HIDUP harus dinikmati. Dosa jangan sampai membelenggu kita untuk menikmati hidup. Dosa harus diselesaikan urusannya. Mengeluh tak akan menyelesaikan masalah. Apalagi mengeluh pada yang Kuasa. Itu hanya cara menghibur diri sendiri karena malas atau tinggi hati untuk bertindak.
Banyak orang pada saat berada di titik tertentu yang menohok rasa manusianya sering sambat, "Duh, Gusti ampuni dosa hambamu."
Sebenarnya kenapa sih kita merasa berdosa? Dosa itu apa?
Guilty (bersalah) dan sin (berdosa) memang konsepnya berbeda. Tapi implikasi secara emosi hampir sama. Ada titik temunya. Bedanya, ketika orang merasa berdosa, ia mengarahkan emosinya ke yang ada di Atas. Kalau bersalah, ia mengarahkan emosinya pada diri sendiri.
Ketidak-pasan tindakan sosial disanksikan dengan ukuran salah atau tidaknya dan bukan berdosa atau tidak. Bersalah lebih gampang diukur secara hukum sosial daripada berdosa yang lebih subjektif menurut keyakinannya.
Rasa dosa itu sebenarnya cerminan rasa bersalah. Bersalah pada diri sendiri atau pada orang lain. Orang merasa berdosa pasti sedikit banyak ada kaitannya dengan tindakan sosialnya yang salah. Inilah titik temunya. Lebih baik merasa bersalah daripada merasa berdosa jika berkonteks sosial.
Kalau merasa bersalah pada diri sendiri, ya jangan diulangi perbuatan yang bikin rasa bersalah itu. Yang sudah lalu biarkan berlalu.
Kalau merasa bersalah pada orang lain, tidak perlu sambat minta maaf pada yang Kuasa. Lebih baik langsung saja minta maaf pada orangnya. Masalah lebih terselesaikan dengan tuntas. Sehingga tidak ada lagi menyisakan rasa berdosa?
Yang Kuasa itu bukan tempat mengeluh yang kita tidak tahu arah jluntrungnya. Lebih baik bertindak dan selesaikan masalahnya.
Daripada bilang, "Duh, Gusti ampuni dosa hambamu," lebih baik bilang, "Duh, Gusti I love you sooooo much....."*** (HBS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H