Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rasa Hormat pada Pengadilan di Australia

9 Februari 2014   07:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:01 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_311041" align="alignnone" width="613" caption="Sumber foto: http://static.panoramio.com/photos/large/45153286.jpg"][/caption]

SANGAT mengherankan melihat jalannya persidangan di Indonesia. Tidak tertangkap kesan keseriusan dalam persidangan. Tidak tertangkap adanya keheningan. Tidak tertangkap adanya rasa khusuk untuk mendengarkan. Seperti melihat keramaian orang menikahkan anaknya saja.

Begitu kira-kira pandangan penulis ketika melihat jalannya persidangan lewat berita TV dan youtube. Paling tidak, begitulah jika penulis bandingkan dengan pengalaman penulis saat mengikuti persidangan di Sydney.

Belum lagi adanya para wartawan yang berada di dalam ruangan sidang. Berjubel saling berebut mencari posisi strategis untuk ambil gambar.

Begitu palu diputuskan, saat pesakitan itu digelendeng masuk kembali ke tahanan, para wartawan bisa melontar pertanyaan dan bikin foto. Malah pesakitan kesulitan mencari jalannya.

Beda sekali ketika penulis melihat jalannya persidangan di Australia. Begitu masuk halaman pengadilan, orang dilarang memotret. Penulis pernah mengambil foto gedung bangunan dari halaman masuk bagian belakang - dimana pesakitan diturunkan dari mobil tahanan. Langsung saja polisi bergegas mendatangi dan mengusir penulis untuk keluar dari halaman. Sempat kepikiran polisi itu akan menggampar penulis atau merampas kamera. Padahal jaraknya cukup jauh. Benar-benar ketat aturannya.

Sebelum masuk ruangan pengadilan, petugas keamanan akan mencegat dan menggeledah. Dilarang membawa tas, mobile phone apalagi kamera. Begitu masuk ruangan, orang harus membungkukkan tubuhnya. Sebagai tanda menghormati ruang sidang.

Sidang berjalan khusuk. Tidak ada suara berisik sekalipun. Semua mendengarkan. Pesakitan didudukkan dalam kursi terpisah. Di sebelah kursi pesakitan ada tangga menuju ruangan di bawah, dari mana pesakitan itu ditransfer dari penjara.

Di koran-koran Australia tidak pernah penulis dapati foto pesakitan di pengadilan. Karena orang memang dilarang memotret di dalam ruangan pengadilan. Kalau menggambar diperbolehkan. Maka wajah para pesakitan di ruangan sidang biasanya di-skets oleh artis ahli gambar. Hak praduga tak bersalah atau "Innocent until Proven Guilty" benar-benar berusaha dihormati.

Rasa hormat pada hukum mungkin terefleksi dari ruangan pengadilan itu sendiri. Ruang pengadilan di Australia menurut penulis seperti masuk ruangan sakral. Atau mengingatkan ruang latihan karate waktu dulu - ketika setiap orang harus menghormat ketika masuk ruang latihan. Ruang pengadilan memang sepantasnya dihormati. Karena disitulah keadilan masyarakat diputuskan. Tidak untuk jak-jakan, bahasa Jawanya. Tidak untuk main-main tanpa aturan.

Bila ruang pengadilan tidak dihormati, bagaimana bisa disimpulkan bahwa orang menaruh rasa hormat pada sistem hukumnya? Apakah pengadilan dilakukan berdasar bukti-bukti pendukung sebenarnya atau hanya rekayasa? Apakah pengadilan telah memutuskan sesuatu secara benar-benar adil? Itu barangkali sebagian pertanyaan dari deretan pertanyaan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun