itu, maka dapat disimpulkan, bahwa apabila suatu kasus sudah dituntutkan oleh JPU ke Pengadilan, kasus itu sudah selesai dari Polisi. Kecuali, bila ternyata setelah proses pengadilan berjalan, ternyata hakim menilai masih dibutuhkan tindakan kepolisian untuk kelengkapan proses peradilan. Menurut pendapatku, dalam hal seperti itu, polisi wajib memenuhi permintaan hakim.

Jadi menurut pendapatku, apabila suatu kasus berproses dimeja pengadilan, kasus itu sudah selesai diselidik dan disidik oleh Polisi secara profesional. Bila ada kekurangan, maka sebelum JPU menuntut ke Pengadilan, JPU harus meminta kelengkapan dari Polisi. Artinya, bila suatu kasus sudah berproses di meja pengadilan, yang berhadap-hadapan adalah JPU dan terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum. Polisi melaksanakan tugas pengamanan jalannya proses peradilan, bukan menyelidik atau menyidik.

Tentang dampaknya kepada Buni Yani, kupikir, kasusnya berbeda. Sependek yang kucermati dari pemberitaan, Buni Yani diajukan ke Pengadilan karena dia ‘mengedit’ video di mana hasil editannya menimbulkan keresahan di masyarakat. Buni Yani diproses terkait dengan perbuatannya yang mengedit dan mempublikasi editannya, kemudian berdasar video editan tersebut, terjadi keresahan atau kegaduhan di masyarakat.

Jadi, menurut pendapatku, pidato BTjP di Kepulauan Seribu itu tidak menimbulkan keresahan. Tidak ada pendengar pidatoitu yang menilai pidato itu sebagai penistaan agama. Namun, video hasil editan Buni Yani yang menonjolkan bagian yang diduga merupakan penistaan agama, menimbulkan keresahan atau kegaduhan. Berdasarkan video editan Buni Yani, masyarakat penganut Islam merasa agamanya dinista. Padahal, ketika pidato yang videonya diedit Buni Yani itu dipidatokan di Kepulauan Seribu, tidak seorangpun penganut Islam yang mendengar pidato itu menilai adanya penistaan agama. Terbukti dari pidato itu diakhiri dalam damai.

Menurutku, apabila BTjP divonis bebas, bukan menunjukkan Kepolisian tidak profesional. Yang tidak professional ialah JPU, di mana mengajukan tuntutan ke Pengadilan, padahal, hal yang dituntutkan itu tidak layak dituntutkan. Proses pengadilan sudah berlangsung, artinya, penyelidikan dan penyidikan oleh Polisi sudah selesai. Seharusnya,apabila JPU profesional, hal-hal yang masih kurang dari penyelidikan dan penyidikan Polisi, harus lebih dahulu dilengkapi sebelum dituntut ke Pengadilan.

Tentang tindakan Buny Yani yang mengakibatkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat, saya tidak tahu apakah tindakan itu merupakan delik aduan atau tidak. Maksudnya, apabila penyebab terjadinya keresahan atau kegaduhan masyarakat itu adalah delik aduan, maka harus ada yang mengadukan agar kasus itu diproses. Apabila penyebab keresahan dan kegaduhan masyarakat bukan delik aduan, maka tanpa ada pihak yang mengadu, Polisi harus mencari penyebab keresahan dan kegaduhan itu, dan melengkapi bukti, lalu dimintakan ke JPU untuk dituntut ke Pengadilan.

Itu menurut saya.

Salam Bhinneka Tunggal Ika

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun