Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Visi dan Misi Kami Sudah Jelas, Kata Jokowi

6 Juli 2014   15:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:16 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14046102401645352640

[caption id="attachment_332196" align="aligncenter" width="448" caption="Debat yang menguak realita di masyarakat. (Sumber foto: http://pemilihan.info/wp-content/uploads/2014/06/pilpres-2014.jpg)"][/caption]

Nonton debat capres 5 Juli kemarin malam kok bikin terkantuk-kantuk yo? Kebanyakan yang dibahas dan umum-umum saja. Terlalu luas bahannya, sehingga tidak menukik dan dengan jawaban ala kadarnya. Bahkan ada pertanyaan yang kelewatan untuk dijawab. Sekali lagi sepertinya kita ini suka hal-hal yang normatif, di awang-awang, cari amannya, takut kehilangan muka dan berdiri di balik etika dan jaga sopan santun.

Ada beberapa saja yang menarik dan sempat membuat mata saya melek kembali. Ketika debat tentang mafia, koperasi dan peternakan sapi. Menarik karena mereka bicara tentang realitas di lapangan dan menjadi isu penting di masyarakat. Di sini kelihatan visi dan misi serta karakter mereka dalam menangani masalah jadi membumi. Tidak lagi bicara literatur atau dunia teori yang kita semua sudah mahfum. Pasti saja semua punya tujuan baik. Visi dan misi kami sudah jelas, itu kata Jokowi. Lha, kalau sudah jelas kenapa masih diperdebatkan?

Debat pilpres seharusnya memberi kesempatan capres dan cawapres berdiskusi tentang realitas yang ada di lapangan dan menjadi problem nyata masyarakat. Debat mbok sekali saja sehingga tidak bertele-tele dan malah jadi mengaburkan realitas menjadi normatif. Kita tidak menemukan jawaban atas kampanye hitam atau topik-topik kampanye yang perlu dimintai penjelasan. Hanya dua saja yakni masalah koperasi dan mafia.

Karena berdasar kampanye itulah masyarakat umum cenderung tergiring untuk menentukan pilihannya. Isi kampanye perlu dipertanyakan validitas dan feasibilitasnya oleh masing-masing kontestan sehingga masyarakat bisa mengerti proporsi kedudukan masalah sebenarnya. Mendengar isi kampanye jika ditinjau dari sisi lawan, sehingga masyarakat punya informasi pembanding dan tidak termakan oleh janji-janji dan harapan-harapan kosong belaka demi menarik suara.

Isu kampanye perlu dipertanggung-jawabkan dan dikuak kebenarannya, sehingga nantinya kampanye tidak asal omdo saja. Tidak cuma membangun citra atau sekedar retorika dan provokasi. Sebuah pendidikan politik masyarakat dan elite politik untuk selalu politically correct.

Tapi bagiku, debat itu hanya selingan. Bukan dasar bagi saya untuk menentukan pilihan. Pilihan sudah aku tetapkan sejak lama lewat pengamatan panjang. Perlu diteliti konsistensinya. Tidak berdasar pada informasi hangat-hangat tahi ayam. Cuma hangat ketika menjelang pilpres. Apalagi menaruh perhatian dari informasi para opportunis yang rame-rame pindah partai setelah survey-survey mengidentifikasikan kemungkinan sebuah kemenangan, lalu omdo panjang lebar.

Semua hal yang berkaitan dengan kampanye bagiku bagai memasuki dunia normatif. Ukuran bisa kita tentukan secara subyektif. Karena bisa nampak baik atau jelek tergantung bagaimana kita meninjaunya dan tentu saja sering berdasar pada keterpihakan kita. Menentukan pilihan lebih realistis jika berdasar pada pengamatan panjang track record masing-masing kontestan pilpres.*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun