Ditengah hiruk pikuk masyarakat abad 21 ini, korupsi bukan lagi hal yang asing, seakan-akan tindakan yang sangat merugikan Negara ini menjadi makanan pokok oleh kalangan birokrat yang “kecolongan” idealismenya sebagai kalangan yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat. Apabila dihitung-hitung dana yang telah di”colong”, berapa triliunkah kerugian negara? Padahal dana itu bisa dialokasikan pada pendidikan (yang selama ini anggaran negara 20% untuk pendidikan namun hanya 5% yang diterima oleh rakyat. 15% nya?), atlet-atlet yang hingga saat ini keadaan ekonominya sangat mengharukan, padahal mereka telah membawa nama harum Indonesia dengan bakatnya yang sangat luar biasa. Penulis sangat yakin, dahulu kala para koruptor pernah mempunyai fikiran yang sama seperti apa yang penulis fikirkan. Entah mengapa idealisme yang mereka miliki hilang begitu saja? bagaikan hujan selama 3 tahun dihapus dengan panas 4 hari? Hal yang sangat aneh ketika dahulu kala manusia bersikap seperti harimau yang menginginkan kesejahteraan rakyat, namun hari ini mereka menjadi tikus-tikus yang menggerogoti keinginan mereka sendiri.
Memang, sesuai dengan pernyataan Karl Marx yang ditulis oleh Erich Fromn tentang motif manusia dalam hidup. Ia menjelaskan memang manusia hidup tidak lain bertujuan mencari kesenangan dan uang. Namun pernyataan ini hanya sekedar analisis psikologis belaka. anehnya, terkadang pernyataan ini dijadikan alat pembelaan oleh para pelaku korupsi untuk mendapatkan pemakluman-pemakluman masyarakat.
Sejarah tidak akan lepas dari perjalanan hidup manusia. Dengan adanya korupsi, muncullah komisi khusus yang berfungsi untuk memberantas tindak pidana korupsi. Sesuai dengan konsep Marx tentang sejarah bahwa munculnya sesuatu yang bersifat material(benda, fakta sosial dan lain sebagainya), pasti dalam perjalanannya terdapat sebab-sebab tertentu yang berakibat munculnya materi lain. Andai di Indonesia tidak pernah ada korupsi, pasti juga tidak pernah muncul komisi khusus yang menangani tindak pidana tersebut. Terbentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK).
Anehnya, keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) seakan-akan tidak dirasakan oleh para koruptor, yang seharusnya menjadi “hantu yang menakutkan” bagi mereka. Apakah karena setelah mereka melakukan korupsi sudah menyiapkan ahli hukum yang siap Pro pada mereka? Hal itu sangat memungkinkan. Terbukti dengan ringannya hukum bagi koruptor, hampir sebanding dengan hukuman sekelas pencuri ayam kampung. bahkan penjara yang sangat nyaman. Seperti pindah tempat bernaung. Bagaimana bisa menimbulkan efek jera bagi koruptor apabila perselingkuhan antara ahli hukum dan pelaku tindak pidana kian marak?. Bahkan terdapat oknum-oknum, organisasi-organisasi yang mencoba melindungi koruptor agar tidak dijerumuskan kedalam jeruji besi. Padahal mereka semua yang selalu meneriakkan keinginan bebasnya Negara dari koruptor.
Mungkin karna kepraktisan kehidupan masyarakat kontemporer saat ini yang selalu menginginkan kemudahan hidup, sehingga karna hilangnya idealisme yang mereka miliki akhirnya mengambil jalan pintas untuk memperkaya diri sendiri. Penulis yakin mereka adalah kaum terpelajar yang mengetahui tertib sosial dalam masyarakat. Semoga refleksi tidak hanya menjadi wacana belaka. Berfikir bergerak dan berkesadaran bertindaklah yang saat ini harus menjadi prioritas penuh untuk kemajuan Indonesia khususnya pemberantasan korupsi. agar negara indonesia menjadi negara yang besar dan disegani oleh negara manapun yang ada di dunia.
sangat menmungkinkan jika indonesia ini menjadi negara yang besar. bagaimana agar yang terkenal sampai ke mancanegara tidak hanya korupsinya. indonesia bisa mengembangkan sektor sektor yang dimiliki agar bisa mengharumkan nama negara. misalnya seperti di sektor pendidikan. seperti apa yang kita ketahui bahwa indonesia memiliki banyak kampu-kampus yang bisa menghasilkan sang revolusioner revolusioner besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H