Aku bertanya padanya tentang apa yang ia maksud dengan menjadi yang pertama itu.
Ia lantas berkata bahwa menjadi yang pertama itu bukan berarti menjadi yang nomor satu tetapi menjadi yang pertama dalam melakukan sesuatu. Dan... aku sungguh-sungguh suka kalimat yang diucapkannya itu--entah ia dapatkan darimana. Ia membuatku menyadari bahwa perasaan macam itulah yang berkelindan di kepalaku beberapa hari sebelumnya.
Setelah perjalanan satu hari itu, aku pulang dan baru ingat bahwa renovasi TBM sudah dimulai dan karenanya sebagian ruangan sudah beratapkan langit dan lantai penuh dengan debu-debu reruntuhan, paku, seng dan kayu. Selagi berpikir hendak tidur di mana malam ini aku lantas merasa gagasan tidur beratapkan langit-langit untuk dua tiga hari ke depan tidak buruk pula.Â
Seketika aku mengingat satu kalimat yang menarik dari Bang Benny dalam satu kelasnya bahwa kita butuh konflik. Untuk merasa benar-benar hidup kita butuh ketidakteraturan, ketidakpastian, ketidaknyamanan, dan apa-apa saja yang memberi kejutan dalam keseharian kita yang mulai menjemukan. Dan bahwa definisi perjalanan tidak selalu berada di luar banalitas keseharian namun tetap berada di dalamnya dengan mengubah beberapa variabel--setidaknya mengubah sudut pandang jika tidak bisa mengubah banyak.
Jadi, pada malam pertama aku tidur bersama reruntuhan dan beratapkan langit-langit itu Jenny dan Ranggi mengejutkanku dengan kedatangannya. Aku terkejut bukan karena suara cekikikan mereka yang sengaja dibuat-buat untuk menakuti-nakutiku namun justru karena mereka berdua datang hanya untuk memastikan bagaimana aku tidur dengan kondisi atap dan lantai yang demikian. Aku terkejut bahwa hal-hal yang demikian itu sontak membuat dadaku jadi begitu hangat dan karenanya angin yang berembus saat itu gagal membuatku menggigil sepanjang malam.
Dalam keseharian ada banyak hal-hal serupa sebenarnya. Anak-anak yang tiba-tiba membawakanku bibit bunga misalnya atau mereka yang tiba-tiba berinisiatif membereskan buku-buku yang berserakan atau mengelap debu piala-piala atau ibu yang memastikan apakah aku sudah makan atau belum di suatu sore karena bobotku yang malah kian merosot atau ayah yang bertanya apa air di kamar mandi masih tersedia atau tidak dan ada banyak lagi hal-hal lainnya.
Lalu sepulangnya mereka berdua itu, aku menatap langit (langit dalam arti kata yang sebenarnya). Hal-hal kecil dalam keseharian itu bergantian berlintasan di kepala dan lalu mengalir ke arah jantung dan menyalakan kembali apa-apa saja yang pernah padam di sana. Dan hidup itu barangkali adalah tentang sederetan hal-hal yang kita pikirkan dalam kesunyian itu kan? Jika iya maka ia masih layak diperjuangkan.
Bintang-bintang tak muncul malam itu (mungkin karena asap atau awan). Apakah akan turun hujan malam ini? Kalaupun turun memangnya kenapa? Paling Jenny akan bersorak paling keras mendengar kabarku kuyup di tengah malam--soalnya ia yang paling getol mendoakan turun hujan hanya demi menyaksikan kemalanganku itu--kudengar ia ada di saf paling depan shalat istiqa di lapangan Pemkot kemarin. Sungguh, adik macam apa dia?
Tetapi aku percaya Tuhan Maha Tahu yang terbaik bagi hamba-hambanya. Bahkan andaipun turun hujan malam itu--karena mendengar doa Jenny dan kawan-kawannya itu--adalah sesuatu yang layak disyukuri mengingat sudah beberapa bulan ini air diburu ke mana-mana. Namun kenyataan tidak turunnya hujan di malam itu bisa jadi adalah pesan yang lugas kepada kita semua agar ketika sedang berdoa meminta sesuatu lupakanlah dulu hasrat untuk selfi dan pikiran keduniawian lainnya. Bagaimana bisa berharap doa segera diijabah bila tanpa ketulusan meminta di dalamnya.
Kemudian pada pagi harinya, adalah pertama kalinya dalam hidupku, hal yang kulihat sejak membuka mata ialah segerombolan burung gereja yang sedang melintas (biasanya aku hanya mendengar suara mereka saja). Kenapa baru sekarang? Akhir-akhir ini aku suka sekali menonton channel primitive survival yang karenanya aku pernah merasa ingin sekali berkemah di suatu tempat.Â
Namun aku pikir... aku butuh paling tidak satu orang yang sama gilanya denganku untuk mewujudkan harapan satu itu. Berkemah sendirian pasti akan terlihat aneh. Namun berkemah ramai-ramai juga bukan yang kuinginkan. Makanya aku tidak jua mewujudkan keinginan yang satu itu--karena aku tak jua berjumpa dengan orang yang sama gilanya denganku.