Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mikir Terlalu Jauh

11 November 2014   00:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak pramuka sudah menyiapkan perbekalannya ketika hendak naik gunung. Sepatu, kaos tangan, baju hangat, jas hujan, beberapa makanan kering, peralatan masak, korek api dan lain-lain. Anak itu demikian semangatnya. Ia sudah siap mental hendak menaklukkan puncak gunung.

Bapaknya ketika tahu anaknya hendak mendaki gunung tertawa-tawa.

"Mau naik gunung kok sepatunya tipis kayak gitu. Apa nggak kedinginan nanti. Kok bawa indomie? Kok nggak bawa makanan daging dalam kaleng yang lebih bergizi?" komentarnya pada anaknya.

"Sepatu ini ringan dan kedap air, Pak.  Kalau bawa makanan kaleng nanti bebannya terlalu berat," jawab anaknya.

"Kamu apa sudah tahu gimana medannya? Nggak gampang lho naik gunung itu. Kamu kok nggak bawa tali?  Kalau medannya terjal gimana?" kata bapaknya lagi.

"Ya, belum tahu, Pak. Cuma kira-kira saja. Pasti berat. Makanya saya bawa yang ringan-ringan dan yang diperlukan saja," kata anaknya lagi.

"Kamu nanti apa kuat mendaki, badanmu kurus kayak kurang gizi gitu," kata bapaknya lagi kuatir dengan keselamatan anaknya.

"Saya sudah latihan jalan, Pak. Nanti kalau nggak kuat, ya berhenti nunggu di pos nggak usah ikut naik sampai puncak," kata anaknya.

# Cerita di atas hanya contoh saja.  Kita sering berpikiran terlalu jauh.  Kadang tidak realistis.  Mengharap sesuatu yang mendekati keinginan subyektif kita. Kurang menghargai dan berpikiran positif terhadap kemampuan pribadi orang lain untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.  Enggan memberi kesempatan orang lain untuk membuktikan kemampuannya dan tidak sabar menanti hasilnya.  Bapak itu belum-belum sudah dipenuhi pemikiran apriori. Under estimate terhadap orang lain.

Karena cara pikir yang tidak realistis, bapak itu gagal menangkap nilai-nilai baik yang ada pada anaknya.  Semangat petualangannya, rasa tanggung-jawabnya, persiapannya, latihan untuk ketegaran, latihan untuk hidup dalam alam keras dan nilai-nilai pembelajaran hidup lainnya yang amat penting bagi si anak.  Mungkin bagi si bapak, nilai-nilai itu tak begitu penting di matanya yang sudah tercetak oleh pengalaman hidupnya sendiri.  Tapi bagi si anak mungkin akan membentuk kepribadiannya sebagai manusia tangguh kelak jika sudah dewasa.

Kalau mau berpikir realistis, melihat perbekalan dan logika si anak nampaknya ia siap dan cukup memadai untuk mendaki gunung. Untung si bapak tidak sampai merembet ke wajah si anak. Wajah anaknya yang ndeso itu apa bisa mendaki sampai puncak?***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun