Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Saatnya KPU Dikelola Oleh Para Profesional, Bukan Oleh Kaum Birokrat

16 Juli 2014   14:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:11 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden SBY mengakui kekalahan Partai Demokrat dalam Pileg 2014 kemarin berdasar quick count yang dilakukan oleh SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting). Pada saat data yang masuk ke SMRC sudah 93% lebih, SBY secara terbuka menyatakan kekalahannya dan mengucapkan selamat pada partai yang mencapai prosentase jumlah suara di atas Partai Demokrat yakni PDIP, Golkar dan Gerindra.

"Berkaitan dengan hasil hitung cepat dengan keyakinan dan asumsi bahwa angka ini tidak berbeda jauh dengan perhitungan resmi nanti. Kami menerima sepenuhnya suara yang partai demokrat yang dapatkan dalam pileg 2014 ini," demikian kata SBY dalam jumpa pers (Sumber).

Tapi nampaknya untuk kasus pilpres 2014, SBY tidak punya sikap sama tentang quick count yang dilakukan oleh lembaga yang sama - SMRC. Tidak diketahui alasan kenapa kali ini SBY tidak mempercayai lembaga kredibel yang sebelumnya amat dipercayainya itu.

Dalam konferensi pers, SBY bilang bahwa menurut hasil quick count kedua capres menyatakan kemenangan berdasar hasil quick count lembaga rujukan masing-masing (Sumber). SBY tidak menyinggung apakah lembaga penyelenggara quick count tersebut kredibel atau tidak. SBY hanya menyarankan agar masing-masing pihak untuk menjaga suasana damai dan tidak memprovokasi masing-masing pendukung untuk menghindari konflik horizontal. Sebaiknya semua menahan diri dan menunggu pengumuman resmi dari KPU tanggal 22 Juli 2014 nanti.

Dalam teleconference yang dilakukan SBY dengan KPU (Sumber), dikatakan bahwa KPU sebaiknya mempertahankan sikap netral demi kehidupan demokrasi Indonesia yang baik. SBY juga menyarankan agar KPU membina komunikasi dengan kedua capres untuk selalu mengupdate informasi.

Agar KPU mengajak mengundang, melibatkan kedua pasangan capres dan cawapres dan timnya untuk ikut mengawasi penghitungan yang dilakukan oleh KPU sejak awal. Itu sangat penting daripada seolah-olah diserahkan sepenuhnya pada KPU. Begitu diumumkan tanggal 22 Juli nanti ada yang tidak mau menerima mengatakan KPU tidak obyektif, rekayasa, pesanan dan sebagainya maka situasi politik kita akan mendidik. Kalau mendidih kostnya atau harganya tinggi sekali. Sebaiknya KPU proaktif mengajak mereka untuk diawasi bahwa KPU netral, profesional, bekerja di atas kebenaran dan tidak main-main. Demikian kata SBY pada Ketua KPU, Husni Malik pada saat melakukan telekonferensi.

Menurut hasil Quick Count SMRC menunjukkan pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla unggul dengan memperoleh suara sebesar 52.98% di atas pasangan Prabowo - Hatta Rajasa yang memperoleh suara 47.02%. Secara statistik, selisih suara kedua pasangan sangat signifikan, yakni sekitar 5.96%. Berdasarkan selisih ini, SMRC menyimpulkan bahwa pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla akan memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden 2014 (Sumber)

Sebagaimana kita ketahui ada 8 lembaga riset yang menyatakan keunggulan Jokowi - JK dalam quick count mereka dan ada 4 lembaga yang menyatakan Prabowo - Hatta lebih unggul. Banyak kalangan kemudian mempertanyakan kredibilitas lembaga riset tersebut. Lembaga yang menyatakan quick countnya mengunggulkan Prabowo - Hatta paling sering disorot. Karena ketiga lembaga riset yang mendukung Prabowo yakni Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI) mangkir hadir ketika diundang oleh Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) untuk buka-bukaan tentang data yang dihimpunnya (Sumber).

Kehadiran lembaga riset untuk menerbitkan angka quick count selama ini tidak pernah menjadi sorotan masyarakat. Tidak terdapat kontroversi antara quick count dan real count. Selama ini memang tidak terdapat perbedaan signifikan temuan angka antara quick count dan real count. Angka perbedaan selisihnya amat kecil dan kurang dari 1%.

Adalah sesuatu yang aneh bila kini banyak kalangan mempersoalkan lembaga-lembaga riset yang selama ini tergolong kredibel dan dijadikan acuan oleh banyak kalangan karena adanya lembaga riset yang mengungkap data yang berbeda. Bagaimana mungkin perolehan angka tersebut bisa beda jika metodologi yang dipergunakan secara statistik bisa dipertanggung-jawabkan? Tujuan utama quick count sebenarnya adalah sebagai pengontrol hasil hitungan suara pemilu dari penyelewengan dan bukan sebaliknya yakni menyelewengkan hasil hitungan suara pemilu.

Kini tiba-tiba semua lembaga riset itu menjadi terdakwa dengan tuduhan penyelewengan dan manipulasi data. Kredibilitas semua lembaga riset itu kini seolah menjadi isapan jempol. Terjadi krisis kepercayaan intelektual tidak saja kepada lembaga riset tapi juga pada dunia akademik yang dianggap memegang teguh dunia obyektifitas keilmuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun